Etika Bisnis Pedagang Etnis Tionghoa
Oleh: Hari Trianto, S.Pd.
Guru Sosiologi SMA Negeri 1 Simpang Pesak
Kab. Belitung Timur
Editor: Ares Faujian
Indonesia adalah negara yang memiliki pluralitas tinggi dengan berbagai suku, agama, ras, bahasa dan lain sebagainya. Dalam konteks etnis sosial tertentu, yaitu mengenai etnis Tionghoa adalah salah satu etnis yang keberadaannya tersebar di banyak tempat di negara ini dan hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar di wilayah mereka tinggal.
Masyarakat Tionghoa biasa ditemui dengan pola permukiman yang mengelompok yang oleh masyarakat umum dikenal dengan sebutan Pecinan. Etnis ini juga sering dijumpai pada wilayah yang bersifat urban atau perkotaan, sehingga kenyataan tersebut terkadang menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi kehidupan mereka, khususnya pada corak mata pencaharian kedalam perkerjaan yang bersifat khas perkotaan yakni perniagaan atau perdagangan.
Etnis Tionghoa secara familier memang dikenal oleh banyak orang sebagai suatu kelompok yang identik dengan hal-hal yang bersifat ekonomis. Pada orang-orang di lingkungan sekitar pun kita akan dengan mudahnya mendapatkan berbagai anggapan-anggapan tentang mereka, seperti mereka diidentikkan dengan suka berbisnis, pintar dalam manajemen keuangan, berpenghasilan besar, tegas, serius dan sebagainya.
Potret kepiawaian dalam menjalankan usaha serta kehidupan perekonomian yang terbilang mapan dapat kita temui di berbagai wilayah di Indonesia. Apalagi kalau kita menyempatkan untuk mengunjungi pasar-pasar yang ada di kota-kota, maka kita akan dengan mudah menjumpai toko-toko yang dimiliki oleh mereka.
Posisi dan capaian kesuksesan etnis Tionghoa di sektor perdagangan ini tidak sepenuhnya begitu saja muncul dengan sendirinya. Namun, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor sosial-historis, politik dan kebudayaan yang kemudian mendorong mereka untuk berkonsentrasi di wilayah perkotaan dan bergelut di bidang perdagangan.
Dari sisi rekam jejak sosial-historis, kedatangan mereka ke nusantara pada sekitar abad ke-15 silam memang pada awalnya tidak terlepas dari kepentingan ekonomi, yaitu kepentingan menyangkut perihal berdagang, sehingga sampai sekarang ini mereka masih terinspirasi dari latar belakang motivasi merantaunya nenek moyang mereka tersebut, serta merawat prinsip hidup yang telah diteladankan. Prinsip kehidupan ini diwujudkan ke dalam pola kehidupan sehari-hari, seperti prinsip bekerja yang rajin atau giat dan bekerja keras, sederhana, hemat dan lain sebagainya.
Suatu hal yang tidak terpisah, pengaruh politis juga turut memberikan andil pada terkonsentrasinya orang-orang Tionghoa di perkotaan dan dalam bidang perdagangan. Dimana pada zaman kolonialisme dan imperialisme Belanda, rezim tersebut telah menggunakan orang-orang atau lebih tepatnya para pedagang Tionghoa sebagai alat untuk kepentingan monopoli dagangnya di nusantara. Mereka dengan sengaja telah melakukan segenap upaya pengekangan terhadap mobilitas gerak komunitas ini agar tetap berada di wilayah urban lewat berbagai kebijakan politik praktis.
Selain itu, karena kepentingan pihak Belanda akan eksploitasi ekonomi juga telah menempatkan serta memastikan mereka pada sebuah peranan dan kedudukan ekonomis. Peranan dan kedudukan ini ialah sebagai jembatan perantara jual-beli dalam hubungan dagang mereka dengan penduduk etnis Indonesia asli, yang merupakan produsen komoditas-komoditas hasil bumi yang dibutuhkan oleh Belanda.
Pasca negara Indonesia merdeka, khususnya pada periode pemerintahan Orde Baru juga memiliki pengaruhnya tersendiri, dalam kurun waktu pemerintahan Orde Baru dengan mengatasnamakan “Pembangunan” sebagai jargon politik juga kemudian mendiskriminasi keturunan Tionghoa dari bidang budaya, politik, dan sosial. Lalu menggiring mereka untuk berfokus hanya pada bidang ekonomi.
Dengan menggandeng isu komunis dan identitas, mereka mendapat perlakuan yang sulit untuk melamar pekerjaan di berbagai instansi pemerintahan, belum lagi hambatan yang bernuansa status sosial dan stereotype dari masyarakat luas kepada mereka. Hal ini pun semakin menyulitkan mereka untuk mencari pekerjaan di luar perdagangan.
Inilah yang turut menyebabkan dan menguatkan suatu realitas bahwa etnis Tionghoa cenderung hidup mengelompok dan berada di wilayah yang bersifat urban atau perkotaan. Hal ini karena wilayah tersebut memberikan kondisi yang ideal bagi pekerjaan yang bersifat perniagaan.
Masa penjajahan Belanda dan rezim orba adalah masa yang signifikan mempengaruhi terkonsentrasinya komunitas ini hanya pada pekerjaan berdagang. Mereka seolah diperkenankan untuk berselera terhadap bidang perdagangan. Namun, walaupun mereka menjalani kehidupan sosial, politik, dan budaya yang tertekan, akhirnya membuat mereka menggeluti bidang tersebut secara totalitas dan serius serta mampu berhasil dan maju pesat.
Berkisar sekitar soal capaian kesuksesan golongan etnis Tionghoa pada bidang bisnis dagang dan pertautannya dengan pengaruh mata rantai historis birokrasi-birokrasi, sejatinya bukanlah semata faktor penyebabnya. Ada faktor lain yang turut berkontribusi menjadi latar belakang pencapaian mereka tersebut, yaitu faktor etika bisnis yang diterapkan oleh para pedagang etnis Tionghoa itu sendiri dalam manajemen usahanya.
Para pedagang Tionghoa dalam memanajemeni dan praktik menjalankan usahanya senantiasa menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis yang baik. Berikut ini akan dipaparkan seperti apa prinsip-prinsip dari etika bisnis yang diterapkan oleh pedagang beretnis Tionghoa dalam menjalankan usahanya.
Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi ialah suatu prinsip yang menujukkan sikap kemandirian. Pedagang etnis Tionghoa memiliki cara tersendiri dalam menjalankan roda bisnisnya. Mereka umumnya menjalankan usahanya tanpa membutuhkan bantuan dari tenaga tambahan atau karyawan. Sedari dulu mereka memang lebih mengutamakan untuk memberdayakan peran aktif anggota keluarga di dalam menjalankan usahanya. Sehingga hal ini pula yang menurut beliau menyebabkan tetap terjaganya kepiawaian etnis-etnis Tionghoa dalam dunia perdagangan, oleh karena pelibatan-pelibatan anggota keluarga dalam praktik berbisnis mampu menjadi sebuah wahana pembelajaran bagi anak-anaknya mengenai seputar dunia berdagang.
Prinsip Kejujuran
Pedagang etnis Tionghoa juga memegang prinsip kejujuran yang tinggi. Kejujuran bagi mereka merupakan modal utama dalam berdagang. Karena dengan kejujuranlah mereka bisa membangun kepercayaan kepada pembeli untuk terus berlangganan.
Mereka tidak meremehkan prinsip kejujuran dalam berbisnis. Karena bukan saja hanya membuat pelanggan yang sudah pernah mendapat kesan kekecewaan atas perbuatan atas ketidakjujuran mereka berpindah ketempat lain, namun juga bisa menjangkit ke pelanggan-pelanggan lain dari mulut ke mulut. Tentunya ini jelas lambat laun akan mematikan usaha mereka sendiri, jika pelanggan yang datang ke tokonya berkurang secara konsisten, kendati secara perlahan.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan salah satu prinsip yang paling penting dalam praktik bisnis yang dilakukan oleh pedagang Tionghoa dalam menjalankan usahanya. Prinsip keadilan bisa dilihat dari mekanisme pemberian gaji, dimana gaji karyawan laki-laki akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan gaji karyawan perempuan.
Titik tolak dari pembedaan ini adalah dari segi beban kerja yang diemban oleh masing-masing. Karyawan perempuan lebih berfokus untuk pekerjaan yang hanya sebatas melayani pembeli yang datang. Berbeda dengan karyawan laki-laki yang biasanya lebih mengambil bagian kerja untuk urusan angkat-muat barang bila saat ada barang dari distributor yang datang, maupun pada saat mengantar barang ke tempat pelanggan bila ada yang membeli barang dalam jumlah banyak.
Di samping itu, karyawan laki-laki dalam hal waktu kerja seringkali melewati batas jam kerjanya. Entahkah itu karena masih mengurusi urusan bongkar barang dari distributor ke gudang toko, maupun dalam urusan mengantar barang ke tempat pelanggan.
Praktik bisnis atau perilaku ekonomi bangsa Tionghoa yang memiliki sambung kait yang erat dengan kaidah-kaidah ajaran tradisionalnya telah menjadikan mereka pengusaha ataupun pedagang yang cukup sukses dengan membentuk sikap-sikap kewirausahaan yang baik, sehingga mereka senantiasa menjaga keberlangsungan jalannya usahanya dan secara konsisten mendapatkan keuntungan, serta secara tidak langsung menghindari usahanya dari risiko kebangkrutan
Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip lainnya dalam konsep berdagang yang diterapkan oleh etnis Tionghoa yang berdagang adalah prinsip saling menguntungkan. Sikap yang mengedepankan prinsip saling menguntungkan nampak dari tindakan memberikan potongan harga dan penerapan sistem tawar-menawar kepada pembelinya pada saat transaksi jual-beli.
Prinsip mutualisme juga mereka terapkan dalam membina jaringan dagang dengan mitra bisnisnya. Lewat proses wawancara diketahui mereka selalu berusaha untuk menepati perjanjian dan juga memenuhi setiap kesepakatan. Misalnya, tepat waktu dalam membayar setoran ke agen distributor barangnya dan membayarkan nominal sesuai kesepakatan harga awal.
Prinsip Integritas Moral
Prinsip integritas moral dalam menjalankan bisnis yang dicerminkan oleh pedagang Tionghoa terlihat melalui cara melayani pembeli yang datang kepadanya. Mereka melayani pembeli dengan senantiasa bertutur kata yang baik, ramah serta sopan.
Perilaku bisnis secara bermoral juga ditunjukkan pedagang Tionghoa dalam penetapan keuntungan pada setiap barang yang dijualnya. Pedagang Tionghoa rata-rata menjual barang dengan harga yang lebih murah dari harga secara umumnya. Mereka juga menaruh harga yang sesuai dengan nilai kualitas yang terkandung di dalam barang tersebut. Jika barangnya memang berkualitas tinggi, maka harga juga otomatis akan menyesuaikan, begitu pula dengan sebaliknya.
Dengan senantiasa menerapkan etika bisnis yang baik pada praktik bisnis, inilah membuat usaha etnis Tionghoa jalankan terjamin keberlangsungannya, serta meminimalisir terjadinya aktivitas ekonomi yang buruk. Alhasil, ini akan menjaga kepercayaan pelanggan maupun mitra bisnisnya dan mendongkrak keuntungan bagi usahanya tersebut, sehingga mampu membawa mereka mencapai kemapanan dalam menjalankan usahanya dan meraih capaian yang sukses di berbagai tempat di Indonesia.
.
Keterangan:
Tulisan ini merupakan hasil studi penelitian di Pasar Kec. Gantung Kab. Belitung Timur tahun 2017