Doktor Muda Belitung, Cum Laude di ITB
Kamis (25/06/2020), Hesty Susanti resmi menyandang gelar Doktor pada program studi S3 Teknik Fisika di ITB (Institut Teknologi Bandung). Wanita muda yang tinggal di jalan Rahat Tanjungpandan ini memulai pendidikannya di TK Trisula Tanjungpandan, SD Negeri 9 Tanjungpandan (kelas 1), SD Negeri 39 Tanjungpandan (kelas 2 s.d kelas 6), SMP Negeri 1 Tanjungpandan (kelas 1), SMP Negeri 2 Tanjungpandan (kelas 2 s.d kelas 3), SMA Negeri 1 Pangkalpinang, S1-S3 di ITB, lalu sempat merasakan kuliah S3 di Ruhr-Universität Bochum (Jerman).
Sejak SD, Hesty sudah menggemari matematika. Pelajaran ini ia sukai karena terinspirasi oleh guru SD-nya yaitu Ibu Fatimah, karena mengajar dengan metode yang unik. Bahkan ia menyebutkan bahwa, dalam dunia keilmuan engineering secara umum termasuk Teknik Fisika, matematika memiliki fungsi sebagai bahasanya.
Perjalanan di bangku sekolah mewarnai hari-harinya dalam hikmah memilih dan jujur dengan kemampuan. Berkali-kali mutasi sekolah membuat Hesty belajar dalam membentuk pribadi yang rasional dan haus akan keilmuan. Dan sampailah ia pada penghujung di sekolah menengah atas bersama Kepala Dinas Pendidikan Prov. Kep. Bangka Belitung saat ini, yaitu Bapak M. Soleh sebagai kepala sekolahnya di SMA pada waktu itu.
Peringkat wahid selalu diraih Hesty selama di SMA, kecuali di kelas 3 pada semester akhir. Fokus pada tujuan SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) membuat peringkatnya tergeser. Namun kado indah dihadiahkan dengan masuk kampus ITB mulai dari S1 (2004-2008), lanjut ke S2 (2008-2010), dan menerima jalur beasiswa LPDP untuk di S3 (2016-2020).
Untuk di pendidikan S3, Hesty mengakui telah mengikuti delapan kali sidang hingga lulus (25/06/2020) saat ini. Maka dari itu ketika sidang terakhir, ia tak lagi grogi berada di hadapan para penguji. Dan di masa pendidikan Doktor ini ia menemukan hal lain dari dirinya. Yaitu, sifat diri yang terdalam, batas kesabaran, dan menyadari bahwa ilmu yang dimilikinya harus dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Sempat berada di Jerman membuatnya menambah pengalaman hidup, khazanah pengetahuan dan budaya ala Eropa. Di mana, hidup di sana mengajarkan kita tentang pengelolaan riset dan pendidikan yang baik, kultur disiplin, kebersihan dan toleransi.
Karya-karya Hesty pada saat S3 sangat menyentuh konteks di Indonesia. Yang mana karya-karyanya terdiri dari 3 jurnal internasional, 2 jurnal nasional, 4 prosiding internasional, 1 prosiding nasional, 2 paten dan 1 buku teks.
Hesty menuturkan, edukasi di keluarga sangat menentukan perkembangan diri seorang anak. Di dalam keluarganya diajarkan bagaimana menghargai potensi masing-masing.”Di masyarakat kita, pada umumnya yang dianggap pintar jika mendapat nilai 100 untuk semua mata pelajaran. Jadi, yang punya bakat di bidang lain, seperti olah raga atau seni bahkan dianggap tersier. Padahal selayaknya tidak seperti itu. Kami di rumah dihargai semua potensinya oleh orang tua.” ungkapnya.
Maka dari itu, apa pun bakat yang dimiliki, kepercayaan diri harus menjadi bagian penting. Selanjutnya, apa pun yang dipilih harus diyakini dan bertanggung dengan setiap pilihan. Di lain hal, kunci sukses dalam menempuh pendidikan bagi Hesty adalah iklim belajar dan lingkungan yang kompetitif.
“Tapi pada dasarnya, kalau diri kita sendiri berkualitas, ditempatkan di manapun tetap akan berkualitas. Dengan catatan, secara mental kita harus kuat. Standar kecerdasan umum, kalau yang pintar itu hanya jago di bidang ilmu eksakta saja itu harus dicoret. Kalau tidak seperti itu, kita tidak akan maju.” tegas Hesty.
Hesty berpesan kepada generasi muda Belitung agar kita tidak lupa dengan kampung halaman. Artinya, keterikatan dengan tanah kelahiran dan tempat dibesarkan adalah hutang tanggungjawab bagi kita yang pernah berada di Belitung. Oleh karena itu Hesty aktif di beberapa organisasi dan komunitas untuk membuat melek generasi muda akan perubahan dan tantangan zaman. Misalnya seperti di IKPB Pusat dan Komunitas Karya Muda Belitung (KMB).
Menurut Hesty, generasi muda Belitung terutama perempuan harus memiliki daya. Dalam artian, perempuan harus memiliki kecakapan diri, jati diri, dan juga kepercayaan diri. Menjadi perempuan harus berdaya dan mampu menjadi subjek penuh kehidupan. Jadi, perempuan harus memiliki hak berkarya dan menuntut ilmu. (AR)