Katanya Laskar Pelangi
Aku terombang ambing di lautan Hawa
nafsu yang mendunia
pikiran seperti merajalela
seperti rasa kopi
menawarkan pahit maung yang ada
Raga seperti mati
tapi jiwa kemana-mana
Ruang hidup yang tak berarah
bagaikan topang terbelah dua
lemah dan sirna
Ketika aku merantau
dan berpulang kembali
Sewaktu teringat kutipan sajak “Seonggok Jagung” karya W.S. Rendra
“Apa gunanya pendidikan,
Ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata:
“di sini aku merasa asing dan sepi”.
Belitung, negeri yang kaya
Laskar Pelangi katanya,
Generasi yang berjiwa, berdedikasi
namun apa daya dengan politisi…
sekaligus orang-orang berdasi…
Kami bukan yang banyak janji,
hanyalah mencari sesuap nasi
tak ada suara memadai,
Orang dalam, katanya
O, negeri yang katanya Laskar Pelangi,
Timah- timah, alam yang membumikan
Tapi mengapa banyak sarjana tak berdasi
antar lamaran sana-sini
dimuntahkan kata-kata yang bergejolak hati
penuh, tidak sesuai jurusan
akhirnya inovasi usaha sendiri
Negeri yang katanya Laskar Pelangi,
tapi mengapa banyak orang-orang
berlarian membawa panci
sampai di sepanjang hari
Sedang orang-orang berdasi membawa sanaknya sana-sini
O, negeri yang katanya Laskar Pelangi,
Tapi lihatlah bencana alam yang terjadi
Sawit-sawit merajalela
Timah-timah berlubang membinasa
setetes air membuat bencana
Negeri yang katanya Laskar Pelangi,
Alam-alam yang membumi
bahkan terdengar sampai pelosok negeri
Perikanan, perkebunan, kaolin, timah dan tambang
tapi mengapa tanah di jual sendiri
Lalu, apa kabar dengan generasi masa kini,
Alam menjadi habis
hidupan liar terancam musnah
Gerakkan tangan membangun negeri
namun terkadang tak dihargai
Generasi-generasi yang haus akan duniawi
seperti salah dengan persepsi sendiri
Seandai negeri ini,
yang bergerak dengan hati nurani
bukan amplop sana-sini
Masyarakat bermandiri
menjadi negeri yang demokrasi
Puisi karya Angga Aprinasta Putra
(Kelapa Kampit, 9 Juni 2020)