Genie (Bagian 4)
Oleh: Bryant Hadinata
PRANGG!
“Ya Tuhan! Saya sungguh minta maaf! Saya tidak sengaja!” pelayan menumpahkan minuman tepat di meja kami berdua. Buyar sudah ceritaku pada Tom.
Setelah segala kekacauan di meja kami beres, Tom barulah bertanya, “Sampai mana tadi kita?”
“Bagus sekali. Aku sudah lupa. Dan waktu kita tidak banyak untuk membahas ini.”
“Tidak apa. Langsung ke intinya saja. Oh iya, soal pohon harapan tadi.” kata Tom mengingatkan diriku.
Kami mulai kembali masuk ke dalam kisah fantasiku walaupun hanya sedikit banyak yang kuingat.
Saat Genie berdoa dan memegang akar gantung dari pohon berwarna putih itu, ia sungguh mempesona. Seolah-olah alam semesta ini hanya melirik padanya. Kemudian, aku ingat saat itu Genie berkata kalau waktu yang kita punya tidak banyak. Genie memberikanku pesan untuk kembali ke rumahnya. Begitu kami terbang kembali ke rumahnya, tanpa gangguan dari si kurcaci itu, Genie menyuruhku untuk kembali ke kamarku melalui lemarinya tempat diriku keluar. Aku sangat kebingungan, kenapa aku harus masuk ke kamarku, kembali pada realita? Sedangkan, di sini aku merasa lebih merasakan kehidupan yang aku mau.
Aku pun membantah tentunya. Tapi kemudian Genie bernada pelan kepadaku, “Kau tidak perlu khawatir. Setiap malam saat kau ingin, kau bisa langsung masuk ke lemarimu dan bayangkan saja pintu lemariku ini. Kau harus bangun sekarang.”
Bangun?
Dan ya, benar saja. Aku ternyata terbangun di atas ranjang tidur milikku.
Suasana pagi dari balik jendela pun terlihat. Aku melihat ke segala penjuru kamar hingga ke lemari.
Semua ini hanya mimpi? Tanya diriku yang sedang kebingungan setengah mati. Aku bahkan sampai mencubit tanganku sendiri. Kali ini aku sungguh tidak mampu untuk membedakan mana kenyataan dan mana yang merupakan mimpi. Ini sangat aneh!
Aku pun langsung beranjak dari ranjang dan hal pertama yang ku sentuh adalah gagang lemariku. Aku membukanya, dan tentu saja tidak ada pintu lagi di dalam lemari. Aku mulai yakin Genie hanyalah karakter fantasi di mimpiku. Semua itu tidak nyata. Mungkin. Aku masih ragu. Ragu sekali. Sangat ragu.
Setelah menjalani hariku yang biasa, saat malam tiba aku langsung menuju ke kamarku. Aku belum memberitahukan soal lemari ini ke ibuku. Ia tidak mungkin percaya. Semua orang pun aku yakin tidak akan percaya. Aku saja masih sulit untuk percaya. Untuk itu di malam kedua ini aku berusaha membuktikan.
Aku berjalan ke arah lemariku dan aku berdiri tepat di depannya. Aku mulai membuka lemari antik itu. Dan tidak ada apa-apa di dalamnya. Hanya pakaian. Iya. Tidak ada yang spesial. Tentu saja aku tidak menyerah begitu saja. Aku pun masuk ke dalam lemari, dan menutup pintu lemariku. Gelap gulita. Ini mulai tampak seperti permainan lemari yang sangat menyeramkan. Aku segera membayangkan Genie dan lemarinya.
Terus berusaha walaupun setelah beberapa detik berjalan tidak ada apa-apa. Hanya rasa takut akan gelap. Secara spontan, cahaya yang terang muncul di belakangku seperti dari balik pintu dan aku mendorongnya. Aku pikir aku berada di kamar. Ternyata tidak. Aku berada di tempat persis seperti kemarin. Rumah yang dihiasi dengan perabotan kayu yang unik. Dan berbentuk lingkaran. Persis seperti rumah Genie. Aku bisa membuktikan ini bukan mimpi sekarang. Ini semua yang telah aku alami adalah nyata.
“Eugene! Kau kembali?” suara gadis yang lembut terdengar. Itu Genie yang sedang duduk menatap diriku yang sedang melamun.
Dengan senyuman aku menjawabnya. Dengan sumringah aku berjalan kepadanya. Dengan perasaan yakin kalau semua mimpi indah ini adalah nyata aku melangkahkan kakiku di atas lantai kayu yang hangat ini. Genie memegang tanganku dan tersenyum dengan manis. Rasa manis yang tidak dapat kutahan. Bagaimana mungkin ada gadis secantik ini yang mau berteman dengan anak laki-laki yang pendiam, suram, dan aneh seperti diriku ini.
Di sekolah pun jarang ada kawan kelas yang berusaha mendekatiku dengan ikhlas. Mungkin karena tidak ada yang menarik dari hidupku. Tapi, kenapa Genie yang baru saja mengenalku mau mengajakku ke tempat ia berada, bahkan memberi izin untuk berada di rumahnya? Dan lagi, penuh hal menarik pada dirinya dibandingkan denganku.
Ada rasa untuk mempertahankan apa yang ku rasakan dan yang ku alami ini. Ada rasa ingin menghancurkan siapa saja yang berani mengacaukan apa yang ku rasakan dan ku alami ini. Tapi, apakah semua ini abadi?
Aku tidak peduli. Aku hanya bocah kecil saat itu. Yang kami pedulikan hanyalah bermain dengan penuh canda dan tawa, tanpa harus memikirkan masa depan dan masalah orang dewasa. Kali ini, Genie mengajakku untuk pergi ke suatu tempat yang aku yakin pasti akan sangat menarik dan unik. Sayapku sampai terbalik karena rasa semangat yang tinggi.
Genie memperbaiki sayapku, kemudian ia mulai memasang sayapnya dengan anggunnya. Aku tidak akan pernah bosan dengan pemandangan ini. Sepertinya apapun yang ia kenakan akan sangat cocok untuknya, kecuali untuk kurcaci tua semalam. Aku berdoa semoga aku tidak bertemu dengan kurcaci itu lagi. Jika perlu, aku akan berdoa di pohon harapan untuk masalah sepele ini.
Genie mengajakku untuk terbang kembali bersamanya. Kami pun mampir ke satu pulau kecil yang kali ini lebih luas dan terbentang padang rumput luas dengan beberapa pohon yang memiliki dahan dengan lengkungan yang indah dan berbentuk amat unik.
“Tunggu hingga malam hari. Aku ingin memberikanmu kejutan.” kata Genie padaku.
“Ta-tapi, aku rasa akan sangat lama untuk menunggu di sini sampai malam.” bantah aku.
Dengan senyuman manis, Genie membalas, “Kau tahu pohon harapan yang aku sudah kasih tunjuk padamu kan? Aku sudah memohon untuk itu.”
Aku tidak mengerti sama sekali apa yang ia katakan. Untuk menjawab kebingunganku, Genie memberi perintah untuk menutup mataku. Lalu, ia menghitung tiga sampai satu. Aku pun membuka mataku dan alangkah terkejutnya dengan suasana yang mendadak menjadi suasana malam dengan langit yang dihiasi bintang-bintang menawan. Aku dapat melihat galaksi walaupun jauh dari sini. Sangat, sangat tak mungkin aku dapat menemukan pemandangan ini di dunia nyata saat ini. Beberapa detik berlalu, kunang-kunang muncul seketika dari segala penjuru.
Genie mengajakku untuk bermain bersama ribuan kunang-kunang yang muncul dan menemani kami. Pemandangan langit dihiasi bintang sudah cukup berarti untukku. Ditambah lagi terdapat banyaknya kunang-kunang. Bonus tambahan spesial, ada Genie yang menemaniku dan setia menjadi kawan mainku.
Semua mimpi indah itu nantinya akan berakhir dengan Genie yang berkata, “Kita harus kembali.”
Setelah itu aku terbangun seperti biasanya. Tapi, semua itu bermanfaat sekali untuk penyemangat hariku. Setiap malam, setiap hari, aku selalu masuk ke dalam lemari layaknya portal dimensi lain. Aku tidak pernah berbagi kisah bahagia ini kepada siapapun, bahkan ibuku sendiri. Karena aku takut jika aku mengatakan semuanya, portal lemari ini akan hilang tanpa tanda-tanda. Aku akui aku serakah. Aku ingin bersama dengan Genie lebih lama lagi. Mungkin hingga aku dewasa. Hingga aku tak berdaya. Apapun itu, setelah kejadian yang aneh itu pertama kalinya terjadi dalam hidupku, yang ada di pikiranku hanya Genie.
-Bersambung-

Ilustrasi Gambar: Bryant Hadinata
Bagian 1: https://belitungmuda.com/genie-bagian-1/
Bagian 2: https://belitungmuda.com/genie-bagian-2/
Bagian 3: https://belitungmuda.com/genie-bagian-3/
Bagian 5-Terakhir: https://belitungmuda.com/genie-bagian-5-terakhir/