Ketika Gawai Menjadi Candu, Bagaimana Mencegahnya?
Oleh: Clarabelle Bernice E.*
Editor: Ares Faujian
Saat ini, gawai menjadi kebutuhan zaman, apalagi jika kita berbicara era revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0 atau society 5.0. Saking pentingnya gawai, orang-orang bahkan lebih memilih ketinggalan dompet daripada gawai. Kesempurnaan gawai sebagai wujud perangkat modern termasuk untuk pembayaran online (e-money), membuat gawai sudah bergeser menjadi alat kebutuhan utama atau primer.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gawai atau yang lebih dikenal dengan gadget merupakan peranti elektronik dengan fungsi praktis. Gawai ini memiliki banyak fungsi, biasanya digunakan pada kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi, menghibur diri, dan belajar. Beberapa contoh dari gawai antara lain adalah handphone atau smartphone, laptop atau komputer, tablet, notebook, dsb.
Penggunaan gawai memang merupakan hal normal dalam kehidupan kita, seperti bermain game. Bermain game ini sebenarnya memiliki manfaat baik, yaitu mengaktifkan banyak bagian dari otak, dan juga hiburan-hiburan dan hal menarik pada media sosial yang dapat mengusir jenuh. Namun hal yang asyik ini telah menyebabkan banyak remaja dan anak-anak mulai kecanduan dengan gawai hingga tidak dapat lepas dan harus menjalani perawatan.
Apalagi pada awal mulainya pandemi di tahun 2020, yang menyebabkan hampir semua anak-anak hingga remaja harus menggunakan gawai untuk bisa mengikuti pelajaran secara jarak jauh. Yang dikhawatirkan adalah, anak-anak tersebut akan lebih asyik bermain gawai dibandingkan belajar, atau bisa saja mereka tidak ikut pembelajaran sama sekali karena sibuk mengotak-atik gawai miliknya. Kecanduan, bisa kita bilang seperti itu.
Kecanduan (KBBI) adalah kejangkitan suatu kegemaran (hingga lupa hal-hal yang lain). Kecaunduan bisa diartikan sebagai wujud ketagihan akan sesuatu hingga menjadi ketergantungan. Misalnya candu pada obat-obatan, candu pada minuman, termasuk juga candu kepada gawai. Kecanduan adalah sebuah kebiasaan yang selalu dilakukan tanpa pengendalian diri.
Seseorang yang sudah mengalami kecanduan gawai tidak dapat lagi mengontrol dirinya saat jauh dari gawai yang dimilikinya. Ia akan bersikap agresif dan melawan saat ia tidak memegang atau jauh dari gawai miliknya. Kecanduan pada gawai dapat menyebabkan gangguan mental. Dalam istilah psikologi, sindrom ini dinamakan Screen Dependency Disorder (SDD). Selanjutnya, apabila penderita mengalami kecanduan pada handphone atau smartphone, maka sindrom tersebut diberi nama Nomophobia, yang berasal dari istilah No-Mobile-Phone-Phobia.
Ada beberapa penyebab mengapa seseorang bisa kecanduan gawai. Berdasarkan situs digitalmama.id (2019), faktor penyebab seseorang mengalami kecanduan gawai, yaitu:
Pertama, pengasuhan orang tua yang kurang tepat. Seperti yang kita ketahui, orang tua merupakan orang yang harusnya bisa mendidik kita untuk sadar akan dampak buruk gawai. Tetapi kadang apabila orang tua kita sibuk, perhatian yang diberikan kepada kita akan menjadi kurang. Hal ini tentunya dapat membuat seorang anak bisa saja salah dalam berteknologi.
Kedua, kurangnya pemahaman tentang dampak negatif gawai. Inilah pentingnya untuk mendapat edukasi tentang bahaya gawai apabila tidak dipergunakan dengan batasan waktu yang tepat. Anak-anak harus mendapat edukasi mengenai hal ini supaya mereka sadar dan paham betul mengapa gawai juga memiliki dampak buruk. Dengan sosialisasi ini, mereka akan dapat menjaga penggunaan gawai itu sendiri.
Ketiga, kesepian. Seorang anak yang mungkin merasa kesepian karena tidak mudah bersosialisasi dengan orang lain hingga tidak memiliki teman, atau orang tuanya amat sibuk hingga tidak dapat memberikan perhatian, maka anak tersebut merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apa yang terjadi? Ia akan mencoba membangun kehidupan melalui gawai miliknya. Ia akan merasa lebih nyaman karena banyak hal-hal menarik yang bisa menghiburnya saat kesepian, seperti bermain game. Kemudian anak tersebut akan memposting sesuatu di media sosial, hingga ia akan lupa dengan dunia luar, sebab ia merasa bahwa hidupnya akan lebih bahagia dan tidak kesepian lagi apabila ia terus memainkan gawai miliknya.
Keempat, pengaruh lingkungan pertemanan. Saat lingkungan seorang anak itu tidak baik, maka ia juga dapat terpengaruh. Apabila sebuah lingkungan pertemanan yang diisi oleh anak-anak yang mengajarkan hal yang tidak baik pada temannya, maka temannya juga akan terpengaruh. Misalnya seorang anak yang masuk ke lingkungan pertemanan pemain game, atau terpaksa masuk karena tidak ada kelompok pertemanan yang lain. Perundungan pun menjadi ujung apabila anak ini tidak bisa ikut dengan kebiasaan secara umum di kelompok pertemanannya. Ia pun akan mencoba melakukan apa yang diperintahkan oleh temannya demi tetap menjaga pertemanan.
Kelima, teladan yang salah. Orang tua merupakan teladan bagi anak-anaknya, maka dari itu orang tua juga harus memiliki kebiasaan yang baik agar anak-anaknya dapat meneladaninya. Akan tetapi orang tua justru memiliki kebiasaan buruk. Apabila seorang ayah memiliki kebiasaan menggunakan gawai berlebihan, maka anaknya juga akan meniru kebiasaan tersebut. Karena pada masa kanak-kanak, mereka belum mengerti mana yang benar dan salah, sehingga kebiasaan ini pun akan terbawa sampai ia dewasa apabila tidak ditangani.
Setelah seseorang kecanduan gawai, kita bisa melihat ciri-ciri ini pada si penderita. Ciri-ciri seseorang yang kecanduan gawai, yaitu: 1) Agresif saat jauh dari gawai miliknya; 2) Membawa gawainya kemanapun ia pergi. 3) Wajahnya kusam dan matanya kering akibat bermain gawai tanpa henti; 4) Kehilangan komunikasi dengan dunia luar; dan 5) Sulit untuk fokus belajar karena sibuk memikirkan gawai miliknya.
Apa akibat yang ditimbulkan dari kecanduan gawai ini? Kecanduan gawai ini akan memberikan gangguan kesehatan, terutama pada mata bahkan sakit kepala. Penggunaan gawai secara terus-menerus akibat kecanduan akan menurunkan kemampuan pengelihatan karena paparan sinar radiasi dengan jumlah yang banyak. Menggunakan gawai secara berlebihan dapat menyebabkan sakit kepala, karena otak yang terus terbebani dengan game, game dan game.
Lalu apa yang terjadi? Postur tubuh juga menjadi tidak ideal. Lama kelamaan postur tubuh sang penderita bisa berubah akibat kurangnya aktivitas lain baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Badan si penderita bisa menjadi lebih membungkuk, bahu melengkung, leher maju ke depan, dsb.
Selanjutnya, pola tidur menjadi terganggu. Kecanduan gawai menyebabkan penderitanya keasyikan bermain gawai hingga melupakan waktu. Si penderita bisa saja bergadang untuk bermain gawai, sehingga pola tidurnya pun menjadi tidak teratur.
Tidak hanya itu, si penderita juga menjadi tidak fokus pada saat belajar. Pikiran penderita kecanduan gawai ini akan terus teralihkan pada gawai miliknya, sehingga ia tidak dapat fokus dalam belajar apalagi berprestasi.
Rehabilitasi dan pelibatan orang tua serta sekolah adalah langkah penting jika ingin mengobati seseorang yang sudah kecanduan gawai. Namun, ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya kecanduan terhadap gawai pada diri seseorang ini.
Pertama, batasi waktu bermain gawai. Membatasi waktu bermain gawai ini dapat dilakukan dengan cara menyetel pengingat waktu penggunaan gawai. Misalnya 30 menit-1 jam batas penggunaan apabila kamu mudah lupa waktu.
Kedua, bermain permainan alternatif. Untuk melakukan ini, kamu bisa mengajak teman-temanmu untuk ikut bermain permainan-permainan alternatif, misalnya permainan tradisional. Selain mengalihkan diri dari gawai, hal ini juga bermanfaat untuk melestarikan permainan-permainan tradisional supaya tidak dilupakan.
Ketiga, dekatkan diri dengan orang tua ataupun teman. Mendekatkan dirimu kepada orang-orang yang dekat denganmu bisa saja mengalihkan perhatianmu dari gawai. Tetapi tidak semua orang dapat melakukan hal ini. Karena ada seseorang yang sulit sekali bersosialisasi dengan orang lain atau memiliki kecemasan dalam bersosialisasi, sehingga ia akan cenderung memilih untuk kesepian, bahkan biasanya hanya secarik kertas dan pensil adalah pilihannya untuk mencurahkan isi hatinya. Apabila kita memiliki teman seperti ini, kita sebaiknya dengan senang hati membantu mereka untuk bersosialisasi dan bersenang-senang.
Gawai memang bermanfaat dalam berbagai hal, tetapi juga memiliki dampak yang sangat buruk apabila dipergunakan dengan cara yang salah. Oleh karena itulah, diperlukannya kesadaran dalam penggunaan gawai agar jangan sampai merugikan diri kita sendiri, apalagi sampai kecanduan. Aturlah batasannya, aturlah itu demi kebaikan dirimu sendiri.
*Penulis adalah siswa SMP Negeri 1 Manggar