Literasi Organisasi dan Kekuatan “Angsa Hitam”
Oleh: Ares Faujian, S.Pd.
Wakil Kepala Sekolah Bid. Kesiswaan SMAN 1 Manggar
Juara Nasional Guru Dedikatif dan Inovatif Kemdikbud RI
Literasi menjadi kunci memasuki dan menghadapi transformasi peradaban dan antarperadaban. Tanpa literasi, apa pun yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang tidak akan bermakna (meaningful), apalagi menghasilkan pembelajaran yang optimal dengan tujuan yang telah dicita-citakan. Saat ini, literasi diartikan bukan hanya 1) kemampuan membaca dan menulis semata. Akan tetapi konsep literasi menurut KBBI sudah meluas dan berarti, yaitu 2) pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu dan, 3) kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Menurut buku panduan Gerakan Literasi Nasional (GLN) Kemdikbud RI tahun 2017, ada enam dimensi literasi (disebut juga literasi dasar), yakni: 1) literasi baca dan tulis; 2) literasi numerasi; 3) literasi sains; 4) literasi digital; 5) literasi finansial; 6) literasi budaya dan kewargaan. Walaupun seperti itu, literasi sebenarnya ada berbagai macam/ jenis. Semuanya ada tergantung kebutuhan dan keperluan untuk mengembangkan serta meningkatkan kecakapan hidup manusia. Misalnya literasi sastra, literasi hukum, literasi seni, literasi spiritual, literasi sosial, literasi sejarah, hingga literasi organisasi.
Literasi organisasi adalah salah satu jenis literasi yang juga penting dalam mengolah kecakapan hidup SDM agar lebih baik, dan dalam meningkatkan kecakapan hidup individu/ kelompok dari masa ke masa. Yang mana, literasi organisasi mengasah dan memperdalam kemampuan individu untuk belajar memimpin, memanajemen, memprogram, memobilisasi, dan mengevaluasi kinerja berorganisasi. Selain itu, literasi organisasi dimaksudkan pula untuk menghadirkan progres dalam keterampilan berkomunikasi (public speaking), membentuk karakter (character building), membangun tim (team building), kerja sama tim (teamwork), menjalin relasi yang baik (good relationship), hingga kemampuan bernegosiasi (negotiation skill).
Semua itu penting sebagai bagian hidup (bersama) dalam mengatasi masalah kelompok tertentu atau problematika sosial serta menjawab tantangan zaman. Organisasi berdiri karena landasan makhluk sosial (zoon politicon), yaitu kebutuhan hidup dengan pencapaian tujuan-tujuan yang sama sehingga dibentuklah kesatuan yang bergerak bersama untuk berbagai pencapaian (goals).
Black Swan Theory
Teori Angsa Hitam atau Black Swan theory adalah teori yang dicetuskan oleh Nassim Nicholas Taleb. Ahli statistik dan peneliti yang lahir tahun 1960 dan berdarah Libanon-Amerika ini mengeluarkan teorinya tahun 2007 dengan bukunya yang berjudul “The Black Swan”.
Dalam bukunya ini, Taleb dalam BPPM Equilibrium (2019) pada https://wartaeq.com berasumsi bahwa ada beberapa ciri khas (kategori) dari teori Angsa Hitam, yaitu; 1) Peristiwa yang bersifat sebagai outlier atau berada di luar ekspektasi biasa (efek kejutan); 2) Peristiwa yang membawa dampak ekstrem atau memiliki pengaruh yang besar terhadap lingkungan di sekitarnya; 3) Peristiwa yang terjadi dapat dirasionalisasi sebagai sesuatu yang bisa diprediksi dan dijelaskan.
Menurut Taleb, banyak penemuan ilmiah di dunia ini merupakan fenomena “Angsa Hitam”. Ragam peristiwa ini terjadi begitu saja dengan tidak disangka-sangka dan tidak diramalkan. Misalnya munculnya internet, revolusi industri, perang dunia, terorisme seperti ISIS, Al-Qaeda, dll.
Secara historis (Zaxich, 2020) dalam https://michaelbliss.co kata “Angsa Hitam” berasal dari tahun 1697. Di mana sebelumnya manusia (khususnya Eropa) hanya percaya bahwa semua angsa berwarna putih. Hal ini dikarenakan angsa di Eropa hanya ada angsa yang berwarna putih. Pada suatu ketika, penjelajah dari Belanda melihat ada angsa yang berwarna hitam di bagian barat Australia untuk pertama kalinya. Sejak saat itulah kata “Angsa Hitam” digunakan untuk mendeskripsikan kejadian yang mengejutkan dan kelihatannya tidak mungkin terjadi.
Kekuatan “Angsa Hitam” Organisasi
Dalam berliterasi organisasi, tidak cukup hanya dengan melaksanakan rutinitas harian dan melakukan warisan program-program, apalagi yang tak update dengan perkembangan zaman. Rutinitas membuat SDM organisasi menjadi tidak kreatif karena mengimplementasikan kegiatan-kegiatan yang monoton dari masa ke masa. Walaupun, diperlukan juga untuk kegiatan tertentu yang menjadi tradisi positif untuk mengenang atau menandai pentingnya peristiwa tertentu bagi suatu organisasi. Misalnya melaksanakan ‘Hari Jadi’ organisasi dengan seremonial upacara, melakukan pemilihan ketua organisasi dengan tata cara tertentu, dsb.
Berani beda ala teori Angsa Hitam adalah konsep menerobos ‘zona nyaman’ yang sangat dibutuhkan. Kekuatan dari teori Angsa Hitam ini dapat menjadi dorongan positif bagi suatu organisasi dalam menjaga eksistensi. Termasuk mencatat sejarah baru dengan membuat gebrakan/ gerakan anti mainstream, event besar atau unik yang akan dikenang sepanjang perjalanan keberadaan organisasi tersebut. Terlebih kegiatan tersebut baru pertama kali dilakukan dan mendapat apresiasi/ penghargaan dari pemerintah daerah atau pusat. Inilah salah satu penanda bahwa organisasi pada masa tersebut berada pada fase mengukir tinta emas histori organisasinya bersama “Angsa Hitam” yang telah diterbangkannya.
Suatu organisasi harus keluar dari zona nyaman organisasi dan membuat transformasi kegiatan bahkan bila perlu sistem. Karena zona nyaman akan membuat individu/ organisasi menjadi malas berubah bahkan anti perubahan dengan hal-hal baru. Mereka yang biasanya terlena dengan sistem ‘jadul’ ini hanya akan terus-menerus melakukan rutinitas semata, dan fenomena ‘senioritas subjektif’ biasanya menjadi implikasi dari salah satu tradisi ini. Yang mana, organisasi hanya memprioritaskan faktor senioritas tanpa mempertimbangkan kualifikasi dan kompetensi SDM lainnya secara objektif. Contohnya dilihat dari pengalaman kerja luar biasa, prestasi, hingga relasi yang nantinya akan menguntungkan organisasi.
Fenomena seperti ini terjadi ketika suatu klik (kelompok kecil tanpa struktur formal mempunyai pandangan atau kepentingan bersama) menjaga solidaritas kalangan tertentu untuk bertahan dengan egoisme demi egografi politik klik mereka. Sehingga ada saja cara untuk melakukan kontravensi secara awal agar SDM yang berkompeten namun tak senior tidak lulus pada seleksi awal. Hal ini bisa dilakukan dengan membentrokkan jadwal pemilihan dengan potensi ketidakhadiran calon pemimpin tertentu yang dimaksudkan ihwal tadi, serta masih banyak alternatif-alternatif jalur politik minus lainnya.
Memang tak semua organisasi ada yang seperti ini. Akan tetapi perihal ini menjadi salah satu kemungkinan yang bisa terjadi dalam proses politik organisasi. Because anything is possible even when we talking about politics. Politics can change anything in seconds.
Leader = Provokator?
Leader atau pemimpin menjadi faktor vital dari keberadaan suatu organisasi. Sukses atau tidaknya gerakan organisasi ditentukan peran sentris pemimpin dan seni memimpinnya terhadap para awak organisasinya. Di mana memilih seorang pemimpin berarti suatu organisasi akan memilih gaya, karakteristik, passion, fesyen, dan masa depan organisasi tersebut. Hal ini dikarenakan figur pemimpin akan menjadi patokan dan tauladan bagi anggota-anggotanya. Rekam jejak seorang leader tentunya akan berpengaruh terhadap caranya memimpin organisasi, citranya yang berpengaruh terhadap citra organisasi yang akan dibawanya, berikut pula keterampilan lainnya seperti manajemen risiko, manajemen konflik, dsb.
Menerbangkan “Angsa Hitam” diperlukan peran ‘pemimpin provokator’. Pemimpin seperti ini bukan hanya mampu menggerakkan, akan tetapi visinya juga harus jelas arah dan tujuannya. Bukan asal terbang ke langit namun tak jelas tempat pendaratannya. Artinya, seorang pemimpin harus visioner dan berpikir kedepan (future oriented), memetakan potensi kelebihan dan kelemahan yang ada, lalu mampu menjadi pendorong yang baik agar semua bagian bisa bergerak sinergis dan bersama-sama. Tugas pemimpin provokator lainnya adalah membentuk super team yang solid agar mendapatkan hasil yang super pula, seperti teori Angsa Hitam.
Pentingnya kekuatan “Angsa Hitam” dalam berliterasi organisasi menjadi fundamental ketika suatu organisasi ingin menjadi ‘organisasi kenangan’ dengan program-program anti mainstream-nya. Tentunya gebrakan/ gerakan dan event pembeda tersebut harus didukung dengan pemimpin provokator berikut pula dengan super team yang solid. Hal ini merupakan proses secara internal yang harus menjadi landasan pacu yang kuat sebelum bergelut dengan faktor eksternal lainnya.
Lalu, siapkah organisasimu menemukan “Angsa Hitam” dan menerbangkannya ke langit masa depan? Kita lihat nanti.