Jangan Abai, Wabah Belum Usai!
Oleh: Junaidi
Wakil Sekretaris Bid. Agama
KNPI Belitung Timur
Editor: Ares Faujian
Covid 19 sudah merata tersebar di seluruh negara bahkan benua-benua di dunia. Kehadiran virus ini tidak ubahnya seperti agen perubahan yang dapat memberikan dampak esensial bagi ekosistem kehidupan manusia, bahkan hewanpun merasakan dampaknya. Tak ayal, awal kehadiran covid ini ditakuti dan dikhawatirkan banyak manusia. Sebelum datang di Indonesia pun sudah ribuan nyawa manusia melayang.
Keganasan virus kecil yang tidak terlihat itu, entah sudah berapa juta nyawa yang telah direnggutnya. Menurut (CNBC Indonesia, 27/07/2021), pada tanggal 17 Juni 2021 yang lalu saja sudah melebihi 4 juta kasus kematian. Namun, tetap saja ada sebagian kecil yang berpendapat virus itu tidak ada sama sekali, dan menurutnya itu adalah bohong belaka. Video yang viral satu bulan yang lalu di media sosial memperlihatkan dua orang yang sedang santainya dengan menghirup napas dari seorang pasien yang terpapar Covid 19. Artinya, hal ini merupakan suatu perilaku anti logis yang seharusnya tidak dilakukan untuk orang yang waras dan tak gila sensasi.
Sebagai makhluk (insan basyariah), tentu kita memiliki rasa takut terhadap sesuatu yang membahayakan apalagi terkait nyawa. Ketakutan itu muncul berawal dari ketidaktahuan dan kurangnya pemahaman terkait virus tersebut. Kekhawatiran pasti ada, tapi tidak perlu berlebihan (lebay) dan merasa sombong atau tidak takut dengan virus tersebut juga tidak dibenarkan. Khawatir atau takut yang dimaksud adalah menjauhi virusnya dengan berikhtiar, menjaga kesehatan, mengikuti vaksinasi, taat pada peraturan pemerintah dan mendekatkan diri pada Allah SWT.
Masih ingat betul ketika awal kedatangan virus ini sangat ditakuti. Satu tahun silam waktu penulis datang dari daerah zona merah dan tiba di daerah zona hijau, di Belitung Timur. Di mana, kehadiran penulis sangat membuat takut warga setempat, dan penulis pun mendapatkan cibiran, padahal waktu itu penulis berstatus negatif. Akan tetapi, ketika masyarakat telah terbiasa, sudah tahu apa itu virus Covid 19, dan bagaimana cara untuk tidak terpapar dengan menjalankan prokes 5M, sekarang sepertinya mulai meremehkan keberadaan virus tersebut. Terutama perilaku ‘abai’ terhadap prokes dan beraktivitas melebihi hari biasa (normal) menjadi hal yang lumrah disaksikan, bahkan sampai ada yang menggelar hajatan.
Penyebab awal meledaknya penyebaran virus ini bemula dari tradisi mudik lebaran idul fitri 1442 H/ 2021 M. Yakni, beberapa bulan yang lalu dengan kenaikan kasus 53% dan kasus kematian sebesar 12% di minggu ke-3 setelah lebaran dan angkahnya terus naik bertambah hingga sekarang (Kompas Pedia, 27/07/2021).
Tradisi pulang kampung ini memang sangat sulit untuk dihindari. Karena hal itu telah menjadi tradisi tahunan yang mendarah daging bagi masyarakat muslim Indonesia. Yang mana, hal ini dilakukan untuk bersilaturrahim dan berkumpul dengan sanak keluarga di hari penuh kemenangan nan mulia itu. Apalagi bagi perantauanyang bekerja dan mencari nafkah di pulau seberang, yang sudah dipastikan sangat jarang bertemu dengan keluarga dan sudah sepatutnya untuk berhari raya dengan orang terdekatnya. Tapi sadarilah, keadaan sekarang ini sangat jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelum datang dan mewabahnya Covid 19 tersebut.
Kehadiran Covid 19 ini secara umum banyak memberikan dampak positif dan negatif, bagi tatanan kehidupan manusia dan masyarakat luas. Dampak positifnya menurut seorang psikologi Samuel Paul Veissiere, Ph.D yang penulis kutip dari tulisan Risna Halidi pada laman (Suara.com, 07/08/2021). Pertama, manusia lebih peduli dan mengutamakan kesehatan. Hal ini terbukti dengan antusiasnya masyarakat berolahraga dan mengkonsumsi makanan serta minuman yang banyak mengandung manfaat bagi ketahanan dan kekebalan tubuh. Kedua, seluruh dunia bergandengan tangan dan berkerja sama, baik dalam menciptakan dan memproduksi vaksin serta berbagi alat kesehatan. Ketiga, manusia saling membantu satu sama lain. Tidak sedikit yang berbagi dan berkontribusi baik itu dari orang perorangan bahkan juga perusahaan lebih peduli terhadap sesama. Keempat, kualitas udara jauh lebih baik. Hal ini disebabkan berkurangnya mobilisasi manusia dalam penggunaan kendaraan dan asap pabrik. Kelima, hobi yang tertunda bisa terlaksana ketika isolasi di rumah.
Baca Juga:
Adapun dari sisi negatifnya sebagaimana diuraikan dalam tulisan Dr. Jean Mellany di https://www.traveloka.com/id-id/explore/health/pandemi-belum-juga-usai-begini-dampak-negatifcovid-19-bagi-kehidupan-masyarakat/83127. Pertama, rumah sakit kuwalahan dalam menangani pasien Covid 19 yang membludak. Kedua, dampak buruk yang panjang bagi kesehatan. Ketiga, sekolah digelar secara online. Keempat, anak lebih banyak terpapar gadget. Kelima, ekonomi mengalami resesi.
Penulis sepakat dengan sisi negatif dari wabah ini. Karena tidak hanya kesehatan yang terganggu, imbas dari virus ini juga mempengaruhi sistem pendidikan, pekerjaan dan bahkan perekonomian masyarakat. Pemerintah perihal hal ini selalu memikirkan nasib terbaik bagi rakyatnya dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan melalui keputusan, surat edaran dan ketetapan lainya, seperti PSBB, lockdown berskala kecil (desa) dan yang terbaru PPKM. Keputusan-keputasan pemerintah tersebut memang sangat pahit bagi sebagian besar masyarakat dan bahkan akan berdampak buruk bagi masyarakat, terutama perekonomian menengah ke bawah.
Sedikit yang mengetahui tujuan utama dari keputusan itu, bukan untuk merugikan dan mencelakai rakyatnya, namun untuk menghindari keadaan yang lebih terburuk dan terpuruk yang akan dihadapi masyarakat luas bahkan bangsa Indonesia kedepannya. Ibarat pepatah lama, “bersusah payah dahulu bersenang-senang kita kemudian. Bersatu berjuang dahulu terbebas Covid 19 kemudian”.
Tidak mudah untuk bersembunyi dan berlari dari wabah serta dampak yang ditimbulkannya. Namun, bukan berarti peluang untuk menekan dan memukul mundur virus ini bukan berarti tidak ada, tapi sangatlah terbuka lebar. Semuanya itu tergantung dari pribadi masing-masing bergerak untuk maju dan menghadapinya. Hal ini adalah pilihan yang terbaik saat ini yang harus dilakukan, dengan tak lupa mengikuti peraturan dan kebijakan pemerintah. Yang terpenting jauhilah sikap apatis yang hanya akan berdampak buruk bagi diri, keluarga dan orang lain.
Istilah bergandengantangan dan semangat gotong royong masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi terdengar, dan bahkan istilah itu sangat identik serta tersemat dalam kata Indonesia. Tapi apakah itu masih ada dan berlaku? Tanpa ada kekompakan dari pemerintah pusat dan daerah, baik itu dinas maupun kementerian, sebaik apa pun kebijakan tidak akan membuahkan hasil yang lebih baik. Begitu juga bagi masyarakat luas, baik itu organisasi maupun masyarakat biasa. Yang mana, sebaik dan sebagus apa pun peraturan/ kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk mengendalikan wabah ini hanya akan sia-sia jika masyarakat acuh, apatis dan abai terhadap protokol kesehatan.
Virus ini tidak datang dan pergi begitu saja tanpa sebab. Allah berfirman: “telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, sehinga akibatnya, Allah menjadikan mereka merasakan sebagian dari (akibat buruk) perbuatan mereka, supaya mereka kembali ke jalan yang benar.”(QS. Ar-Rum: 41). Kata fasad dalam ayat tersebut mengandung banyak cakupan makna dan pengertian yang luas, seperti kerusakan, kebinasaan, kebathilan dan kekejaman. Ada juga yang memaknai kata fasad dengan kemaksiatan dan kezhaliman. (Tafsir al-Qurtubi jilid 14)
Di samping itu, patut kita sadari kehadiran virus ini juga banyak membawa hikmah dan pelajaran bagi manusia yang memikirkanya. Memang tidak mudah bagi yang kehilangan harta, pekerjaan, uang dan jabatan bahkan nyawa. Akan tetapi itu semata-mata bertujuan untuk mengingatkan manusia supaya untuk lebih bersyukur dan bersabar.
Dan tidak akan lebih sulit bagi yang menyadari, semua yang ada pada makhluk adalah titipan, dan Allah lah pemilik sepenuhnya, yang mengambilnya kembali kapan dan bagaimanapun caranya. Semuanya itu bisa menjadi teguran, ujian, bahkan azab bagi sebagian hambah-Nya. Dan itu bukanlah bagian yang terburuk yang akan dan telah manusia alami, tapi yang terburuk itu ketika manusia tidak bertaubat dan tidak kembali taat pada-Nya dari balik teguran virus kecil tersebut. Ingat datangnya karena ulah tangan manusia (kemaksiatan) dan perginya pun juga karena sebab tangan manusia (ketaatan). Jangan abai terhadap prokes dan jangan lalai terhadap Allah SWT.
Foto:
Shuttershock
Baca Juga: