Jangan Anggap Remeh, Pelecehan Seksual Ada di Sekitar Kita!
Oleh: Anaura Marfirsta
Siswi Kelas Sosioliterasi G4
SMAN 1 Manggar
Editor: Ares Faujian
Pelecehan seksual dapat terjadi kapan saja dan di mana saja mulai dari transportasi umum, ruang publik, lingkungan kerja, rumah, bahkan sekolah. Hal tersebut membuat orang-orang terutama perempuan belum bisa merasakan tempat aman. Pelaku dan korban kekerasan seksual tidak terbatas dari gender dan hubungan. Artinya, perempuan dan laki-laki dapat menjadi pelaku dan korban kekerasan seksual, walaupun yang paling banyak menjadi korban adalah perempuan.
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non-fisik yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Pelecehan seksual termasuk ke dalam kekerasan seksual.
Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, berdasarkan data yang diinput pada tanggal 1 Januari 2022 hingga saat ini dan terdiri dari data yang telah terverifikasi dan yang belum terverifikasi (data yang diinput pada bulan berjalan), terjadi 23.106 kasus kekerasan seksual dengan 21.041 korban perempuan dan 3.787 korban laki-laki. Menurut siaran Pers Komnas Perempuan tentang Catatan Tahunan 2022, pada tahun 2021 tercatat sebanyak 338.496 kasus kekerasan seksual yang telah diadukan. Artinya masih ada korban pelecehan seksual yang tidak mengadukannya.
Sejak kecil, banyak perempuan yang diberi tahu untuk memakai pakaian yang tertutup agar tidak memicu terjadinya pelecehan seksual. Namun, hanya sedikit bahkan jarang sekali laki-laki yang diberi tahu bahwa mau bagaimanapun pakaian perempuan tersebut, tidak boleh melakukan pelecehan kepadanya.
Selain itu, masih banyak masyarakat yang menyalahkan korban karena pakaiannya yang dianggap “terbuka”. Mereka menganggap pelecehan seksual tersebut wajar dialami korban karena pakaiannya mengundang orang-orang untuk melecehkannya. Padahal, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) dengan 32.341 responden, pakaian terbuka yang dikenakan perempuan tidak menjadi penyebab pelecehan seksual.
Hasil survei tersebut yakni, rok panjang dan celana panjang 17%, baju lengan panjang 15,82%, seragam sekolah 14,23%, baju longgar 13,80%, berhijab pendek/ sedang 13,20%, baju lengan pendek 7,72%, seragam kantor 4,61%, berhijab panjang 3,68%, rok atau celana selutut 3,02%. Kemudian, baju atau celana ketat 1,89%, rok atau celana pendek 1,31%, turban atau tutup kepala 0,30%, jaket 0,50%, celana jeans 0,46%, baju agak transparan 0,44%, tanktop/ tanpa lengan 0,36%, berhijab dan bercadar 0,17%, dan terakhir dress sebanyak 0,08%.
Faktor selanjutnya dikarenakan kurangnya atau tidak adanya bukti yang dimiliki korban yang membuat mereka mengurungkan niat untuk melapor. Banyak korban pelecehan seksual yang kasusnya tidak ditangani dengan alasan tidak adanya bukti. Apalagi, jika pelaku merupakan orang yang memiliki kuasa, bisa saja korban pelecehan seksual yang malah mendapatkan hukuman. Bahkan, pelaku dan pihak berwajib ada yang meminta agar kejadian pelecehan seksual tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.
Bagaimana bisa diselesaikan dengan kekeluargaan? Pelaku saja melakukan pelecehan seksual tidak memikirkan dampak kedepannya kepada korban. Maka, pelaku dan oknum-oknum tertentu dengan seenaknya ingin menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
Selain itu, korban sering mendapat perkataan seperti “kenapa tidak menghindar?” atau “kok ga berusaha melawan?” Padahal pada kenyataannya, korban sudah menolak, menghindar, dan melawan. Namun, usaha tersebut sia-sia. Hal tersebutlah yang membuat banyak korban pelecehan seksual enggan untuk mengadukan atau speak up mengenai pelecehan seksual yang dialaminya.
Pelecehan seksual dapat berdampak buruk pada psikis korban. Biasanya korban merasa malu, syok, trauma, frustasi, depresi, mudah marah, mengalami gangguan tidur dan makan, mimpi buruk, ketakutan, dan mengisolasi diri sendiri. Korban juga bisa mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Jika tidak ditangani dengan baik, PTSD dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri.
Dampak psikis dapat menimbulkan dampak fisik juga dampak sosial pada korban pelecehan seksual. Tekanan mental pada korban dapat memicu stres berat, sehingga menimbulkan berbagai dampak fisik, terkena penyakit kelamin, bahkan mengalami kehamilan. Sedangkan, dampak sosial yang dapat menimpa korban yaitu sulit mempercayai orang lain, menutup diri dari lingkungan, takut menjalin relasi dengan orang lain, bahkan korban dapat dikucilkan dan mendapat stigma negatif dari masyarakat karena dianggap aib.
Dari faktor dan dampak yang disebutkan tadi, perlu adanya edukasi kepada masyarakat mengenai pelecehan seksual atau kekerasan seksual yang lingkupnya lebih luas. Berdasarkan kategorinya (hellosehat, 2018), jenis pelecehan seksual dibagi menjadi lima yaitu : 1) Pelecehan gender; 2) Perilaku menggoda; 3) Pemaksaan seksual; 4) Penyuapan seksual, dan; 5) Pelanggaran seksual.
Pelecehan gender adalah pernyataan seksis yang merendahkan seseorang karena gender yang dimilikinya. Contohnya gambar, tulisan, atau lelucon yang merendahkan wanita. Selanjutnya, perilaku menggoda adalah perilaku seksual yang menyinggung dan tidak pantas. Misalnya ajakan seksual yang tidak diinginkan, memaksa untuk kencan, hingga mengirimkan pesan dan telepon yang mengganggu. Kemudian, pemaksaan seksual adalah pemaksaan aktivitas seksual dengan ancaman hukuman yang membuat korban merasa takut dan tidak memiliki kekuatan untuk menolak ajakan tersebut. Penyuapan seksual adalah permintaan aktivitas seksual dengan janji imbalan. Terakhir adalah pelanggaran seksual. Contohnya menyentuh, merasakan, meraih secara paksa, atau penyerangan sosial. (hellosehat, 2018)
Tahun 2022 merupakan tahun bersejarah bagi gerakan penghapusan kekerasan seksual di Indonesia khususnya perempuan dan anak-anak. Karena pada tanggal 12 April 2022 lalu, DPR RI akhirnya mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) setelah memakan waktu 10 tahun. UU TPKS yang disahkan DPR RI memuat sembilan tindak pidana kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik. Hal ini tentu tidak lepas dari dukungan dan desakan masyarakat Indonesia yang sudah peduli mengenai pelecehan seksual. Berbagai gerakan dan kampanye dilakukan demi disahkannya UU TPKS.
Pelecehan seksual bukanlah suatu hal yang bisa diremehkan. Harapannya, dengan adanya UU TPKS dapat menjadi payung hukum dan momentum bagi negara untuk hadir dan memberi keadilan serta dukungan bagi korban pelecehan seksual.
Namun, UU TPKS ini tidak akan berjalan dengan lancar jika kita tidak melakukan perubahan. Sebagai remaja, kita harus mengambil langkah besar dalam hal ini. Dimulai dari contoh kecil seperti membagikan info mengenai pelecehan seksual di media sosial dan tidak melakukan pelecehan seksual. Lalu, jika ada orang di sekitar kita yang mengalami pelecehan seksual, kita harus merangkul dan menghiburnya, jangan dibiarkan sendiri. Kita juga bisa mengikuti, bergabung, atau bahkan membuat komunitas, kegiatan, dan gerakan peduli pelecehan seksual.
.
Refrensi/Daftar Pustaka:
hellosehat. (2018, January 25). Bukan Cuma Pemerkosaan, Ini Berbagai Jenis Pelecehan Seksual. Retrieved November 30, 2022, from Hello Sehat website: https://hellosehat.com/sehat/berbagai-jenis-pelecehan-seksual/
SIMFONI-PPA. (2022). Retrieved November 23, 2022, from Kemenpppa.go.id website: https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan
detikcom, T. (2019, November 27). Viral Korban Disalahkan, Simak Lagi Survei Relasi Pelecehan Seksual-Pakaian. Retrieved November 23, 2022, from detiknews website: https://news.detik.com/berita/d-4800553/viral-korban-disalahkan-simak-lagi-survei-relasi-pelecehan-seksual-pakaian
Redaksi Halodoc. (2022, August 29). Dampak kekerasan seksual pada psikis dan fisik yang perlu kamu ketahui. Retrieved November 24, 2022, from halodoc website: https://www.halodoc.com/artikel/hati-hati-ini-dampak-kekerasan-seksual-pada-psikis-dan-fisik-korban
SONYA HELLEN SINOMBOR. (2022, April 12). UU TPKS Disahkan, Tonggak Awal Penghapusan Kekerasan Seksual. Retrieved November 30, 2022, from kompas.id website: https://www.kompas.id/baca/dikbud/2022/04/12/uu-tpks-disahkan-perjuangan-untuk-korban-masih-panjang