Kelas Sosioliterasi, Inovasi Literasi di Masa Pandemi
Oleh: Ares Faujian, S.Pd.
Guru SMA Negeri 1 Manggar
Juara Nasional Guru Dedikatif dan Inovatif
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun 2020
Masa pandemi Covid-19 menjadi masa-masa yang suram bagi dunia pendidikan Indonesia. Masalah sosial yang digadang-gadang melalui sumber biologis (Covid-19) ini menjadi sebuah ancaman besar bagi keberlangsungan peningkatan SDM, dikarenakan ruang gerak dan ruang aktivitas masyarakat terbatas (physical–social distancing). Sehingga secara dominan kegiatan pembelajaran pun terpaksa harus dilakukan secara kombinasi, daring, hingga baring, sesuai dengan status darurat daerah masing-masing.
Masa pandemi ini, peran guru sangat sentral bagi terlaksananya proses pembelajaran sebagaimana mestinya. Dalam hal ini, guru dituntut untuk berpikir kreatif-inovatif agar pembelajaran tetap berjalan dengan segala daya dukung, tantangan dan hambatannya. Kreativitas-inovasi guru pun di masa pandemi kini diuji, terutama guru bersertifikat pendidik, yang katanya guru profesional.
Dedikasi guru juga menjadi salah satu kunci penentu. Karena unsur kreatif-inovatif tanpa dedikasi itu akan menjadi inkonsistensi, alias tidak akan bertahan lama karena masa pandemi ini membuat orang jenuh dengan keadaan, malas, hingga mati gaya (tidak kreatif). Hal ini akan diperparah apalagi tidak didukung dengan fasilitas yang memadai, yakni gawai/ laptop yang layak, kuota internet, dan jaringan yang stabil.
Hambatan-hambatan tersebut ibarat ombak yang besar dan harus dilalui dengan komitmen menyelesaikan tugas, semangat tinggi melayani, dan daya tahan dalam menghadapi rintangan. Selanjutnya, konsolidasi internal dan kerjasama yang baik dengan stakeholders, hingga kebaruan strategi pembelajaran adalah cara bagaimana pembelajaran di masa pandemi ini tetap mendapatkan hasil yang baik dan terbaik dalam keberlangsungan proses pendidikan.
“Kelas Sosioliterasi” adalah salah satu wujud kebaruan strategi pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Di mana kelas yang pembelajarannya dilaksanakan secara daring-luring (kombinasi) ini merupakan kelas dengan strategi pembelajaran menulis yang mengembangkan keterampilan abad 21 “4C” pada mata pelajaran Sosiologi yaitu:
- Berpikir kritis (critical thinking), yang merupakan aspek penting untuk mengolah pengetahuan, wawasan, dan cara berpikir seseorang untuk ditransformasikan sebelum menjadi sebuah tulisan.
- Kreativitas (creativity) atau kemampuan berkreasi, yang dalam hal ini peserta didik diharapkan mampu mengkreasikan informasi dan pengetahuan menjadi bentuk ide atau gagasan unik/orisinil/baru.
- Komunikasi (communication) atau keterampilan berkomunikasi yang merupakan langkah mengomunikasikan pikiran dan pengalaman menjadi sebuah tulisan.
- Kolaborasi (collaboration) atau peserta didik berkolaborasi/bekerja sama atau saling sharing untuk memperbaiki tulisan dan dalam aksi literasi sosial, serta berkolaborasi-mitra dengan pihak media massa untuk menerbitkan tulisan siswa.
Nama kelas “Sosioliterasi” berasal dari dua kata yaitu, dari kata ‘Sosiologi’ dan ‘literasi’. ‘Sosiologi’ ialah ilmu yang mengkaji tentang masyarakat. Sedangkan kata ‘literasi’ (KBBI) berarti kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Sehingga “Kelas Sosioliterasi” dapat diartikan, yaitu kelas yang mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup melalui mata pelajaran Sosiologi, khususnya ihwal ini adalah kecakapan/ keterampilan menulis di media massa serta aksi literasi sosial sebagai edukasi sosial bermasyarakat bagi perserta didik.
Kompetensi menulis peserta didik dapat dimunculkan bahkan ditingkatkan jika guru menggunakan strategi membentuk kelas menulis. Strategi pembelajaran kelas menulis akan efektif apabila keberadaannya direncanakan dengan baik, dieksekusi, serta pada akhirnya menerbitkan karya literasi di media massa berikut diarsipkan menjadi buku.
Selama ini, banyak sekali ide/ gagasan siswa serta praktik baik yang tidak dapat memberikan manfaat berkelanjutan karena minimnya dokumentasi dalam bentuk tulisan. Ide/ gagasan serta praktik baik tersebut lepas begitu saja tanpa adanya manfaat lebih lanjut untuk masyarakat karena tidak dipublikasikan melalui media massa.
Oleh sebab itu, Kelas Sosioliterasi dibentuk guna membangkitkan motivasi dan minat siswa menulis, membantu siswa meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan inovatif, memfasilitasi siswa untuk menulis, memublikasikan karya melalui media massa agar bermanfaat bagi masyarakat, dan akhirnya diarsipkan (buku) untuk referensi bacaan bagi generasi selanjutnya.
Selain itu, adanya keberadaan dinamika fenomena sosial di masyarakat selalu menarik perhatian apabila dikaji/ dianalisis, bahkan ditulis dalam bentuk artikel/ opini. Di mana, pembelajaran Sosiologi yang memiliki kajian tentang masyarakat ini akan hampa apabila tidak ditulis/ diarsipkan sebagai cara meninggalkan warisan literasi. Dengan mengarsipkan data melalui tulisan, kita dapat mengetahui ide/pola pikir, metode, strategi, hingga solusi kreatif seorang penulis muda dalam memahami suatu gejala sosial di masyarakat, termasuk di masa pandemi Covid-19.
Selanjutnya, Kelas Sosioliterasi ini memiliki aksi literasi sosial yang merupakan proses edukasi dan pembelajaran bermakna (meaningful learning) bagi peserta didik tentang pentingnya hidup dalam bermasyarakat. Yang mana, belajar bermakna atau meaningful learning oleh David Paul Ausubel ini merupakan suatu proses dikaitkannya informasi-informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dahar dalam Trianto, 2007: 25). Sehingga unsur kebaruan Kelas Sosioliterasi ini menjadi penting di masa pandemi, karena ihwal ini adalah sebuah solusi pembelajaran dengan literasi menulis dan dilengkapi aksi literasi sosial. Wujud aksi literasi sosial ialah bakti sosial kepada warga sekitar yang terdampak pandemi.
Tantangan terbesar mewujudkan capaian Kelas Sosioliterasi di SMA Negeri 1 Manggar adalah meningkatkan minat menulis, serta merubah mindset peserta didik dengan alasan-alasan pesimis mereka, seperti merasa tidak berbakat menulis dan tidak hobi menulis. Selain itu, tantangan besar lainnya yakni melatih dan memotivasi mereka agar bisa menulis di media massa itu sendiri. Karena kita ketahui, bagi guru saja, minat menulis apalagi menulis di media massa adalah sesuatu yang jarang. Itu pun dilakukan karena ‘kepepet’ untuk naik pangkat/ golongan. Berangkat dari hal tersebut, program Kelas Sosioliterasi ini dibuat sebagai wujud inovasi literasi menulis di media massa bagi peserta didik. Yang mana strategi pembelajaran ini adalah yang pertama kali dilakukan di Provinsi Kep. Bangka Belitung.
Program yang direncanakan dan didesain pastinya memberikan manfaat untuk memacu atau memperbaiki kualitas insan dalam berliterasi. Dalam hal ini, program Kelas Sosioliterasi diharapkan efektif, menumbuhkembangkan budaya literasi, hingga mewariskan peninggalan (produk) yang berguna untuk sekolah dan masyarakat luas. Selanjutnya, karya kelas Sosioliterasi ini bermanfaat pula bagi kalangan guru. Yaitu memotivasi guru untuk ikut aktif menulis di media massa.
Produk literasi siswa yang diterbitkan di media massa memberikan pengetahunan terkini tentang apa yang dipikirkan/ dialami pemuda, serta hal tersebut menjadi informasi/ data dan bacaan (online) di masa pandemi bagi guru, orang tua, masyarakat, bahkan pemerintah setempat untuk mengambil kebijakan/ keputusan. Di sisi lain, tulisan siswa yang dibukukan ini memiliki daya guna dalam memperkaya ilmu pengetahuan di media massa, termasuk sebagai warisan literasi bagi generasi selanjutnya serta penulis-penulis di masa depan.
Pada masa pandemi Covid-19, kegiatan pembelajaran Kelas Sosioliterasi menggunakan metode kombinasi, yaitu tatap muka di kelas dan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), tergantung status darurat saat itu. Inovasi pembelajaran di masa pandemi yang dilakukan pada kelas ini ialah guru mengkaji, merancang dan mempersiapkan media yang tepat (daring). Untuk materi pembelajaran, guru menyiapkan materi yang ditulis di website dan membuat video pembelajaran. Selain itu, pertemuan PJJ menggunakan video meetings dan dipermudah dengan grup WA untuk komunikasi/ koordinasi setiap dibutuhkan.
Selain menyediakan materi, guru juga harus menjadi model yang stabil dalam menulis di media massa. Di mana ini menjadi salah satu penyemangat bagi siswa untuk terus memperbaiki tulisan mereka hingga dirilis di media massa.
Banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk memaksimalkan potensi menulis siswa. Dalam membimbing Kelas Sosioliterasi, ada hal-hal yang terkadang harus dilakukan di luar jadwal sekolah. Pertama, proses seleksi dan pemetaan tulisan peserta didik. Di mana, guru harus membaca tulisan-tulisan siswa yang untuk selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan kemampuan menulisnya.
Kedua, proses penyuntingan/ revisi dan memperkuat kualitas tulisan peserta didik agar terbit di media massa. Proses ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Karena ada kadang kala tulisan siswa tidak kunjung rilis di media massa, dan hal ini membuat motivasi siswa menjadi turun. Dalam kondisi yang seperti ini, proses pembimbingan ini bisa dikatakan hampir 24 jam terbuka untuk tanya-jawab, dengan memotivasi siswa melalui grup WhatsApp ataupun via video meetings agar mereka tetap semangat menulis.
Di lain hal, penulis juga menulis buku yang berjudul “Gerbang Menulis: Tips & Trip Menulis Artikel di Media Massa”. Yang mana buku ini dimaksudkan dapat membantu guru-guru untuk naik pangkat, berikut pula mempermudah pembimbingan siswa di Kelas Sosioliterasi.
Proses keberlangsungan Kelas Sosioliterasi ini merupakan komitmen keberlanjutan setelah program kerja telah dibuat, yakni pemberian materi menulis secara tatap muka dan daring, memeriksa pekerjaan tulisan siswa, pembimbingan, dan monitoring-evaluasi efektivitas program secara berkala. Berikutnya, hal lain yang dilakukan adalah publikasi ke media massa, serta membekali/ meningkatkan kemampuan menulis peserta didik dengan pelatihan menulis artikel dari pihak redaksi media cetak/ daring.
Inilah bentuk praktik terbaik nasional dengan desain siswa menulis di media massa. Memang terdengar tak biasa dan menerobos batas. Kelas Sosioliterasi ini sebenarnya adalah wujud menanamkan budaya menulis agar kelak ketika peserta didik kuliah atau menjadi seorang guru, mereka sudah memiliki landasan menulis standar di media massa.
Menulis di media massa sendiri menjadi kebutuhan ilmiah di kalangan akademisi saat ini. Karena untuk mendapatkan nilai yang baik/ sangat baik pada saat kuliah di beberapa kampus, peserta didik sebagai calon mahasiswa harus bisa menulis artikel opini di koran. Dan, Kelas Sosioliterasi adalah wadah yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk untuk kebutuhan menulis karya ilmiah untuk kenaikan pangkat ketika mereka nantinya (mungkin) menjadi guru.
Mendidik dan melatih peserta didik agar menulis di media massa adalah salah satu cara mempersiapkan generasi di masa depan dengan meningkatkan keterampilan menulis ilmiah ala jurnalistik. Memang salah satu kunci best practice ini adalah guru pengampu mata pelajaran harus bisa menulis atau dibekali keterampilan menulis terlebih dahulu, agar bisa membimbing dengan baik siswa penulis di media massa.
Ihwal ini memang menjadi tantangan besar. Apalagi untuk guru yang belum bisa atau tidak biasa menulis. Namun yang perlu dipikirkan adalah, untuk mendapatkan hasil yang besar, tentunya usaha yang dilakukan harus besar. Mewujudkan siswa penulis artinya guru mata pelajaran juga harus siap menjadi guru penulis.
Sekian, semoga praktik terbaik ini bisa diadopsi dan dapat diadaptasi dengan mata pelajaran lainnya, serta mampu menyiapkan generasi yang terampil menulis di masa depan. Amin. Salam literasi!