+62 857 4037 0566
Logo
Menu
  • Home
  • Tentang Kami
  • Berita & Kegiatan
  • Non Fiksi (Artikel Ilmiah, Opini, dll.)
  • Fiksi (Cerpen, Puisi, dll.)
  • Dokumentasi
  • Download
  • Hubungi Kami

Latest Blog

  • Non Fiksi (Artikel Ilmiah, Opini, dll.)
  • 469
  • 0 Comments

Digitalisasi, Era Siti Nurbaya di Masa Pandemi (Sebuah Refleksi Era Digital di Hari Pendidikan Nasional)

Oleh:

Ares Faujian

Pemred Media Kaya Muda Belitung (KMB)

Masa pandemi Covid-19 memberikan cerita ironi. Di mana, gejolak massa yang berduyun-duyun masuk karantina dan rumah sakit. Termasuk pula jadi anak rumahan dan hanya bisa gigit jari terkungkung dengan tagar #dirumahaja.

Bagai kisah kasih Siti Nurbaya, romansa era kali ini memaksa kita untuk erat memeluk digitalisasi. Fase yang sebenarnya diharapkan, namun lambat untuk dilakukan jika tak ada pandemi.

Ada banyak makrifat yang bisa dipetik di masa ini, seperti edukasi hidup sehat dan solidaritas antarmasyarakat. Walaupun memang secara nyata, penyebaran virus ini adalah bentuk masalah sosial global yang secara umum masyarakat merasa terbebani. Seperti, akses transportasi yang menjadi terbatas, meningkatnya kriminalitas, laju logistik yang terbata-bata, kegiatan belajar mengajar yang LDR-an (Long Distance Relationship), dampak “pegawai yang di rumahkan”, dan masih banyak lagi.

Namun, kita tak boleh menutup mata. Kata pepatah, “Ada badai pasti ada hujan. Ada hujan pasti ada pelangi”. Artinya, ada masa kita diberikan cobaan, cobaan untuk kita demi memperbaiki diri.

Esensi pepatah tersebut sederhana namun sarat makna. Karena ada sebuah masa yang berat.  Akan tetapi, kita diajarkan untuk menjadi literat. Ya, terpaksa menerima karena situasi, dan menjadi pemelajar digital di era pandemi.

Semua elemen masyarakat dipaksa untuk harus bisa. Harus mau menguasai digitalisasi. Di mana, ragam aktivitas masyarakat era pandemi ini berbasis “From Home”, yaitu work from home dan study from home. Bekerja dan belajar dari rumah. Artinya, pembelajaran masa darurat ini mengajarkan kita bahwa belajar itu bisa dari masa saja dan kapan saja. Termasuk bekerja, kecuali kerja kategori lapangan.

Yang menjadi renungan kita bersama adalah, apakah perubahan harus selalu melalui paksaan? Apakah kita sadar, ketika keluarga Corona bertamu ke Indonesia, kita lekas menyesuaikan diri dengan paksaan menuju digitalisasi?

Menurut penulis, ini adalah PR besar bagi bangsa kita. Karena sejatinya kita sadar bahwa digitalisasi itu penting, dan pemerintah juga sudah menggaungkan ihwal program ini dari jauh hari.

Lalu, apa yang terjadi? Kita seolah merasa belum butuh, terkesan santuy, dan masih autis menikmati zona aman serta zona nyaman masing-masing. Kita belum bisa seutuhnya melihat tujuan ke depan, mengenai peluang dan tantangan di masa depan.

Memang untuk keluar dari zona aman dan nyaman itu tidaklah mudah. Seseorang yang sudah menikmati kebahagiaan temporernya akan sulit move on dari lingkungannya. Apalagi sudah mengakar dari waktu ke waktu. Hingga menutup peluang untuk mempelajari hal-hal baru.

Era revolusi industri 4.0 manusia dituntut untuk dinamis. Dan digitalisasi adalah kunci di masa ini. Bagaimana kita mau maju ketika bangsa lain sudah belajar melalui ribuan e-book di tablet sekolahnya, namun kita masih membaca dari buku-buku yang itu juga tak pernah diganti? Bagaimana kita mau guru yang kompetitif, jikalau para pendidik ini masih malas belajar dan alergi digitalisasi? Mau diapakan nasib bangsa ini nanti?!

“Belajar dari Covid-19” merupakan tema yang tepat di Hari Pendidikan Nasional tahun 2020. Yang mana, esensi seremoni Hardiknas kali ini mengajarkan kita bahwa, “Untuk pertama kalinya, guru-guru menyadari bahwa pemelajaran bisa dilakukan di mana saja, dan orang tua menyadari betapa sulitnya tugas guru”. Begitulah kutipan pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim, di Hardiknas 2 Mei 2020.

Namun kembali lagi, apakah semua ini harus terjadi melalui situasi keterpaksaan? Lalu, bagaimana cara kita mencintai digitalsiasi tanpa pandemi? Atau, bagaimana cara membuka pikiran kita untuk menerima hal-hal baru tanpa harus menghilangkan jati diri?

Semoga tulisan ini menjadi bahan pemikiran kita bersama, demi menyongsong masa depan yang tak bisa kita perkirakan nantinya. Selamat Hari Pendidikan Nasional tahun 2020! Digitalisasi harga mati, masa pandemi kita koreksi diri.

  • Facebook
  • Twitter
  • Google Plus
  • Pinterest
  • Linkedin

Write a comment Cancel reply

Recent Posts

  • Jauh Dari Kampung Halaman, IKPB Cabang Yogyakarta Semarakkan Agustusan di Tanah Rantau
  • Resesi dan Cara Jitu Masyarakat Kelas Menengah dalam Menghadapinya
  • Ibu, Terima Kasih!
  • Sepeda Baru
  • Sekolah Impian

Archives

  • August 2023
  • July 2023
  • June 2023
  • May 2023
  • April 2023
  • March 2023
  • February 2023
  • January 2023
  • December 2022
  • November 2022
  • October 2022
  • September 2022
  • June 2022
  • May 2022
  • April 2022
  • March 2022
  • February 2022
  • December 2021
  • November 2021
  • October 2021
  • August 2021
  • June 2021
  • May 2021
  • April 2021
  • March 2021
  • February 2021
  • January 2021
  • December 2020
  • November 2020
  • October 2020
  • September 2020
  • August 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • May 2020
  • April 2020
  • March 2020
  • February 2020
  • January 2020
  • December 2019
  • November 2019
  • October 2019
  • September 2019
  • August 2019
  • July 2019
  • June 2019
  • May 2019

Categories

  • Beasiswa (2)
  • Fiksi (Cerpen, Puisi, dll.) (199)
  • Kegiatan KMB (17)
  • Non Fiksi (Artikel Ilmiah, Opini, dll.) (209)
  • Prestasi (5)
  • Project KMB (10)
  • Redaksi (20)
  • Tokoh Pemuda (8)
© 2021 Karya Muda Belitung.