Bahasa Daerah Bisa Punah Kepada Generasi Muda, Mengapa?
Oleh: Yurico
Siswa Kelas Sosioliterasi Gen 2
SMA Negeri 1 Manggar
Editor: Ares Faujian
Negara Indonesia dalam kancah internasional dikenal dengan negara yang memilki julukan sebagai negara kepulauan. Hal ini disebabkan Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang membentang dari Sabang sampai Marauke. Hal inilah yang membuat Indonesia terdiri dari beragam suku, adat istiadat, agama, ras, hingga beragam bahasa daerah.
Dalam beragam bahasa tersebut memiliki perbedaan meliputi gaya penuturan bahasa (logat). Contoh “be’en” dalam bahasa Madura dari daerah Pemekasaan dengan makna yang sama dengan bahasa daerah dari Kepulauan Sumenep (Pulau Gilih Rajeh) yang mengatakan kata “be’en” dengan kata “be‘na”.
Dalam hal ini dapat diperjelas kembali bahwa negara Indonesia kaya dengan bahasa daerah. Menurut KKBI bahasa daerah adalah bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara berdaulat, yaitu di suatu daerah kecil, negara bagian, federal, provinsi atau teritori yang lebih luas. Berdasarkan penelitian dari kekerabatan dan pemetaan bahasa-bahasa di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Bahasa RI (2008) pada pemetaan bahasa-bahasa di Indonesia telah berhasil didefinisikan sejumlah 442 bahasa. Hingga tahun 2011 tercatat ada penambahan sejumlah 72 bahasa sehingga jumlah keseluruhan menjadi 514 bahasa.
Namun tahukah kita dengan seiring perkembangan zaman yang semakin canggih ini atau di era modernisasi, bahasa daerah tersebut perlahan memudar dengan sendirinya. Di mana masyarakat menjadi terlena akan kehidupan di era globalisasi yang memiliki dampak negatif terhadap penggunaan bahasa daerah yang mencerminkan identitas bangsa karena masuknya bahasa asing melalui media sosial. Bahkan, UNESCO sendiri menyebutkan bahwa bahasa daerah Indonesia mengalami kepunahan setiap 15 hari sekali.
Sebagai fakta empiris membuktikan bahwa bahasa daerah masih banyak penuturan di perdesaan dan mulai mengasingkan diri di daerah perkotaan. Dalam hal ini bukan bahasa itu sendiri yang mengasingkan diri. Akan tetapi maraknya generasi muda yang mulai enggan mengasumsi bahasa berbasis daerah sebagai bahasa daerah mereka masing-masing, menjadi kemungkinan besar akan memudarnya bahasa daerah di daerah perkotaan, yang dapat menyebabkan punahnya bahasa daerah karena globalisasi berikut pula modernisasi.
Selain minimnya bahasa daerah, yang harus diperhatikan juga sebagai permasalahan besar bagi para generasi milenial, dalam hal ini bukan hanya penggunaan bahasa kenegaraan yang dicederai melainkan juga bahasa daerah seperti halnya kata “jancuk” dari bahasa Jawa yang memiki arti penyelewengan atau tidak baik. Istilah jancuk, jancok, diancok, cuk atau cok yang memilki makna berupa sialan, kampret, brengsek ini acap kali digunakan sebagai umpatan pada emosi marah atau membenci bahkan menunjukan keakraban.
Hal ini sebenarnya tentu saja menjadikan sebuah kebiasaan/ budaya bahasa yang tidak baik dan bisa dibilang kasar, terutama bagi orang yang memiliki tutur bahasa sopan. Efeknya, kondisi kelompok masyarakat tersebut (biasanya kaula muda) tidak lagi bisa meneruskan warisan positif budaya luhur yang harus dilestarikan dalam beretika bahasa secara baik (sopan).
Selain globalisasi, ada beberapa hal yang membuat bahasa daerah memudar (kompasiana.com) seperti:
- Adanya etnis mayoritas atau minoritas. Indonesia dengan ribuan etnis dan ratusan bahasa daerah di dalam kelompok masyarakat pastinya terdapat suatu etnis yang mendominasi bahasa daerah. Jika kelompok minoritas tidak pandai-pandai menerapkan/ melestarikan bahasanya, maka mereka akan kehilangan dan bahkan akan asimilasi bahasa menjadi bahasa mayoritas itu sendiri.
- Crossbreeding atau perkawinan silang antaretnis yang berbeda menikah dan mempunyai keturunan. Hal ini sangat berpengaruh akan hilangnya bahasa daerah bagi daerah mereka dan keturunannya. Karena mereka tidak akan tahu atau bingung dari mana asal-usul leluhur mereka.
- Faktor keluarga yang mengajak anaknya selalu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tanpa berbahasa daerah asal. Mirisnya pengenalan bahasa daerah justru bersumber dari orang tua yang menganggap bahasa daerah tidak penting, apalagi sudah tinggal di wilayah perkotaan.
- Menurunnya rasa bangga dalam menggunakan bahasa daerah oleh anak-anak karena mereka beranggapan bahwa bahasa daerah tidak begitu penting untuk mereka pelajari dan dinilai ‘kampungan’.
Itulah beberapa faktor bahasa daerah dapat memudar di Indonesia. Lalu bagaimana cara kita melestarikan bahasa daerah agar bahasa leluhur ini tidak memudar untuk para pemudanya? Kita dapat mencegah atau memfilter perkembangan zaman dengan melestarikan bahasa daerah di tengah modernisasi dengan cara-cara yang tepat seperti:
- Peran orang tua untuk mengajarkan kepada anak-anak mengenai bahasa daerah sejak dini. Terlebih dulu kepada Ayah dan Ibu dari daerah yang berbeda, penting untuk mengenalkan kedua bahasa daerah kepda anak mereka.
- Membiasakan untuk memakai bahasa daerah dalam kegitan sehari-hari, baik keluarga maupun lingkungan sekitar. Kecuali dengan orang yang tidak memahami bahasa daerah tersebut.
- Sekolah juga berperan dalam meletarikan bahasa daerah, yakni dengan cara memasukkan mata pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal pada kurikurum atau dengan mengadakan ekstrakulikuler dengan bahasa daerah.
- Pemerinntah pun tidak kalah penting dibutuhkan peranannya untuk melestarikan bahasa daerah yang ada di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah harus mewajibkan kepada pemerintah-pemerintah daerah untuk melaksanakan program-program yang berkaitan dengan kebahasaan secara keberlanjutan.
- Membuat lomba-lomba yang berhubungan dengan bahasa daerah, yaitu lomba cerdas cermat bahasa daerah, lomba berpantun, dan lain-lain.
- Membuat komunitas belajar bahasa daerah, yaitu kumpulan anak muda yang mahir berbahasa daerah tertentu bisa mempererat orang-orang dengan kemampuan yang sama untuk berkolaborasi membentuk komunitas sebagi wadah belajar bahasa daerah.
- Membuat video tutorial bahasa daerah. Sekarang ini zaman sudah cangih, banyak cara yang dapat ditempuh untuk memproduksikan bahasa daerah dengan membuat video yang ternilai lumayan ampuh untuk melestarikan budaya nusantara sesuai daerah masing-masing.
Dari data di atas, adalah cara untuk melestarikan bahasa daerah sekarang ini. Di mana secara hakiki bahasa daerah sebenarnya memiliki nilai-nilai moral lokalitas, contohnya kejujuran, pertemanan, tolong-menolong, toleransi dan lain-lainya. Sehingga melalui penguasaan bahasa daerah, generasi muda akan menjadikannya sebagai fondasi keunikan budaya masing-masing dan memperindah pelangi multikultural. Terlebih di masa depan kemampuan ini adalah sebuah kebutuhan akan pentingnya karakteristik negara dan wilayah-wilayahnya.
Menguasai bahasa asing yang lebih keren sebenarnya tidak ada salahnya juga. Karena tuntutan dunia yang semakin berdaya asing global dan mengharuskan untuk menguasai bahasa luar negara (negara lain). Bertolak dari hal itu, artinya bukan berarti kita harus melupakan bahasa daerah yang notabenya adalah bahasa sendiri. Sudah sepatutnya kita sebagai kaula muda penerus bangsa mencintai dan bangga menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari di samping bahasa nasional dan bahasa asing. Tentunya hal ini menjadi corak budaya bangsa yang patut untuk dilestarikan dan diwariskan dari masa ke masa oleh generasi mudanya.