Get to Know Belitong: Tentang Nama (Part 1)
Oleh:
Ares Faujian
Penulis Buku Kompas Negeri Laskar Pelangi
Pemimpin Redaksi belitungmuda.com
Selamat datang dan salam kenal. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “tak kenal maka tak sayang dan tak sayang maka takkan cinta”. Peribahasa tersebut begitu singkat namun memiliki makna yang mendalam dan tersirat. Kenal jadi sayang, sayang menjadi cinta? Apakah Anda percaya pada pepatah ini? Hmmm… Percaya ataupun tidak. Semua kembali kepada Anda dan hak Yang Maha Pencipta sebagai sang eksekutor takdir.
Anda harus berhati-hati ketika sudah tahu tentang Belitong. Terlebih lagi ingin mengenal lebih jauh tentang pulau ini. Anda tahu risiko dan segala konsekuensinya? Ada pepatah yang mengatakan bahwa “cinta itu berawal dari mata dan akan turun ke hati, jika pernah datang maka akan kembali lagi”. Pepatah ini dipertegas dengan pepatah dari Belitong yang mengatakan bahwa, “Jika seseorang sudah minum air Belitong, maka suatu saat dia akan kembali lagi ke pulau ini”.
Percaya atau tidak, semua itu memang pernah benar-benar terjadi. Bahkan ada yang diajak oleh temannya berkunjung hingga tidak pulang lagi. Tidak pulang lagi? Jadi ke mana mereka? Apakah mereka mati? Mereka tidak mati, kawan. Hanya saja cinta mereka yang sudah mati. Cinta mati dengan yang namanya Negeri Laskar Pelangi ini. Hehehe…
Tentang Nama
Belitong atau Pulau Belitung dahulu dikenal dengan nama “Billiton” pada saat zaman kolonial Belanda. Hal ini dibuktikan dengan beberapa karya peta kuno yang menuliskan lokasi Pulau Belitung dengan tulisan Billiton. Walaupun penduduk lokal ketika itu tetap menamakan “Blitong”. Di dalam “Malays Relaas” dari 1783 juga tertulis Bangka dan Blitong (Cornelis De Groot, 1887).
Menurut tradisi lisan masyarakat lokal yang dibukukan dalam judul Sastra Lisan Bahasa Melayu Belitong (1992). Penamaan kata Belitong berasal dari cerita rakyat masyarakat setempat yaitu kepanjangan dari ‘Bali terpotong’ yang disingkat menjadi Belitong. Singkat cerita, konon katanya karena kemurkaan sang raja di Pulau Bali yang mengetahui putri (anaknya) yang diasingkan karena penyakitnya itu melahirkan anak dari seekor anjing. Yang selanjutnya muncul cerita Hikayat Raja Berekor. Selanjutnya karena raja malu dan skandal tersebut merendahkan martabat kerajaan. Maka sang raja marah dan mengutuk putri tersebut. Sehingga terjadilah angin kencang, gelombang pasang dan tanah di semenanjung utara tempat putri diasingkan akhirnya terpisah dan hanyut terbawa arus ke utara pulau.
Akhirnya, gundukan tanah raksasa yang terpotong itu berhenti di sebelah timur Pulau Sumatra karena dilemparkan jangkar oleh dua nelayan yang melihatnya. Adalah Batu Baginde yang merupakan pasak atau tempat mengikat tali jangkar nelayan tersebut agar gundukan tanah dari Pulau Bali ini tidak berjalan ke mana-mana lagi. Dengan lokasi yang menghasilkan panorama yang ciamik dari ketinggian sekitar 250 meter. Saat ini Batu Baginde atau Gunong Baginde dikenal sebagai objek wisata geosite Geopark Belitong dengan batu granit besar yang terletak di Pulau Belitung bagian selatan, yakni di Padang Kandis Kecamatan Membalong.

Sumber: Dokumentasi Ares Faujian, 2016
Cerita rakyat tentang ‘Bali Terpotong’ ini sudah lama mengakar pada masyarakat Belitong dan tidak menutup kemungkinan ada versi-versi yang lain. Namun dalam terjemahan tulisan Cornelis De Groot (1887) yang menyatakan dari informasi yang ia dapatkan dari sesepuh yang paling tahu tentang sejarah pulau ketika itu, bahwa Belitong berasal dari Pulau Bali yang telah dipotong-potong. Dongeng rakyat bahwa pulau-pulau dalam Archipel Hindia Timur berasal dari patahan dari Pulau Bali yaitu Belitong.
Jauh lagi lebih lampau, menurut peta antik terbitan Roma tahun 1580 karya Giacomo Gastaldi dengan judul “Il Disegno Della Terza Parte Dell’ Asia [Gastaldi’s Wall Map of SE Asia with extra panels!]” yang diunduh melalui situs https://www.raremaps.com. Diperkirakan lokasi Pulau Belitung saat itu bernama Beleiton.

Sumber: Repro petabelitung.com
Penulisan nama Belitung sendiri juga ditulis dalam berbagai versi tulisan, seperti Bilitong, Billiton, Blitong dan Blitung (Wahyu Kurniawan, 2017 : 71). Selain itu, nama Belitong juga pernah ditulis Blitoeng, Billitongh, Blitongh, Bliton, Billeton dan mungkin masih ada penulisan nama-nama yang lainnya. Tidak ada nama yang tetap atau baku untuk menuliskan nama Belitong pada zaman dahulu. Perbedaan negara atau wilayah menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam penamaan atau penulisan untuk suatu daerah dan pulau tertentu.

Penulis: Ares Faujian
Bagian 2
https://belitungmuda.com/get-to-know-belitong-peta-geografis-part-2/
Bagian 3
https://belitungmuda.com/get-to-know-belitong-sejarah-singkat-part-3/
Bagian 4
https://belitungmuda.com/get-to-know-belitong-bahasa-dan-suku-bangsa-part-4/
Bagian 5
https://belitungmuda.com/get-to-know-belitong-flora-fauna-unik-part-5/
One Comment