Cerdas Berkarakter, It’s My Dream! (Bagian 1)
Oleh: Ares Faujian*
“It’s my dream mas!” Is it my dream? Oh, tidak. Tulisan ini bukan tentang Cappadocia. Tulisan ini juga bukan menyambung kisah yang baru saja fenomenal antara segitiga Kinan-Aris-Lidya pada film seri Layangan Putus. Tulisan ini adalah manifestasi mimpi para cendekia, bahkan orang awam yang menginginkan bangsanya maju dan lebih baik, terutama dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Cerdas berkarakter, it’s my dream!
Indonesia Emas 2045
Siapa yang tak tahu dengan slogan ‘Indonesia Emas 2045’? Kalimat penyemangat dan pengingat ini selalu menjadi motivasi para pejabat pemerintah, kepala sekolah, guru, peserta didik, termasuk juga warga lainnya di Indonesia. Indonesia Emas 2045 adalah sebuah harapan besar di 100 tahun usia NKRI dengan bonus demografi sebagai generasi emasnya.
Menurut Sri Moertiningsih Adioetomo (2004), bonus demografi merupakan keuntungan ekonomi yang disebabkan oleh dependency ratio akibat penurunan kematian bayi dan fertilitas (kelahiran) jangka panjang. Ia juga menambahkan, penurunan proporsi penduduk muda (0-14 tahun) serta besarnya proporsi penduduk produktif (15-64 tahun) mengurangi biaya investasi untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga biaya ini dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan keluarga.
Badan Pusat Statisitik (BPS) mendefinisikan bahwa bonus demografi merujuk pada fenomena penambahan jumlah penduduk usia kerja yang membawa keuntungan bagi perekonomian. Dengan arti kata, bonus demografi ialah fenomena ketika jumlah masyarakat usia produktif lebih banyak daripada non produktif. Eksistensi kuantitas penduduk ini akan menjadi bonus apabila bisa dikelola dengan baik, dan akan membawa keuntungan bagi suatu negara yang mampu mengoptimalkannya. Diperkirakan, Indonesia akan menikmati era bonus demografi ini dari tahun 2020-2035.
Menurut hasil survei penduduk BPS tahun 2020 menunjukkan, penduduk Indonesia mayoritas pada usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah mencapai 191,08 juta jiwa (70,72%). Kuantitas tersebut jauh melewati jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun), yaitu 63,03 juta jiwa (23,33%), dan juga penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebanyak 16,07 juta jiwa (5,95%).
Tentunya keberadaan bonus demografi bukanlah sebuah ancaman, harapannya. Namun banyaknya penduduk di usia produktif (15-64 tahun) ini, akan menjadi tubuh yang kokoh dalam membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Hal ini dikarenakan usia produktif yang lebih banyak, yang artinya percepatan pembangunan menjadi sebuah peluang yang berlipat daripada negara-negara lainnya. Pikiran dan tenaga usia prima (generasi emas) ini menjadi keunggulan dalam perencanaan, eksekusi, evaluasi, hingga tindak lanjut dari desain pencapaian 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Tak terkecuali ranah pendidikan, dimana ihwal pendidikan ini ialah cara mempersiapkan fondasi yang kuat dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Salah satunya dengan mewujudkan SDM yang berbasis Pancasila.
Jadi, akankah Indonesia bisa memanfaatkan momentum bonus demografi ini? Berhasilkah kita?
Profil Pelajar Pancasila
Seperti apakah ciri manusia atau pelajar yang diharapkan pada fase emas (bonus demografi) ini? Tentunya ini menjadi pertanyaan masif bagi masyarakat di bumi Ibu Pertiwi ini. Karena kita tetap saja harus memiliki gambaran atau pedoman sebagai ilustrasi pencapaian, dan Pelajar Pancasila adalah manifestasi gapaian yang diharapkan.
Dari laman DITPSD Kemdikbud-Ristek RI (http://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/profil-pelajar-pancasila), ciri-ciri umum Pelajar Pancasila ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. Dimana, Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Enam ciri utama Pelajar Pancasila ini yaitu: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Berkebinekaan global; 3) Bergotong royong; 4) Mandiri; 5) Bernalar kritis; dan 6) Kreatif.
Dalam laman https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/profil-pelajar-pancasila/ Pusat Penguatan Karakter Kemdikbud-Ristek RI (2020) menyebutkan, pelajar Indonesia yang berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Yang mana, ia paham terhadap ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya, serta mengimplementasikan pemahaman itu dalam kehidupannya sehari-hari. Elemen kunci “Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia” ini yakni: 1) Akhlak beragama; 2) Akhlak pribadi; 3) Akhlak kepada manusia; 4) Akhlak kepada alam; dan 5) Akhlak bernegara.
Selanjutnya, pelajar Indonesia juga mempertahankan budaya luhur, lokalitas, dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam melakukan interaksi dengan budaya lain, sehingga ihwal ini menumbuhkan rasa saling menghargai dan memungkinkan terbentuknya kultur positif baru, serta tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen kunci “Berkebinekaan global” ini yaitu: 1) Mengenal dan menghargai budaya; 2) Kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama; serta 3) Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.
Kemudian, pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong-rotong, yaitu kemampuan untuk melaksanakan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela. Hal ini dilakukan agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar, mudah, dan ringan. Elemen kunci “Gotong rotong” ini yakni: 1) Kolaborasi; 2) Kepedulian, dan 3) Berbagi.
Berikutnya, pelajar Indonesia merupakan pelajar yang mandiri, yaitu pelajar yang memiliki tanggung jawab atas suatu proses dan hasil belajar yang ia lakukan. Elemen kunci “Mandiri” ini yakni: 1) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi; serta 2) Regulasi diri.
Selain itu, pelajar Indonesia ialah pelajar yang memiliki nalar yang kritis, mampu secara objektif memproses informasi (kualitatif dan kuantitatif), membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan juga mampu menyimpulkannya. Elemen kunci “Bernalar kritis” ini yaitu: 1) Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan; 2) Menganalisis dan mengevaluasi penalaran; 3) Merefleksi pemikiran dan proses berpikir; dan 4) Mengambil keputusan.
Tidak hanya itu, pelajar Indonesia jua merupakan pelajar yang kreatif, dimana profil pelajar ini mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang autentik (orisinal), bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci “Kreatif” ini yakni: 1) Menghasilkan gagasan yang orisinal; dan 2) Menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal pula.
*Penulis adalah Agen Penguatan Karakter Kemdikbud-Ristek RI dan Guru Sosiologi di Prov. Kep. Bangka Belitung
.
Keterangan:
Tulisan ini telah dirilis oleh Belitong Ekspres Edisi Selasa, 1 Maret 2022
.
Bagian 2:
https://belitungmuda.com/cerdas-berkarakter-its-my-dream-bagian-2/