Gaya Hidup Hedonisme di Kalangan Remaja
Oleh: Rayhan Fairuz Aqram
Siswa Kelas Sosioliterasi G4 SMAN 1 Manggar
Editor: Bryant Hadinata
Perkembangan teknologi dan arus globalisasi zaman sekarang menyebabkan banyak informasi dengan mudah didapatkan oleh banyak orang, tak terkecuali remaja. Salah satu dari sekian banyak informasi tersebut adalah tentang gaya hidup. Para remaja diperlihatkan tentang gaya hidup orang-orang kaya atau artis-artis terkenal yang berfoto di belakang bangunan megah, jalan-jalan ke luar negeri, pergi ke tempat-tempat ternama, bahkan menggunakan barang-barang yang bermerek dan mahal. Hal tersebut memicu gaya hidup hedonisme yang ditiru oleh kalangan remaja.
Gaya hidup hedonisme ini lebih terasa di perkotaan. Mengapa? Karena masyarakat di kota lebih modern, sehingga mendapatkan arus informasi dan fasilitas yang lebih lengkap. Mereka menganggap uang adalah kesenangan yang utama. Hal itu juga diperkuat dengan banyaknya tempat hiburan, restoran, diskotik, cafe-cafe, dan bangunan berarsitektur tinggi.
Mengutip dari merdeka.com, dalam kamus Collins Gem (1993: 97) dinyatakan bahwa hedonisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup. Hedonisme juga berarti paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan hidup semata-mata. Dengan kata lain, orang-orang yang bergaya hidup hedonisme identik dengan hidup bermewah-mewahan dan mencari kenikmatan. Mereka juga menganggap bahwa sesuatu yang mengecewakan atau tidak mendatangkan kesenangan dinilainya tidak baik.
Alasan remaja berperilaku hedonisme ini diakibatkan oleh 2 faktor, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan pengaruh dari luar. Hal ini disebabkan oleh lingkungan di sekitarnya maupun informasi dari media sosial yang banyak bersinggungan dengan kebudayaan dan moral. Faktor internal merupakan pengaruh dari diri sendiri. Hal ini berhubungan dengan pola pikir dan identitas diri. Menurut Sarwono (1989: 14), salah satu faktor yang memengaruhi gaya hidup adalah konsep diri.
Kembali mengutip dari merdeka.com, orang yang bergaya hidup hedonisme terbagi menjadi 3 macam. Ada yang menganggap bahwa manusia memang diciptakan lahiriah untuk menginginkan kesenangan (Psychological Hedonism). Ada yang menganggap bahwa kesenangan adalah sesuatu yang harus dikejar dan kekecewaan adalah sesuatu yang buruk (Evaluative Hedonism). Ada juga orang yang mengejar kesenangan tersebut, tetapi juga paham dengan konsekuensinya (Rationalizing Hedonism).
Ketika membahas tentang hedonisme, pikiran kita pasti langsung tertuju ke arah yang negatif. Ternyata, gaya hidup hedonisme ini juga memberi dampak positif. Contohnya ialah mendapatkan kebahagiaan diri sendiri. Ketika orang tersebut mendapatkan sesuatu yang ia inginkan, hal tersebut membuat dirinya menjadi lebih baik. Hal ini juga memacu orang tersebut bekerja keras untuk mencapai targetnya.
Namun di sisi lain, hedonisme ini memiliki dampak negatif. Orang-orang yang berpaham hedonisme ini sering mengorbankan banyak hal, seperti waktu, uang, tenaga, bahkan orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut membuat pola hidupnya menjadi materialistis, apatis, dan egois. Bagi remaja, gaya hidup ini juga mengakibatkan perubahan perilaku dan pola pikir, sehingga berpengaruh terhadap motivasi dan minat belajar.
Gaya hidup hedonisme ini berhubungan dengan perilaku konsumtif, yakni gaya hidup berlebihan yang sering membelanjakan uangnya tanpa pertimbangan yang matang. Perilaku konsumtif ini sering dilakukan oleh remaja.
Mengutip dari 123dok.com, menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif pada remaja disebabkan karakteristik psikologis remaja yang masih berada dalam proses pencarian jati diri, serta emosi remaja yang cenderung labil menyebabkan mereka mudah terkena pengaruh lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2019), diketahui bahwa sebanyak 53,2% subjek memiliki perilaku konsumtif yang sedang, 46,1% subjek berperilaku konsumtif tergolong rendah, dan sebanyak 0,7% subjek tergolong dalam kategori tinggi.
Gaya hidup ini tentu bertentangan dengan prinsip bangsa Indonesia, yakni Pancasila sila kelima dan Pembukaan UUD 1945 paragraf 4 (tujuan bangsa Indonesia). Perilaku bermewah-mewahan dan memperlihatkan kekayaan berlebihan bertentangan dengan butir sila kelima Pancasila. Hedonisme ini juga tidak sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tertera pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Salah satu tujuan bangsa Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsa yang mana bangsa Indonesia merupakan bangsa yang spiritual, cerdas, peduli terhadap sesama, dan mengutamakan kepentingan bersama, bukan membentuk suatu bangsa yang hedonis, apatis, dan terlalu mementingkan diri sendiri.
Gaya hidup hedonisme ini telah dianggap biasa dan umum di kalangan remaja. Menurut penulis, setiap remaja di zaman sekarang ini butuh sebuah validasi atau pengakuan. Validasi tersebut bisa didapatkan dari pergaulan masyarakat maupun lawan jenis. Validasi ini berhubungan juga dengan proses pencarian jati diri remaja itu sendiri. Hal tersebut mendorong para remaja untuk memperlihatkan dan mengejar apa yang mereka inginkan tersebut sehingga muncullah gaya hidup hedonisme di kalangan remaja ini. Para remaja juga ingin membentuk sebuah identitas atau citra diri sehingga mendapatkan kepercayaan oleh masyarakat.
Solusi dari penulis terhadap fenomena ini adalah membingkai ulang pola pikir remaja itu sendiri. Sebelum masuk ke proses dan hasil, hal yang diperlukan adalah mengetahui identitas diri. Identitas diri ini berupa kapasitas dan kemampuan diri. Para remaja harus bisa mengendalikan dirinya agar tidak terjerumus ke hal tersebut. Para remaja juga harus memiliki kesadaran tentang perilaku-perilaku yang dilakukannya. Selain itu, para remaja juga harus bisa untuk menyaring informasi yang masuk sehingga informasi yang bertentangan tersebut dapat berkurang.
Harapan penulis ialah para remaja bisa mengurangi perilaku konsumtif pada dirinya sehingga gaya hidup berlebihan ini bisa berkurang. Hal ini bisa dengan mengalokasikan uang tersebut untuk meningkatkan kualitas diri, seperti membeli buku, pergi ke tempat olahraga, mengikuti workshop atau seminar, melakukan hobi yang bermanfaat, bahkan berinvestasi dengan menabung, sehingga hal tersebut lebih bermanfaat dibandingkan mengejar suatu materi yang kebahagiaan/ kesenangan tersebut hanya sementara. Semoga dengan artikel ini bisa membuka pikiran baru, bahwa kita harus bisa mengatasi banyaknya budaya luar yang bertentangan masuk ke Indonesia, dan kita harus tetap melestarikan budaya kita serta tetap mengikuti perkembangan di zaman modern ini.
Referensi:
https://www.merdeka.com/jabar/pengertian-hedonisme-beserta-penyebab-dan-dampaknya-kln.html
https://123dok.com/document/q59l6mjz-hubungan-gaya-hidup-hedonis-perilaku-konsumtif-remaja.html/
M. Prawiro (2020). “Pengertian Hedonisme Dalam Sosiologi, Penyebab, Dampak, dan Ciri-ciri Hedonisme “, https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-hedonisme.html
Ranti Tri Anggraini dan Fauzan Heru Santhoso (2019). “Hubungan antara Gaya Hidup Hedonis dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja”. Gadjah Mada Journal of Psychology Volume 3, No. 3, 2017: 131-140 ISSN: 2407-7798