Cerita Fiktif di Media Massa dan Perilaku Imitasi Remaja
Oleh: Frabiella Patricia
Siswa Kelas Sosioliterasi G4
SMA Negeri 1 Manggar
Editor: Ares Faujian
.
Mengalami kesibukan adalah suatu hal yang wajar bagi kalangan anak remaja. Dimana, berbagai macam kegiatan dan kepentingan sudah menjadi kewajiban mereka sebagai anak yang beranjak dewasa. Rutinitas kesibukannya selalu terjadi secara berulang-ulang dan membuat sesuatu yang dikerjakan menjadi lebih membosankan dan hanya menghabiskan energi yang ada, itulah yang disebut kejenuhan. Waktu luang menjadi tempat yang tepat untuk para remaja melepaskan kejenuhan dan menghibur diri mereka dengan santai dan menyenangkan. Dan tentu saja media massa akan menjadi pilihan mereka untuk mengisi waktu senggang tersebut.
Surat kabar, majalah, televisi, radio, dan gawai memperkenalkan orang-orang dengan berbagai informasi dan hiburan yang sangat tidak terhingga jumlahnya. Mulai dari kisah-kisah fiktif hingga peristiwa aktual dapat kita temukan di media massa. Tiap jenis media massa memiliki manfaat tersendiri bagi tiap individu untuk mencari informasi dan hiburan yang mereka inginkan. Anime dan Manga (komik Jepang) merupakan cerita fiktif bergambar dari Jepang yang terkenal di kalangan anak remaja zaman sekarang. Cerita yang memiliki berbagai jenis alur fiktif, latar, bahasa dan budaya, serta penampilan karakter yang menarik membuat anak-anak, remaja bahkan orang dewasa, menjadikannya sebagai hiburan di waktu senggang.
Kecintaan dan kesukaan seseorang terhadap cerita fiktif sering kali membuat para penggemar cerita fiktif menunjukkan perilaku tertentu. Tidak hanya perilaku, tetapi mereka juga mengimitasi banyak hal dalam cerita fiktif tersebut ke dalam kehidupan sosial. Ungkapan, perilaku, dan cara berpakaian merupakan hal-hal yang sering ditiru oleh para penggemarnya, dan menjadi hal yang wajar digunakan di kalangan remaja, bahkan anak-anak di Indonesia. Ungkapan dan perilaku yang sering diaplikasikan tersebut seperti; ‘arigatougozaimasu’ (terimakasih dalam bahasa Jepang), membungkukkan badan untuk memberi hormat khas Jepang, festival budaya Jepang, meniru cara berpakaian karakter atau yang biasa disebut ‘cosplay’, dan masih banyak lagi macam-macam perilaku imitasi remaja terhadap cerita fiktif.
Perilaku imitasi yang dimaksudkan adalah perilaku dimana penggemar cerita fiktif berfantasi untuk menjadi karakter dalam cerita, yang kemudian meniru dan mengikuti apa yang ia tonton dan baca dari cerita fiktif tersebut. Bisa dikatakan juga, perilaku imitasi adalah proses meniru atau modeling.
Menurut Sarsito (2010), imitasi adalah suatu proses kegiatan berpikir mengenai sesuatu untuk melakukan beberapa tindakan ataupun perilaku yang sama persis seperti yang telah dilakukan oleh objek dengan melibatkan indera untuk menerima rangsang serta mengolah informasi dari rangsangan dan kemampuan untuk melakukan gerakan tubuh yang sesuai. Perilaku imitasi ini tidak terjadi secara mandiri, melainkan terjadi karena terpengaruh oleh sikap yang menerima apa yang diamati.
Ada beberapa faktor penyebab seseorang melakukan perilaku imitasi. Yang pertama adalah faktor psikologis. Untuk melakukan imitasi atau meniru sesuatu, faktor psikologis yang berperan ialah aspek kognitif. Yaitu, aktivitas mental yang membuat seseorang mampu mengingat serta mengobservasi sesuatu secara langsung maupun tidak langsung, dan melakukan imitasi terhadap suatu yang diobservasi tersebut. Imitasi juga dapat terjadi karena dorongan dari keinginan dirinya sendiri untuk mirip dengan orang lain.
Faktor yang kedua adalah sikap yang terlalu terbuka. Terlalu terbuka dalam menerima dan mengagumi sesuatu juga menjadi faktor bahkan dampak bagi para penggemar. Sikap yang terlalu terbuka selain dengan mudah mendorong seseorang untuk melakukan imitasi, juga dapat membuat kecenderungan di dalam diri seseorang.
Faktor ketiga adalah media massa. Media massa merupakan faktor yang berperan besar dalam kegiatan imitasi. Imitasi dengan cepat berkembang di masyarakat karena adanya media massa yang tersebar luas di sekitar masyarakat. Terutama anak remaja yang menggunakan gawai sebagai kebutuhan hariannya. Berbagai macam tayangan, film, berita, ataupun cerita fiktif yang berbentuk suara, gambar, karakter, dan bersifat interaktif dapat dengan mudah mendorong dan membangunkan keinginan seseorang untuk meniru atau mengimitasi objek tontonan.
Dan faktor yang terakhir adalah interaksi sosial. Tidak hanya melalui media massa yang bersifat tidak langsung saja, namun interaksi sosial yang bersifat langsung juga sangat berpengaruh dalam kegiatan imitasi. Melalui interaksi sosial, akan menimbulkan motivasi dalam diri seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan lingkungannya agar dapat diterima. Semakin baik seseorang melakukan interaksi, maka semakin besar juga kemungkinan terjadinya imitasi.
Dalam proses imitasi ini, akan menimbulkan dampak pada seseorang secara menyeluruh. Secara keseluruhan terdapat 2 dampak yang ditimbulkan dari perilaku imitasi, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak yang akan ditimbulkan sesuai dengan bagaimana cara seseorang tersebut menerima dan melakukan imitasi tersebut.
Dampak positif dari perilaku imitasi dengan cerita fiktif adalah terbangunnya rasa percaya diri untuk tampil dan mengembangkan hubungan sosial dengan orang lain yang memiliki tujuan yang sama. Selain itu, dapat menambah wawasan mengenai kebudayaan dan ciri khas negara lain, seperti meniru kebiasaan dan tata krama orang-orang Jepang yang sudah diakui oleh banyak negara. Melalui imitasi cerita fiktif, kita juga dapat tercipta kondisi yang harmonis, teratur, dan stabil, apabila yang diimitasi itu yang baik-baik.
Untuk dampak negatif, dampak yang akan ditimbulkan ini ada jika dilakukan dengan tanpa menyaringnya. Misalnya tindakan kriminal yang dilakukan seseorang berdasarkan apa yang dilakukan oleh karakter fiktif sebagai penjahat. Menentang norma-norma yang ada karena ingin mencoba hal yang mirip dengan karakter fiktif tersebut, serta melakukan hal-hal yang tidak patut dicontoh lainnya, seperti cara berpenampilan yang menggunakan tindikan dan tato, serta mengkonsumsi minuman keras dan obat-obatan terlarang.
Untuk mencegah agar seorang remaja tidak menjadi remaja yang negatif dan tidak dengan mudah terjerumus kedalam pengaruh buruk, ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu; mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, bijak dalam memilih pergaulan, memiliki prinsip hidup yang kuat untuk menjadi pribadi yang baik, dan bijak dalam memilih bacaan dan tontonan.
Hiburan memang diperlukan untuk me-refreshing diri di tengah kesibukan yang ada. Namun, itu hanya sebagai hiburan saja, bukan sebagai patokan untuk berperilaku. Kita harus bisa mengontrol diri dan membedakan mana yang baik untuk ditiru dan mana yang tidak, serta bijak dalam menggunakan media massa. Dengan begitu, kita sudah berperan menjadi seorang penerus bangsa dan negara yang baik di era digital ini.
.
Referensi:
Fandy. 2021. “Pengertian Imitasi: Dampak, Tahap-Tahap, dan Contoh Imitasi dalam Interaksi Sosial”, https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-imitasi/#Pengertian_Imitasi