Masalah Mental Remaja yang Terabaikan
Oleh :
Bryant Hadinata
Siswa Kelas Sosioliterasi SMA Negeri 1 Manggar
Peraih Penghargaan Siswa Inspiratif SMA Negeri 1 Manggar Tahun 2019
Komunitas Literasi Gerbang Menulis
Editor :
Ares Faujian
Kesehatan mental tentunya adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial serta memiliki akal budi untuk melakukan berbagai macam aktivitas. Jika kondisi tersebut mengalami sedikit saja gangguan, maka kita akan sedikit merasakan suatu kondisi yang dinamakan sebagai depresi alias stres. Walaupun kita semua tahu bahwa mental adalah hal yang harus kita jaga, tetapi, sering kali kita melupakannya dan membiarkan pikiran kita terlarut ke dalam tekanan batin tersebut. Terutama pada kalangan remaja, di mana masa inilah mereka masih sangat labil dan sedang mencari jati diri yang sesungguhnya.
Berdasarkan penelitian dari Mental Health Foundation (CNN Indonesia), milenial saat ini adalah generasi yang tidak bahagia dan kurang sehat jiwanya jika dibandingkan dengan orang-orang terdahulu. Bahkan, termasuk orang tua mereka atau bisa dikatakan termasuk orang dewasa saat ini. Mungkin sebagian orang berpendapat ini adalah hal yang terlalu berlebihan untuk dibahas karena umumnya kita berpikir masalah yang kita hadapi sebenarnya seperti sebuah angin yang berlalu, tetapi kenyataannya hal ini tidak bisa dibiarkan. Masalah mental yang kecil dapat menjadi besar. Terutama, penulis menitikberatkan masa remaja yang kurang bahagia. Mirisnya, dalam sebuah penelitian ditemukan sekitar 50% remaja pernah menggunakan Marijuana atau Ganja, 65% remaja merokok, dan 82% pernah mencoba alkohol. Tidak mungkin peristiwa ini adalah suatu hal yang masih wajar di kalangan remaja.
Berdasarkan data tersebut, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada generasi muda Indonesia di masa depan. Karena jika masa lalu mereka saja sudah mengalami yang namanya tekanan batin tinggi, lalu bagaimana dengan masa depannya? Seperti yang disampaikan sebelumnya, masih banyak yang mengabaikan masalah tersebut. Masih banyak orang tua menganggap jika hal kecil tidaklah berpengaruh besar. Padahal, mental yang bermasalah menimbulkan gejala perilaku menyimpang.
Baru-baru ini, viral suatu kejadian siswa SMK yang menikam gurunya sendiri di Manado, Sulawesi Utara. Korban tersebut adalah guru agama, di mana saat itu beliau menangkap basah siswa tersebut sedang merokok di teras dan menegurnya. Kemudian, baru-baru ini pula terdengar berita siswa SMP di Kupang, NTT yang membunuh dirinya sendiri dengan alasan tidak bisa membunuh Ayahnya yang pernah membunuh Ibunya. Anak malang tersebut mengakhiri kehidupannya yang sangat berharga itu dengan cara gantung diri. Suatu masalah dapat terselesaikan apabila ada seseorang yang mau membantu. Memang, terkadang korban tekanan batin tidak mau untuk mengungkapkan masalah yang mereka hadapi, baik kepada orang tua, guru pembimbing, ataupun teman sebayanya. Hal inilah yang menjadi tantangan untuk kita saat ingin membantu.
Berdasarkan pengamatan penulis yang juga sebagai konselor remaja SMA Negeri 1 Manggar, sering penulis bertemu dengan klien seperti siswa, yang mengalami depresi kuat dan lemahnya mental. Bahkan, tidak jarang penulis menemukan klien atau siswa yang berniat untuk bunuh diri. Berdasarkan hasil perhitungan penulis, dapat disimpulkan saat ini, di daerah ini, dapat diistilahkan 7 siswa dari 10 siswa, pernah berencana untuk mengakhiri kehidupannya secara instan karena tidak kuat dengan pahitnya hidup. Sudah tidak heran lagi jika kita sering mendengar kasus siswa yang bunuh diri atau kasus kriminalitas yang dilakukan oleh kaum muda. Kita tidak bisa mengabaikan hal tersebut kecuali tidak peduli.

Sumber Foto : britishdeafnews.co.uk
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan gangguan mental atau depresi pada saat ini. Faktor internal yang memengaruhi pertama adalah diri sendiri. Gejala-gejala seperti perasaan sedih berlebih, cemas, rendah diri, marah, kesepian, takut, suasana hati yang tak menentu merupakan gejala diri yang dapat muncul kapan saja dan di mana saja.
Cara mereka untuk menyelesaikan masalah tersebut sangat beragam. Contoh cara positif tentunya seperti olahraga, melakukan hobi, atau tidur (istirahat yang cukup). Karena umumnya, dengan tidur atau istirahat yang cukup dapat menghindari masalah serta menenangkan hati. Walaupun kenyataannya, masalah apapun yang muncul harus kita hadapi. Contoh cara negatif yang umum terlihat seperti remaja yang merokok, mengonsumsi obat penenang berlebih, berniat untuk bunuh diri, dan lainnya yang memberikan dampak buruk. Sebuah kondisi yang membuat remaja menjadi trauma termasuk menjadi faktor kesehatan mental terganggu. Contohnya adalah fobia. Fobia adalah kondisi pikiran merasakan takut yang berlebih terhadap suatu hal yang pernah menjadi trauma dan terekam di otak. Gangguan fungsi sel pada otak atau kelainan pada otak juga merupakan faktor yang menyebabkan gangguan pada mental remaja sejak kecil. Hal seperti ini harus mendapatkan bimbingan khusus untuk menyelamatkan mereka.
Faktor kedua yang menyebabkan gangguan mental atau depresi adalah hubungan keluarga yang tidak harmonis atau overprotektif. Hubungan keluarga adalah hubungan primer yang sangat mendasar. Jika kondisi tersebut tidak mendukung, sosialisasi primer pun tidak akan terlaksanakan dengan sempurna. Contoh yang pernah penulis temui adalah klien dengan masalah orang tua yang hampir bercerai. Faktor yang paling berpengaruh dalam kesehatan mental remaja adalah kondisi keluarga yang tidak harmonis. Seperti kasus orang tua yang memiliki banyak tekanan, sehingga ia melampiaskan amarahnya kepada anaknya. Kekerasan terhadap anak pun dapat terjadi. Disinilah mereka perlu bertindak, tetapi penulis melihat bahwa mereka lebih memilih diam atau tidak bertindak apa-apa saat dimarahi ataupun dipukul. Alasannya adalah karena jika masalah tersebut sudah masuk ke pengadilan, mereka akan lebih depresi. Remaja yang penulis temui cenderung lebih memilih untuk memendam masalah. Alasan mereka memendamnya karena tidak memiliki orang yang bisa diajak curhat bahkan orang tua sekalipun, serta lebih memilih untuk menghindar.
Jika penulis perhatikan, sebagian besar orang tua terlalu keras dan tegas, serta kaku pada anaknya dan berpikir setiap anak yang melaporkan masalah mereka akan menjadi manja dan tidak bisa mengurus masalah mereka sendiri karena terus-terusan merasa pusing dengan masalah yang mereka hadapi. Jika kita perhatikan, pandangan ini ada benarnya juga. Tetapi, terkadang cara mereka bertindaklah yang berbeda. Terkadang, ada juga orang tua yang overprotektif. Hal ini pun juga akan menjadi tekanan besar untuk mereka.
Oleh karena itu, hubungan primer ini sangat penting bagi kehidupan mereka. Karena mulai dari sinilah semua terbentuk dan sosialisasi inilah yang paling mendasar. Setiap masalah pada keluarga, haruslah diselesaikan dengan harmonis dan kekeluargaan. Bukan dengan cara koersif, selalu menyinggung anak jika berbuat salah, atau tindakan semena-mena lainnya yang dapat membuat anak menjadi rendah diri.
Selain dari dalam, terdapat juga faktor eksternal. Pertama, pergaulan dan lingkungan sosial. Saat ini, banyak siswa yang mengeluh karena tidak tahan dengan membludaknya tugas sekolah dan itu pun belum ditambah aktivitas di luar sekolah. Sehingga, jika mereka tidak mampu mengendalikan diri, emosi mereka tidak seimbang dan mudah murka. Contoh hubungan pada lingkungan pergaulannya adalah seperti kasus yang sering penulis temui adalah kasus bullying atau hazing (perlakuan semena-mena kepada orang atau yang lebih kecil). Banyak kasus siswa atau siswi yang bunuh diri hanya karena dihina atau dikucilkan oleh temannya sendiri.
Penulis pernah bertemu dengan kasus di mana klien sangat tidak sanggup dengan masa lalunya yang selalu dihina oleh teman-temannya, baik itu body shaming, tidak disukai, dan dibohongi. Remaja cenderung sangat sensitif dengan apa yang dikatakan oleh sebayanya. Tentunya kita sebagai teman sebaya tidak seharusnya bertindak demikian. Karena bisa saja korban yang di-bully akan merasa sangat tertekan dan memiliki dendam. Gangguan mental pun sudah jelas akan muncul. Selain itu, pergaulan secara bebas juga memicu hal ini. Seperti contohnya adalah pacaran.
Terkadang, muncul sebuah berita seorang mantan pacar yang bunuh diri karena tidak terima diputusi. Atau kasus siswi yang berkelahi dengan temannya hanya karena menyukai pria yang sama. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, tetapi, tetap hal seperti ini harus di bawah pengawasan.
Contoh berikutnya adalah ketidakmampuan siswa dalam bergaul di lingkungannya. Tak jarang penulis bertemu dengan seorang klien yang memiliki keterbatasan dalam melakukan interaksi dengan kawan sebaya. Hal ini tentunya akan membuat mereka menjadi penyendiri/introver. Mereka akan lebih suka merasakan sepi ketimbang suasana ramai, walaupun sering siswa merasa depresi saat menyendiri. Masing-masing memiliki karakter yang berbeda. Faktor penyendiri sendiri juga bisa disebabkan karena remaja suka bermain gawai alias handphone. Ternyata, alasan yang cukup besar kaum milenial menjadi tidak bahagia adalah karena gawai. Jika mereka tidak dapat mengontrol diri dalam menggunakan alat canggih tersebut, maka gawai itulah yang akan menguasai pikiran mereka. Contoh sederhana, terdapat seorang anak yang masuk RSJ gara-gara terlalu sering bermain game online di gawai. Sudah jelas ini menjadi perhatian untuk kita semua.
Cara agar diri kita tidak terperosot ke dalam tekanan yang besar saat ini adalah tentunya harus dimulai dari diri sendiri. Terkadang, ada kondisi di mana kita tidak dapat mengendalikan segala macam masalah yang kita hadapi, apapun itu masalahnya yang dapat membuat mental kita terganggu. Jangan pernah memendamnya sendiri. Apapun itu masalahnya, haruslah diungkapkan kepada orang yang dapat kita percayakan terlebih dahulu, seperti orang tua atau keluarga.
Untuk kalangan remaja yang masih bersekolah, ingat bahwa di sekolah terdapat orang tua kedua kita, yaitu guru. Jika merasa malu atau takut untuk menceritakan, maka carilah teman sebaya yang dapat kita percayakan untuk menjaga rahasia. Dalam kehidupan ini, tidak mungkin ada manusia yang kehidupannya selalu aman, damai, sentosa, dan bahagia. Semua pasti pernah merasakan yang namanya duka. Tergantung diri sendirilah dalam menanggapinya. Jika kita tetap optimis, yakin, percaya, dan tentunya terus mendekatkan diri pada Tuhan untuk memohon titik terang, maka segala masalah akan terselesaikan dengan sendirinya, bahkan masalah yang sangat berat sekalipun. Dengan mental yang sehat, maka kehidupan kita akan berarti dan berguna untuk orang lain.