Ketemu (Bagian 2-Terakhir)
Oleh: Zuleyka Dwi Shafareta
Siswa SMPN 1 Manggar
Editor: Ares Faujian
Gadis kecil itu ketakutan. Bingung apa yang harus ia lakukan. Haruskah dia lari terus-menerus sampai ia tiba di tempat yang setidaknya aman? Atau haruskah ia menyerah dan menghadapi makhluk tak dikenal itu seorang diri? Memasrahkan hidupnya padanya? Tapi sejak tadi sekelilingnya sama sekali tidak berubah sedikit pun, hanya pepohonan yang dipenuhi kegelapan yang mencekam.
Gadis itu tidak memiliki nyali apa pun untuk melakukannya. Semuanya terasa membingungkan juga menakutkan. Segala sesuatu di sekitarnya bagaikan ilusi yang tidak pasti. Kecuali satu. Dia tidak mau mati.
Kenapa pula dia dihadapkan akan situasi ini? Bukankah seharusnya ia bermain petak umpet bersama teman-temannya di desa? Seharusnya, ia mendengarkan nasihat mereka, terutama orang tuanya, untuk tidak mendekati hutan. Apalagi sampai masuk ke dalamnya. Berbahaya, kata mereka. Dan sekarang ia menyesali keegoisannya.
Makhluk itu tetap mengikuti di belakang. Hanya butuh hitungan detik baginya untuk segera menemukan lokasi gadis itu berada.
Hutan ini adalah wilayahnya. Dia mengetahui setiap jengkal bagian hutan ini. Ia juga bisa memanipulasi segala hal di tempat ini semaunya. Dan barang siapa pun yang berani menginjakkan kaki di teritorinya, tidak perlu berharap terlalu banyak. Tapi juga tidak usah takut. Karena kau akan segera menemukan kedamaian yang tiada tara setelahnya.
Namun, tentunya tidak akan semudah itu. Prosesnya akan sangat menyakitkan kau tahu? Tapi jangan khawatir, semua akan berjalan dengan baik dan lancar selama kau menuruti keinginannya.
Kematian.
Makhluk aneh dengan wujud yang sulit untuk dideskripsikan itu menginginkan jiwa gadis kecil ini. Betapa malang nasibnya. Harus bermain petak umpet bersama sesuatu yang tidak ia ketahui keberadaannya sebelumnya. Nyawanya dipertaruhkan. Itulah kenapa gadis itu masih belum menyerah menghadapi makhluk yang sebenarnya membuat bulu kuduknya meremang sejak tadi.
Ia terus berlari tanpa henti. Tubuhnya yang kecil dan lincah memudahkannya dalam bergerak. Meskipun ia tetap tidak dapat keluar dari jangkauan makhluk itu, yang semakin lama makin jengkel ketika gadis itu berhasil menghindar dari tangkapannya.
Makhluk itu tidak tahan lagi. Sampai kapan ia harus mengejar bocah ini? Membuang-buang waktu. Ia kelaparan. Jiwa gadis itu harus segera dihisap olehnya. Sebelum dirinya sendiri menghilang ditelan oleh kegelapan. Sementara, gadis kecil itu mulai kesulitan bernapas karena terlalu lama berlari dan menghindar.
“Kemarilah nona kecil, tidak usah takut. Semua akan segera berakhir ketika kau menyerahkan dirimu padaku.”
Suara serak nan mengerikan itu menggema di sekeliling kawasan hutan tersebut.
Tubuh gadis itu semakin gemetar. Air mata mulai mengalir membasahi pipinya. Tapi dia masih terus berlari. Mengejar harapan yang tidak pasti. Ketika itu, sesuatu yang tajam menancap di pergelangan bagian atas tangan kirinya.
“Akhh?!!”
Rasa sakit menyebar diseluruh pergelangan tangannya. Darah mengucur deras dari lengan tempat benda itu mendarat. Merembes ke pakaiannya yang mulai basah.
Ia melihat ke arah benda tajam yang tampak seperti duri itu. Si gadis merasakan ngeri ketika melihat tangannya sendiri. Ia menahan napasnya, kemudian mencabut benda itu dengan segala keterpaksaan. Ia menggigit bibir bawahnya. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan suara.
Gadis kecil itu menangis. Rasa sakit, lelah, cemas dan takut bercampur jadi satu. Ia juga frustrasi, karena sejak tadi ia tidak bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk dirinya sendiri. Dan kenapa hal ini harus terjadi padanya.
“Oh, ibu. Maafkan aku, kumohon selamatkan aku, siapa saja..”
Dia lanjut berlari sambil tersendat-sendat menahan rasa nyeri yang semakin menjadi-jadi. Darah semakin membanjiri lengannya, menebarkan bau anyir yang tak tertahankan.
Tanpa ia sadari, dari arah kanan, tiba-tiba muncul sebuah sulur panjang yang dengan cepat langsung mengikat pergelangan kakinya.
“Ah?!”
Gadis itu terkejut. Ia terjatuh. Sambil meringis kesakitan dia berusaha untuk bangkit.
Sia-sia. Sulur itu bukan berasal dari dahan pepohonan disekitarnya. Benda itu berwarna hitam pekat. Seperti bayangan. Lalu, sesuatu yang terlihat seperti sulur tumbuhan itu kembali bergerak. Kali ini melilit kaki kecil gadis malang itu.
“..tidak, jangan.., kumohon…”
Si gadis semakin merintih kesakitan. Ada luka di beberapa bagian tubuhnya. Itu disebabkan karena sejak tadi ia berlari tanpa memedulikan sekitar. Entah sudah berapa dahan dan ranting yang ia terobos sehingga membuat banyak luka goresan. Ditambah dengan luka bekas benda tajam yang tadi menancap di lengannya. Serta cedera di lututnya akibat tersandung.
“Tolong!”
Sulur itu kemudian mengangkatnya, dalam posisi terbalik.
Ketika ia mulai sadar akan situasinya saat ini, ia merasa aneh. Kepalanya pusing. Perutnya terasa bergemuruh seakan ada sesuatu yang memaksa ingin keluar. Matanya berkunang-kunang dan pandangannya mulai kabur.
Seluruh badannya sakit. Lelah. Ia putus asa. Gadis itu menyadari bahwa makhluk itu sudah berada di hadapannya. Matanya yang besar membulat, cekung di bagian tengahnya. Tatapannya kosong—tentu saja karena memang tidak ada apapun di sana. Makhluk itu tersenyum kepadanya. Yang anehnya malah terlihat sangat mengerikan dan tidak normal. Seperti ia tidak ditakdirkan untuk tersenyum.
“Ketemu!”
-Selesai-
Ilustrasi: pixabay.com