Berliterasi di Kerajaan Kupu-Kupu Sulawesi
Oleh :
Ares Faujian
Penulis Senior Karya Muda Belitung (KMB)
Pengurus Asosiasi Guru Penulis Indonesia Prov. Kep. Babel
Fasilitator Literasi Baca-Tulis Regional Sumatra
Kreativitas dan inovasi menjadi harga mati untuk meningkatkan progres destinasi wisata atau geosite dari pesona keindahan dari suatu daerah, termasuk juga di pulau Belitung. Tidak hanya ihwal ini saja. Namun, semua akan berjalan laju nan mulus jika didukung penuh dari pemerintah daerah, keberadaan komunitas atau kelompok sadar wisata (pokdarwis), fasilitas/akses yang memadai, promosi yang tiada henti, hingga kesiapsadaran masyarakat lokal sebagai komponen autentik yang memperkaya keunikan dan mungkin menjadi pembeda dari suatu objek wisata.
Desember 2019 menjadi salah satu bulan yang penuh makna bagi penulis. Karena pada bulan ini penulis menyempatkan diri tanpa disengaja ke salah satu objek wisata terkemuka di Indonesia, yaitu Kerajaan Kupu-Kupu Indonesia yang terletak di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan, dalam rangka menghadiri acara peringatan Harlah (Hari Lahir) ke-13 tahun Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) di Kota Makassar.
Kunjungan ke Kerajaan Kupu-Kupu ini menyisakan cerita dan buah tangan literasi berkenaan objek wisata yang dikenal dunia internasional dengan nama The Kingdom of Butterfly ini. Awalnya penulis anggap biasa dan ingin sekedar melihat keajaiban Tuhan Yang Maha Kuasa di destinasi wisata ini. Namun, setelah menggali beberapa informasi dan melihat kesamaan potensi, termasuk juga pernah ‘kelakar’ (berbincang) dengan sanak kerabat terdekat bahwa Belitong juga memiliki kecenderungan yang potensial ihwal yang sama dengan tempat ini. Dan akhirnya, tulisan ini pun rilis sebagai ide untuk membangun dunia pariwisata dan geopark di pulau Belitung.
Sebelumnya, apakah para pembaca pernah mendengar Kerajaan Kupu-Kupu di Indonesia? Atau apakah kalian pernah berkunjung ke tempat penangkaran kupu-kupu? Jika pernah, apa yang kalian saksikan dan nikmati di sana? Tentunya kemolekan mozaik warna kupu-kupu menjadi sajian yang tak ternilai, terlebih ketika mereka berada dalam jumlah yang banyak dan tak segan hinggap di pakaian atau di bagian tubuh hinga jari-jemari kalian. Hmmm, menarik bukan?
Kupu-kupu merupakan salah satu jenis satwa liar bangsa serangga yang memiliki keindahan warna dan bentuk sayap. Di alam, kupu-kupu memiliki nilai penting, yaitu sebagai penyerbuk pada proses pembuahan bunga. Hal ini secara ekologis turut memberi andil dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem dan memperkaya keanekaragaman hayati. Secara ekonomi, kupu-kupu mempunyai nilai jual tinggi dan merupakan obyek rekreasi. Potensi ekonomi inilah yang menyebabkan kupu-kupu banyak diburu oleh wisatawan mancanegara, baik untuk dinikmati keindahannya di alam bebas maupun untuk dikoleksi sebagai kenang-kenangan, atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. (Tikupadang dan Gunawan, 1977).
Untuk penangkaran kupu-kupu, di Asia Tenggara terkenal dengan Insect Kingdom dan Butterfly Park di Singapura, Penang Butterfly Farm and Butterfly Park di Malaysia, dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri ada beberapa lokasi sebagai area konservasi yang dimaksud tersebut. Misalnya, Taman Kupu-kupu TMII, Taman Kupu-kupu Alian Kebumen (Alian Butterfly Park), Taman Kupu-kupu Gita Persada Lampung, Ubud Kupu-kupu Foundation Bali, Penebel Butterfly Park & Bali Butterfly Park di Tababan, Butterfly Park di Gianyar, Taman Kupu-kupu Cihanjuang Bandung, Taman Kupu-kupu Biovillage Bogor, hingga Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (TN Babul) di Maros Sulawesi Selatan yang terkenal.

Sumber : Koleksi Pribadi, 2019
Tentunya daeah-daerah tersebut sebagian besar bukan hanya lokasi rekayasa habitat kupu-kupu semata. Akan tetapi memang awalnya sebagai tempat koloni kupu-kupu yang memiliki keragaman spesies yang luar biasa dan dimanfaatkan sebagai wahana konservasi, edukasi, riset, wisata dan konsolidasi kekuatan sumber daya lokal.
Untuk di TN Babul sendiri, berdasarkan situs resmi National Geographic Indonesia (editor: Julie Erikarnia, 2015), menyebutkan di dalam jurnal “The Malay Archipelago” yang ditulis oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1890. Pada masa tersebut teridentifikasi sekitar 256 spesies kupu-kupu di Bantimurung. Berkat penemuan Antropolog tersebut, kini taman nasional ini dideklarasikan sebagai salah satu ASEAN Heritage Park pada acara Sixth ASEAN Heritage Park Conference yang dilaksanakan di Laos, 21-25 Oktober 2019.

Sumber : Koleksi Pribadi, 2019
Taman wisata nasional ini tidak hanya menyajikan keberagaman kupu-kupu di dalamnya. Namun juga didukung oleh kondisi geologi seperti adanya lembah bukit kapur dengan vegetasi tropis, air terjun, gua prasejarah (kawasan prasejarah Leang-leang), gua habitat kupu-kupu, tebing curam yang biasanya digunakan untuk panjat tebing (Pattunuang), Gunung Bulusaraung (±1353 mdpl), sungai yang dijadikan pemandian alam (Leang Lonrong), hutan hujan tropis, hingga keunikan flora serta fauna lainnya. Dengan jarak tempuh sekitar 1-2 jam dari Kota Makassar, Kerajaan Kupu-kupu dan aneka inovasi wisata ini bisa dicapai dan dinikmati dengan baik melalui jalur transportasi yang layak dan memadai.

Sumber : Koleksi Pribadi, 2019
Pulau Belitung memiliki kondisi alam yang hampir mirip dengan TN Babul. Di mana daerah tersebut memiliki air terjun (Gurok Beraye), pemandian alam, keragaman serangga, dan yang pasti memiliki macam-macam spesies kupu-kupu lebih banyak dibandingkan daerah-daerah lainnya di pulau Belitung. Kalian tahu daerah mana itu? Ya, lokasi ini adalah Gunung Tajam. Salah satu pesona geopark yang ada di Negeri Laskar Pelangi.

Sumber : www.alamy.com
Gunung Tajam adalah dataran tertinggi (510 mdpl) di pulau Belitung yang terletak di Kecamatan Badau dengan susunan bebatuan yang terdiri dari endapan batulanau, timah, hingga kuarsa. Menariknya spot wisata ini menjadi salah satu geosite Geopark Belitong adalah karena Hutan Kerangas (Bukit Pepa Puyo) yang dimiliknya (Gunung Tajam).
Menurut definisi Fakhrurrazi (2001), Hutan Kerangas adalah jenis ekosistem padang yang merupakan contoh ekosistem hutan yang khas, namun umum dijumpai di pulau Belitung. Fungsi hutan ini berikut hutan lainnya sebagai sumber pengobatan alami sangat menonjol perannya di masa lalu, juga di beberapa tempat hingga sekarang. Hutan kerangas adalah hutan yang tumbuh di atas tanah podsol, tanah pasir kuarsa, miskin unsur hara dan pH rendah. Hutan Kerangas di pulau Belitung biasanya tumbuh di atas tanah yang disebut Tanah Teraja’ yang bersifat asam, yaitu dengan pH <5.5.
Menurut Oktavia (2012) pada situs https://www.belitonggeopark.com, sekurangnya terdapat 224 jenis tumbuhan di Hutan Kerangas. Yang salah satunya adalah Betor Belulang (Callophyllum Lanigerum), di mana jenis flora yang mengandung Calanolide A ini berpotensi melawan virus HIV (Cragg et al 1995) dan tentunya juga menjadi bagian keistimewaan dari eksistensi Geopark Belitong.
Ini barulah keberadaan Hutan Kerangas. Secara biodiversity, Gunung Tajam memiliki koloni kupu-kupu yang juga patut dijaga kelestariannya dengan kepekaan pemda, kelompok pecinta alam, pokdarwis, komunitas HKM setempat, hingga masyarakat lokal. Menurut Dinda Wiranti (Mahasiswa UBB) dalam skripsinya yang berjudul “Keanekaragaman Kupu-kupu (Superfamili Papilionoidea) di Lahan Revegetasi Pasca Tambang Timah Kabupaten Belitung” tahun 2017, menyebutkan bahwa keanekaragaman kupu-kupu tertinggi ditemukan di hutan Gunung Tajam (32 spesies). Observasi ini disebutkan dilakukan dalam jangka pendek, yaitu tiga hari.
Penulis tidak membayangkan apabila suatu penelitian dilakukan selama satu tahun atau lebih di lokasi ini. Bahkan ada informasi yang beredar dan menyebutkan bahwa keragaman kupu-kupu di Gunung Tajam ada sekitar 250 spesies bahkan lebih. Perlu dilakukan riset atau studi lebih lanjut serta publikasi ilmiah berkenaan hal ini. Terlebih apabila wilayah ini memang dipersiapkan untuk menjadi inovasi wisata istana kupu-kupu di pulau Belitung. Maka, informasi keberadaan kuantitas ragam spesies serta jenis kupu-kupu langka atau endemik wajib menjadi data dasar bagi komunitas atau pokdarwis setempat serta pemda dalam penangkarannya.
Konsep penangkaran, yang juga merupakan konsep kegiatan konservasi dapat dijabarkan melalui kegiatan: 1) Restorasi, yaitu bertujuan untuk mengembalikan jenis-jenis kupu-kupu yang telah hilang dari habitatnya, 2) Preservasi, yaitu bertujuan untuk melestarikan kupu-kupu dengan pemeliharaan dan perlindungan kupu-kupu dan ekosistemnya, dan 3) Pemungutan hasil, yaitu bertujuan untuk pemanfaatan/pemanenan kupu-kupu dari hasil penangkaran untuk perdagangan dan penambahan populasi di alam. (Anonim, 1997, dalam Marini Susanti Hamidun, 2003).
Selain kesiapan data dasar, pengembangan atau pengelolaan (penangkaran) inovasi wisata ini bisa dilakukan dengan mempersiapkan hal-hal yang esensial seperti pengetahuan tentang penangkaran kupu-kupu, masalah perkandangan (rekayasa habitat), pembibitan, pakan, reproduksi, siklus hidup, populasi penangkaran, teknik pemeliharaan, teknik pengawetan, hingga proses dijadikan bioproduct atau geoproduct jika kupu-kupu tersebut sudah pada fase akhir (mati) pada siklus hidupnya.
Untuk menjaga kelestarian kupu-kupu tersebut, pemerintah atau pokdarwis/komunitas wisata tidak cukup hanya membuat tempat penangkaran semata. Namun, media-media (tanaman tertentu) bagi kupu-kupu untuk bertelur, perkembangan larva/kepompong, reproduksi, sumber daya air, tanaman pelindung, dan tanaman untuk konsumsi hidup sehari-hari mereka harus juga diperhatikan dan lebih dihijaukan kembali. Karena dengan keberadaan media atau tanaman-tanaman tersebutlah kupu-kupu bisa terus ada dan semakin masif. Tentunya hal ini akan menjadi daya tarik wisata baru serta menambah khazanah destinasi wisata dan geosite di pulau Belitung.

Sumber : twitter.com/pulaubelitong
Gunung Tajam telah memiliki berbagai macam keunggulan dan membuatnya menjadi salah satu objek wisata yang patut diperhitungkan saat ini. Selain adanya air terjun dan pemandian alami seperti di TN Babul. Lokasi yang biasanya digunakan untuk hiking, camping ground, outbond, dan wisata religi (Keramat Gunung Tajam, Makam Syekh Abubakar Abdullah) ini dapat ditingkatkan lagi potensinya melalui sentuhan kreativitas dan inovasi wisata dengan diwujudkannya penangkaran atau taman kupu-kupu sebagai variasi pesona wisata bagi para pelancong yang akan ke Belitong. Sehingga, semakin banyak destinasi wisata yang menghadirkan ragam opsi, maka para traveler tidak akan mudah bosan dan jenuh dengan sajian objek wisata yang hanya itu-itu saja.
Selain itu, wacana wisata semacam ini tentunya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan konservasi, budidaya, eduwisata, riset serta sebagai usaha mempertahankan lokalitas biodiversity di pulau Belitung agar bisa terus lestari dari generasi ke generasi. Semoga hasil dari kegiatan berliterasi di Kerajaan Kupu-kupu ini bisa bermanfaat sebagai referensi bagi progres pariwisata di Negeri Laskar Pelangi serta dalam menjaga warisan biotik dunia di masa kini dan nanti. Aamiin.