Dinamika Pilkades Belitung Timur Tahun 2020
Oleh:
Eki Piroza
Guru SMP Negeri 3 Kelapa Kampit
Editor:
Ares Faujian
Beberapa hari lagi masyarakat Belitung Timur akan melaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kabupaten Belitung Timur, serentak pada tanggal 16 Juli 2020 dengan tetap menerapkan Protokol Kesehatan di seluruh TPS (Tempat Pemungutan Suara). Pada awalnya, pelaksanaan Pilkades ini direncanakan tanggal 09 April 2020. Namun, karena adanya pandemi Covid-19 maka pelaksanaannya diundur dan dijadwalkan kembali menyesuaikan situasi dan kondisi.
Ada sebanyak 20 desa yang ikut gelombang Pilkades serentak ini. Adapun desa yang akan melaksanakan Pilkades Belitung Timur 2020, yaitu Kec. Manggar (Desa Padang dan Desa Kelubi), Kec. Gantung (Desa Gantung, Desa Selinsing, Desa Lilangan, dan Desa Lenggang), Kec. Kelapa Kampit (Desa Pembaharuan, Desa Buding, Desa Mayang, dan Desa Cendil), Kec. Damar (Desa Burong Mandi, Desa Air Kelik, Desa Mengkubang, dan Desa Sukamandi), Kec. Simpang Pesak (Desa Tanjung Kelumpang), Kec. Dendang (Desa Dendang, Desa Jangkang, dan Desa Nyurok), Kec. Simpang Renggiang (Desa Simpang Tiga dan Desa Simpang Renggiang).
Dari jumlah tersebut, terdapat 5 desa yang memiliki pendaftar lebih dari 5 orang (sesuai dengan regulasi yang berlaku), yakni Peraturan Bupati Belitung Timur No. 5 Tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Bupati Belitung Timur No. 9 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa dengan mengacu pada Permendagri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa. Di mana, apabila terdapat lebih dari 5 orang bakal calon yang memenuhi syarat administrasi, maka akan dilakukan seleksi tambahan yaitu Ujian Akademis dan sudah dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2020 bertempat di Auditorium Zahari MZ. Belitung Timur.
Uniknya pada gelaran Pilkades kali ini, terdapat 4 pelamar yang berstatus ASN dan 1 orang dari luar Kabupaten Belitung Timur. Kemudian, dari 20 desa tersebut terdapat 1 desa yang kemungkinan pelaksanaannya akan diundur karena kondisi Force Majure. Desa tersebut ialah Desa Cendil yang masih menunggu keputusan selanjutnya apakah tetap dilaksanakan bersamaan dengan 19 desa lainnya atau tidak. Karena dari informasi terakhir yang beredar akan dilakukan penjaringan ulang. Hal ini disebabkan dari 2 calon tetap kepala desa salah satunya meninggal dunia, sehingga tidak dimungkinkan dilaksanakan. Kalaupun dilaksanakan, tetap masih menunggu keputusan Bupati perihal ini.
Efek Domino Pemekaran Kabupaten Terhadap Desa
Kabupaten Belitung Timur merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Belitung, berdasarkan UU No. 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur. Pada awalnya, Kabupaten Belitung Timur hanya memiliki 4 Kecamatan yakni Manggar, Kelapa Kampit, Gantung dan Dendang. Hingga kemudian kabupaten ini mengalami perkembangan menjadi 7 kecamatan. Yang mana pemekaran ini tentunya berdampak pula dengan pemekaran-pemekaran desa di Kabupaten Belitung Timur.
Adanya pemekaran ini semakin membuka akses pembangunan bagi masyarakat yang lebih luas. Terlihat pembangunan mulai berjalan lebih merata karena ditopang oleh beberapa aspek seperti daya dukung pemerintah kabupaten terhadap desa melalui skema ADD (Alokasi Dana Desa), mirip seperti Dana Desa (DD) namun dari segi jumlah berbeda, serta daya dukung lainnya. Kesemuanya merupakan bagian dari rencana strategis pembangunan kabupaten melalui desa, yang tentunya tujuan akhirnya adalah kesejahteraan rakyat.
Komparasi Desa Hari Ini dan Dahulu
Sering kali banyak orang mengatakan, desa hari ini lebih “enak’’ mulai dari penghasilan tetap perangkat desa, adanya anggaran tetap dari berbagai sumber dana baik itu Dana Desa (Pusat), Alokasi Dana Desa (Kabupaten), Bagi Hasil Pajak, Bantuan Gubernur dan lain-lain. Di mana kesemuanya tersusun di APBDes, dan beberapa kelebihan lainnya. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan dahulu. Yang mana desa hanya menjadi objek pembangunan saja.
Adanya statement tersebut sangatlah beralasan. Perbedaan ini terjadi sejak ditetapkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, mencoba menggeser paradigma pembangunan. Di mana desa diarahkan menjadi subjek dan pembangunan partisipatif masyarakat lebih diutamakan. Karena membangun Indonesia dimulai dari pinggiran dan itu merupakan strategi dari pemerintah, yang dampaknya terlihat saat ini adalah geliat pembangunan di desa sangat signifikan meningkat. Misalnya beberapa fasilitas pendukung kemasyarakatan sudah terbangun serta berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat juga terlaksana.
Namun, di antara semua hal tersebut kiranya yang paling nampak menjadi trend adalah semakin banyaknya tumbuh usaha ekonomi produktif di pedesaan dengan berbagai bentuk, mulai dari pengelolaan wisata, produk dan lain sebagainya dengan dikelola oleh BUMDes, Karang Taruna, Pokdarwis dan berbagai LKD lainnya. Semua hal ini bisa terjadi dengan adanya “Good Will’’ kepala desa untuk memajukan desa. Karena dengan segala instrument yang ada di desa, peran kepala desa sangat berpengaruh, untuk menentukan maju atau tidaknya desa tersebut.
Pilkades dan Dinamika Politik Lokal
Aktivitas pemilihan kepala desa merupakan aktivitas politik yang menunjukkan bagaimana proses demokrasi terjadi di desa. Dalam penelitian Sadu Wasistiono (1993), pemilihan kepala desa tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dinamika politik yang terjadi di desa. Pilkades tidak semata perebutan kekuasaan atau bagaimana strategi kampanye dilakukan agar mendapat dukungan dari masyarakat desa. Akan tetapi lebih dari itu juga menyangkut gengsi, harga diri, dan kehormatan, sehingga sering kali di berbagai daerah proses Pilkades ini menimbulkan konflik di masyarakat.
Studi tentang desa sesungguhnya telah dilakukan dan ditulis oleh para peneliti sejak lama. Salah satunya di Pedesaan Jawa yang dilakukan Prijono Tjiptoherjanto dan Yumiko M. Prijonopada tahun 1983 yang melakukan penelitian tentang desa di Jawa terkait dengan perubahan yang terjadi di desa. Dua hal yang menjadi fokus penelitian tersebut, yaitu musyawarah dan gotong royong. Di mana kedua peneliti ini mencatat bahwa terjadi perubahan fundamental yang disebabkan oleh perubahan sosial, ekonomi, dan pergeseran kepemimpinan kepala desa yang tidak lagi menjadi “Bapak’’ bagi rakyatnya. Peran kepala desa bergeser dari pemimpin ke administrator. Perubahan-perubahan tersebut erat kaitannya dengan masuknya nilai-nilai luar (modern) ke dalam masyarakat desa.
Dinamika politik di tingkat desa terasa nyata di kehidupan masyarakat karena langsung menyentuh kepentingan dari masyarakat sehingga diyakini ini lebih memengaruhi kehidupan setiap hari dibandingkan politik nasional. Dengan berbagai kelebihannya sebagaimana yang telah diuraikan di atas, menjadi “Kepala Desa’’ menjadi sebuah ajang yang menarik untuk diikuti. Hal ini ditandai dengan dari berbagai latar belakang pendidikan, usia dan pengalaman setiap calon. Bahkan khusus untuk Pilkades serentak di Kabupaten Belitung Timur 2020 ini terdapat beberapa calon dengan usia muda (di bawah 35 tahun), dan hal ini menarik untuk dikaji.
Penulis yang juga pernah berprofesi menjadi pendamping desa pemberdayaan (PDP) Kecamatan Kelapa Kampit berkeyakinan bahwa, dengan banyaknya calon, masyarakat diberikan berbagai alternatif pilihan sesuai dengan ketertarikan mereka terhadap visi dan misi yang disampaikan oleh calon kepala desa. Di mana, menjadi kepala desa adalah sebuah amanah yang besar untuk membawa masyarakat menuju titik sejahtera.