Get to Know Belitong: Bahasa dan Suku Bangsa (Part 4)
Oleh:
Ares Faujian
Penulis Buku Kompas Negeri Laskar Pelangi
Pemimpin Redaksi belitungmuda.com
Bahasa
Bahasa yang digunakan di Pulau Belitung adalah Bahasa Melayu Belitong. Dengan dialek atau aksen yang berbeda antara Urang Darat dan Melayu Pesisir. Bahasa Belitong yang lebih tua diperkirakan adalah bahasa yang digunakan dalam pertunjukkan teater masyarakat lokal, yaitu Dul Mulok. Teater tradisional ini dapat disaksikan rutin setiap tahunnya di Desa Kembiri Kecamatan Membalong.
Bahasa Melayu Belitong cukup mudah dipelajari, walaupun ada istilah-istilah lokal kedaerahan. Penggucapan Bahasa Melayu Belitong seperti Bahasa Indonesia, yang mana setiap akhiran “a” akan digantikan menjadi “e” pepet seperti melafalkan huruf “e” pada kata enam. Pengucapan seperti ini mirip seperti pada bahasa daerah Muntok (Bangka Barat), Pagar Alam (Sumatera Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), Bahasa Melayu Malaysia dan beberapa daerah di Kepulauan Riau. Walaupun seperti itu, tentunya tiap-tiap daerah yang memiliki berbagai kesamaan, tetap memiliki perbedaan mengenai dialek dan istilah kata yang disesuaikan dengan karakter wilayah dan budaya masing-masing.
Selain itu, ciri khas lain Bahasa Melayu Belitong adalah mengubah kata pada huruf “u” menjadi huruf “o”, terutama pada huruf “u” di ujung kata. Hal ini jelas seperti pada kata “Belitong” yang pada Bahasa Indonesianya disebut Belitung. Jeruk menjadi jerok dalam Bahasa Melayu Belitong. Lutung menjadi lutong. Buruk menjadi burok. Busuk menjadi busok. Kerupuk menjadi kerupok. Dan masih banyak lagi.
Perubahan kata tersebut tidak berlaku untuk setiap kata yang ada, misalnya pada kata sabun dan pikun. Orang Belitong tetap mengucapkan sabun dan pikun, tidak mengucapkan sabon atau pikon. Jadi, lebih baik bertanya dulu dengan pemandu wisata, teman yang mengerti Bahasa Belitong atau orang Belitong itu sendiri. Supaya tidak terjadi salah kaprah dan Anda aman dari ejekan rekan atau kerabat Anda. Hehe…
Suku Sawang, etnis Tionghoa dan suku-suku lainnya di Pulau Belitung menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing, di kalangan terbatas. Dalam keseharian, Bahasa Melayu Belitong merupakan bahasa umum yang digunakan sehari-hari dan sebagai bahasa penghubung dalam menjalin harmonisasi komunikasi antarsuku-suku bangsa di pulau ini.
Suku Bangsa
Sebagian besar penduduk di Pulau Belitung adalah suku Melayu yang merupakan penduduk asli pulau ini dan mayoritas beragama Islam. Komunitas Suku Melayu Belitong bertempat tinggal di kampung-kampung yang jauh dari pusat kota dan mereka disebut Urang Darat. Di daerah pesisir Pulau Belitung juga terdapat penduduk asli yang disebut Urang Laut atau Suku Laut.
Dalam buku Kulek Terakhir (2016), Urang Laut Belitong dikenal dengan Suku Sekak atau Suku Sawang yang hidup nomaden. Urang Laut Belitong diperkirakan berasal dari Kepulauan Sulu di Mindanau Filipina Selatan yang mengembara di lautan dan ke berbagai tanjung serta teluk hingga sampai di perairan Kepulauan Bangka Belitung. Kebanyakan orang yang tinggal di pesisir ini adalah suku-suku laut yang datang menetap dan berasal dari daerah-daerah dalam serta luar Indonesia.

Suku Sawang Gantong dalam Foto Dokumentasi Jana Tahun 1960-an
Sumber : Repro/Kulek Terakhir, 2016
Sama halnya dengan Urang Laut, di Pulau Belitung juga terdapat keturunan dari Suku Iranun yang berasal dari teluk Lano di Pulau Mindanau, Filipina Selatan. Keturunan suku ini saat ini diperkirakan bermukim di beberapa wilayah di Pulau Belitung, salah satunya adalah di Kecamatan Kelapa Kampit. Jumlah warga keturunan yang literatur Barat menyebut mereka Illanun diperkirakan sebanyak 2000 jiwa di Pulau Belitung pada tahun 2016 (Wahyu Kurniawan, 2016 : 30).

Sumber : Repro/Kulek Terakhir, 2016
Pada zaman dahulu, Suku Iranun atau yang lebih dikenal dengan nama “Lanun” ini adalah suku bahari yang kuat dan merupakan perompak atau dikenal sebagai bajak laut yang terkenal di Asia Tenggara sekitar pada abad ke-17 hingga awal abad ke-19. Dalam buku Kulek Terakhir : Sebuah Pengantar Sejarah Suku Sawang Gantong (2016), cap sebagai bajak laut ini ada merupakan hasil propaganda bangsa Eropa, yaitu Sir Stamford Raffles dan James Brooke untuk mempengaruhi bangsa Melayu. Alasan perlawanan bangsa Lanun terhadap kesewenang-wenangan bangsa Eropa adalah salah satu faktor pendorong munculnya propaganda atas ketidaksenangan mereka (orang Eropa) karena Suku Iranun amat mengancam situasi perekonomian bangsanya ketika itu.
Tidak banyak referensi tentang Suku Iranun ini di Belitong. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut atau ingin penelitian tentang budaya, Anda harus datang ke daerah Kelapa Kampit (salah satunya) yang masih ada rekam jejak Lanun. Di mana, di sana Anda bisa melihat peninggalan sejarah dan tradisi suku bahari ini yang masih dilestarikan hingga saat ini. Selain suku-suku yang telah disebutkan, di Pulau Belitong terdapat etnis Tionghoa yang pada umumnya adalah keturunan para imigran Cina yang masuk ke Belitong pada masa kolonial Belanda.
Selain kaya dengan pesona alam dan geologinya, Belitong memiliki kekayaan budaya yang tercermin dari keragaman suku bangsanya. Kondisi multikultural di Belitong juga dibentuk oleh suku bangsa yang lain, seperti Suku Jawa, Bugis, Mandar, Madura, Bawean (Buyan), Buton, Batak, Bali, Minangkabau, dan suku-suku lainnya. Seiring berjalannya waktu, asimilasi dan akulturasi merupakan konsekuensi positif dari adanya kondisi yang multikultural ini.
*Gambar Cover: Peta Antik Karya Charles Wilson yang berjudul “Straits of Malacca, Sumatra, Java and Western Borneo” (London, 1870)

Penulis: Ares Faujian
Bagian 1
https://belitungmuda.com/get-to-know-belitong-tentang-nama-part-1/
Bagian 2
https://belitungmuda.com/get-to-know-belitong-peta-geografis-part-2/
Bagian 3
https://belitungmuda.com/get-to-know-belitong-sejarah-singkat-part-3/
Bagian 5
https://belitungmuda.com/get-to-know-belitong-flora-fauna-unik-part-5/
Comment List