Mengupas Getang pada Potret Lawas Lurah Belitong Tahun 1925
Oleh: Bahrul Ulum
Editor: Ares Faujian
Pada artikel penulis sebelumnya yang berjudul “Getang yang Bukan Getang”, penulis menyampaikan terkait getang yang digunakan para lurah Belitong tahun 1925. Mereka berfoto bersama mengenakan pakaian kancing lima berwarna gelap di kediaman KA. Uak, Tanjungpandan. Potret ini tentu menarik, mengingat adanya ragam ikat kepala tradisional pada masyarakat Belitong meski dengan penyebutan yang sama, yaitu getang.
Tentu potret tersebut hanya akan sekadar menarik jika menjadi dokumentasi atau arsip saja. Namun, kemenarikan getang ini akan menjadi bermakna jika potret tersebut dikupas satu per satu. Fokus ulasan penulis tentu hanya akan tertuju pada ikat kepala yang dikenakan para lurah saja, bukan menyangkut teknis foto (mungkin ada) ataupun penggunaan kain samping.
Secara spontan penulis untuk pertama kali menyebut ikat kepala ini adalah semutar, sebab ada beberapa bagian atau rukun dari getang yang tidak tercukupi. Namun setelah diamati lebih dalam, ikat kepala yang dikenakan oleh beberapa lurah adalah getang (bukan sekadar argot).
Sedikit disinggung dalam artikel sebelumnya tentang “Getang yang Bukan Getang”, sebuah destar dapat disebut sebagai getam/ getang apabila memiliki tiga syarat: 1) Memiliki permulaan baru-baru atau tapak yang sambung lilit dalam sehingga tanpa adanya simpul seperti songkok; 2) Memiliki karangan atau solek atau lambaian daun; dan 3) Menutup paling banyak seluruh bagian atas kepala dan paling sedikit dua pertiga dari bagian atas kepala.
Berbekal syarat di atas, kita tentu dapat menganalisa sendiri apakah ikat kepala para lurah tersebut adalah getang atau bukan. Pada tulisan sebelumnya, penulis menyebut para lurah Belitong menggunakan semutar, dan benar saja, beberapa ikat kepala lurah tidak memenuhi syarat getang. Sebab ada ikat kepala yang tidak memiliki biru-biru.

Sumber: Repro petabelitung.com
Seperti lurah yang berdiri kedua dari sebelah kiri. Nampak ikat kepalanya tidak memiliki biru-biru. Lalu, juga pada lurah yang tepat berdiri di sebelah kanan orang yang berbaju putih (diperkirakan gubernur). Selebihnya mereka menggunakan biru-biru, memiliki karangan, dan menutup bagian atas kepala sebab tampak pada foto getang mereka menyelimuti kepala.
Mungkin saja semua lurah menggunakan getang. Namun karena foto tersebut diambil selepas salat zuhur atau saat selepas jam makan siang (jika dilihat dari komposisi pencahayaan foto), maka akan sangat wajar jika posisi biru-biru getang mereka tidak tampak. Hal ini karena tentu ada proses melepas getang saat hendak berwudu.
Terlepas dari itu, berdasarkan pengamatan penulis, kebanyakan lurah dalam potret tersebut mengenakan getang dengan model yang identik dengan getang budu/ budor dan atau getang bunga padi. Getang budu/ budor merupakan simbol penutup aib si pemakai. Sedangkan getang bunga padi memiliki arti sebagai penutup rahasia pemerintahan atau kerajaan.

Sumber: Dokumentasi Bahrul Ulum, 2022

Sumber: Dokumentasi Bahrul Ulum, 2022