Integritas Nasional dalam Gelora Modernisasi
Oleh: Fitri Adella*
Editor: Ares Faujian
Kemajemukan bangsa Indonesia tergambar dari suku bangsa, ras, dan budaya yang membalutnya. Menurut data dari BPS pada tahun 2010, terdapat kurang lebih 1.340 suku bangsa di Indonesia. Sebuah jumlah yang terdengar fantastis! Lalu, bagaimana mungkin suatu negara bisa tetap berdiri kokoh dengan perbedaan sebanyak itu?
Perbedaan tentu adalah hal yang tidak bisa dipungkiri harus diterima dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap orang dituntut harus mengedepankan tujuan bersama, yaitu persatuan dan kesatuan. Tentu ini bukanlah hal yang mudah untuk diwujudkan mengingat jika setiap orang, setiap kelompok, pasti memiliki tujuan dan keinginan yang berbeda-beda, namun hal tersebut bukan juga hal yang mustahil untuk dilakukan.
Tidak sedikit perjuangan yang dibutuhkan untuk mempertahankan keutuhan Negara Republik Indonesia tercinta ini, mulai dari sebelum maupun pasca-kemerdekaan, peran semua orang sangat dibutuhkan untuk menjaganya tetap utuh dan bisa hidup berdampingan satu sama lain. Integritas adalah salah satu poin penting sebagai pilar untuk menjaga kesatuan tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian integritas adalah mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Integritas sangat diperlukan dalam menghadapi era revolusi industri yang terus berganti-ganti. Tentunya modernisasi sebagai bagian dari eksistensi era revolusi industri menjadi isu sosial yang harus terus dinamis serta manusia wajib adaptif akan hal ini.
Koentjaraningrat (2000) mengemukakan bahwa modernisasi merupakan suatu usaha untuk hidup sesuai zaman dan konstelasi dunia sekarang, terutama yang ditandai dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perlu diketahui modernisasi bukan hanya sebuah proses untuk mengembangkan kemampuan teknologi dan ilmu pengetahuan, namun juga modernisasi dalam pola pikir serta sebagai solusi terbaru dan lebih efektif dalam pemecahan masalah.
Andi Suwirta & Arlin Adam (2012) pada sebuah jurnalnya menyatakan jika proses modernisasi dan pembangunan pasca kemerdekaan melahirkan banyak harapan agar Indonesia merupakan “proyek bersama” bagi semua anak bangsa. Namun seiring berkembangnya zaman, modernisasi justru seringkali menimbulkan krisis integritas dalam diri masyarakat terutama pada pemuda-pemudi sebagai generasi emas yang akan menentukan nasib bangsa di masa depan.
Integritas adalah salah satu pendidikan karakter yang sudah harus ditanamkan sejak dini supaya mengakar kuat dan membangun seseorang menjadi karakter yang memiliki tingkat kesadaran tinggi akan nasionalisme dan patriotisme. Lingkungan membawa pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter seseorang, lingkungan yang baik akan menciptakan pribadi yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
Seperti yang kita ketahui, pada era modernisasi ini pola pikir masyarakat cenderung lebih mementingkan kepentingan individu (individualisme), sedangkan solidaritas adalah salah satu pilar penting untuk menjaga integritas suatu bangsa. Jika salah satu pilarnya telah rapuh, nasib apa yang akan dihadapi bangsa ini di masa yang akan datang?
Sikap individualisme bisa menjadi penyebab timbulnya sikap acuh dan menghilangnya budaya gotong royong yang selama ini menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Individualisme sering kali menentang tujuan kelompok dan mengedepankan tujuannya sendiri .Hal yang terlihat kecil seperti ini justru bisa menimbulkan dampak yang besar. Salah satu contohnya adalah terciptanya konflik yang berlandaskan pemaksaan kehendak karena lebih mementingkan kepentingan individu ketimbang kepentingan bersama yang kemudian menjadi akar dari sebuah perpecahan.
Gotong royong layaknya sebuah pembuluh darah dalam tubuh bangsa Indonesia, saling berkaitan dan harus dijaga dengan baik. Dalam sebuah pidatonya, Ir. Soekarno pernah berkata, “Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan ‘gotong royong’. Negara yang kita dirikan harus Negara gotong royong”.
Selama ini, tidak sedikit masyarakat yang menganggap jika gotong royong hanya terbatas pada kerja bakti di lingkungan masyarakat. Padahal, gotong royong sendiri berdiri di skala yang lebih luas, yaitu sebagai tradisi untuk saling tolong-menolong dalam berbagai aspek sosial yang akhirnya menimbulkan solidaritas antarindividu dan kelompok.
Akhirnya, sebenarnya modernisasi tidak selalu membawa dampak negatif bagi integrasi bangsa. Jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik, justru akan memberikan dampak positif bahkan justru bisa menjadi pemacu terbentuknya persatuan dan kesatuan. Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, setiap orang bisa berkomunikasi dengan lebih mudah satu sama lain, sehingga bisa membuka pola pikir menjadi lebih luas.
Pola pikir yang lebih terbuka inilah yang nantinya bisa menciptakan rasa saling peduli, serta akses yang lebih mudah untuk mendapatkan informasi dan lain sebagainya. Karena sejatinya, di masa-masa yang akan datang, dunia akan selalu berubah.
Mengikuti perkembangan bukan berarti mengorbankan tradisi lama, terutama tradisi yang aslinya mengandung nilai-nilai penting bagi suatu bangsa. Akan tetapi, mempertahankan dan melestarikan tradisi tersebut kemudian mampu untuk mengakulturasikannya menjadi solusi yang lebih baik dan efektif nan penting.
*Penulis adalah siswa Kelas Sosioliterasi Gen 2 SMA Negeri 1 Manggar
Pic by Indeks News Banten