Ibu, Terima Kasih!
Oleh: Hazizah Haspi
Siswa SMPN 1 Gantung
Editor: Ares Faujian
Di suatu desa, ada anak yang hidup dengan satu ginjal. Anak itu bernama Alea. Ia berumur 8 tahun. Setiap harinya, dia hanya merasakan rasa sakit yang amat pedih karena tubuhnya yang tak sempurna itu.
Alea tidak mempunyai teman dan sesosok ayah, tetapi Alea mempunyai seorang ibu yang sangat menyayangi dirinya. Namun, Alea sebenarnya membenci ibunya. Bahkan, Alea pernah ingin mencelakai ibunya, karena Alea membenci ibunya itu disebabkan dulu ibunya telah memisahkan dirinya dari ayahnya.
Ayah Alea adalah seorang pemabuk. Ia suka berjudi. Ibunya sering menjadi tempat pelapisan dari ayahnya. Pelampiasan itu terjadi jika ayahnya gagal mendapatkan hasil judi.
Ketika ayahnya gagal berjudi, biasanya ayah Alea sering memukuli hingga mencekik ibunya. Alea saat itu masih kecil, dia tidak mengetahui hal-hal yang terjadi seperti itu.
Jika hal-hal seperti itu terus dilanjutkan, tentunya hal ini akan berdampak trauma dan stres. Maka dari itu, ibu Alea memilih untuk bercerai dan membawa pergi anaknya, yaitu Alea.
Sebenarnya, ibunya ingin sekali mendonorkan ginjal kepada Alea. Tetapi ia juga hanya mempunyai satu ginjal dan siap kehilangan nyawa jika kehilangan ginjal yang tinggal semata wayangnya itu. Namun ia sangat ingin Alea bahagia.
***
Pada suatu ketika, ibu Alea mengajak putrinya ke rumah sakit.
“Nak, ayo kita pergi.” ujar ibunya Alea.
“Ke mana, bu?” balas Alea.
Sambil ditarik oleh ibunya, Alea meninggalkan rumah dengan melihat sepucuk surat yang tak biasa di atas meja makan.
Sambil berjalan keluar rumah, ibu Alea berbincang dengan putrinya.
“Ibu, kita mau ke mana?”
“Alea temeni Ibu ya! Ibu mau melihat teman ibu di rumah sakit.”
Sambil tersenyum simpul, ibunya Alea tak banyak melihat wajah anaknya. Karena ia yakin akan banyak pertanyaan yang muncul. Alea sebenarnya tidak setuju ingin menemani ibunya ke rumah sakit. Tapi karena dipaksa, Alea pun ikut mengiringi kepergian ibunya pada hari itu.
Sesampai di rumah sakit, ibunya bergegas ke ruang yang jarang dilalui oleh seseorang berpenyakit biasa. Alea tidak tau apa-apa, karena ia masih kecil. Yang ia rasakan pada saat itu hanya kekesalan karena ibunya memaksa dirinya untuk ke rumah sakit. Padahal hari itu adalah hari pelaksanaan ekskul yang sudah ia tunggu-tunggu, yaitu dokter cilik.
“Alea, ini kita di rumah sakit. Alea ikut saja apa kata dokter. Yang pasti, ibu tetap masih ada di sini juga, seperti kamu. Kita bantu temannya ibu ya?”
“Memangnya teman ibu sakit apa? Terus nanti saya harus ngapain?”
“Nanti ikut kata perawat dan dokter saja ya! Tenang saja, nanti kita akan satu ruangan. Kita berdoa yang terbaik untuk teman ibu ini.”
“Memangnya teman ibu sakit apa?”
Ibunya Alea tidak membalas pertanyaan anaknya tersebut. Ia hanya tersenyum simpul dengan penuh keyakinan kepada anaknya.
Perlahan ibunya memasuki ruang operasi, berikut pula dengan Alea. Alea bigung, ia tidak tau apa yang akan ia lakukan. Namun ia ingat kata-kata ibunya untuk mengikuti apa kata perawat dan dokter.
Setelah dalam kurun waktu lebih dari 5 jam, mata Alea terbangun dari pejam. Ternyata ia telah dibius selama itu, dan masih mengantuk, di tempat ruangan operasi. Dia merasakan seperti ada yang aneh padanya.
Ia melihat ke sekeliling ruangan. Ternyata ada 1 dokter yang lengkap dengan pakaian seperti seorang pembedah, berikut pula perawat-perawat di sekitarnya, berjumlah 3 orang. Dia bertanya kepada dokter ini.
“Dok, ini ada apa ya?”
Sepertinya Alea masih dalam keadaan bius bedah. Ia lupa kalau tadi pagi ia ke rumah sakit bersama ibunya.
“Alea, sekarang Alea sudah mempunyai 2 ginjal.” ucap dokter bedah itu sambil tersenyum walaupun tertutup maskernya.
Alea mengerutkan dahi. Ia bingung dan masih lupa ia di mana. Namun ia paksakan untuk memikirkan apa dan ke mana ia pergi hari itu.
“Ginjal? Ginjal siapa dok yang satunya?”
Ternyata obrolan di ruang itu tak berjalan lama. Karena Alea masih dalam pengaruh biusnya. Lalu, datanglah sosok yang ia kenal. Mirip ibunya, namun bukan. Ternyata perempuan yang sedikit lebih muda dari ini ialah adik dari ibunya. Ia memegang kepala Alea sambil mengusap matanya yang berkaca-kaca.
“Alea, bagaimana kabarnya? Apakah sudah baikan?”
“Oh, tante. Sudah. Ibu ke mana ya, tante?”
Perempuan itu tidak banyak bercerita tentang ibunya Alea. Ia hanya berpesan bahwa mereka bersama-sama akan bertemu ibunya segera.
***
Setelah beberapa hari kemudian, adik ibunya Alea bercerita tentang keadaan yang sebenarnya terjadi kepada Alea dan ibunya.
“Apa?! Jadi ginjal yang satunya ini milik ibu ya, tante?”
“Ia Alea. Sudah jangan menangis. Ibu kamu sebenarnya ada penyakit lain yang tak bisa disembuhkan. Maka dari itu, ginjal itu adalah peninggalan hidupnya untuk kamu.”
Alea sangat terpukul dengan informasi yang baru saja ia dapatkan. Ia tak menyangka bahwa ginjal yang baru ia dapatkan satunya itu milik ibunya sendiri. Alea pun terkejut bukan main. Karena ibunya hanya
mempunyai satu ginjal.
Kini, ibunya telah meninggal. Alea sangat menyesal. Ia menyesal dengan apa yang telah dia perbuat kepada ibunya selama ini.
Alea membuka surat yang ada di atas meja. Surat itu bertuliskan, “Dunia tetap berjalan, dan kamu harus tetap hidup ya Alea.” Terdapat pesan pula tentang cerita mengapa ibunya dan ayahnya berpisah.
-Selesai-