Mimpi dan Kekuatan Mimpi
Penulis :
Marlisa Ayu Trisia
Editor :
Ares Faujian
Perkenalkan nama saya Marlisa Ayu Trisia. Ketika masih kecil, saya suka sekali dengan anime, komik dan apapun terkait Jepang. Bahkan, uang saku sekolah sampai habis karena digunakan untuk menyewa komik. Dari hal itu, saya bermimpi dan bertekad bahwa suatu saat saya akan pergi ke Jepang. Mimpi itu pun sendiri saya simpan dalam-dalam hingga saya lulus SMA. Setelah lulus, saya memilih untuk kuliah di UGM di Fakultas Pertanian, program studi Manajemen Sumberdaya Perikanan. Dan, masuk UGM ternyata membawa mimpi saya untuk pergi ke Jepang menjadi lebih dekat.
Masih ingat sekali di bulan Agustus 2006, saya membaca poster bertuliskan “Student Exchange: Berlayar ke Pulau Spermonde, Sulawesi Selatan dengan Ehime University, Jepang”. Saya memutuskan untuk ikut program tersebut. Namun saat itu, motivasi saya ikut hanya ingin melarikan diri dari kesedihan karena meninggalnya papa pada bulan Mei di tahun yang sama. Saya terpilih menjadi salah satu wakil dari UGM, berlayar selama 3 minggu sambil menggunjungi pulau-pulau terpencil bersama mahasiswa Jepang dari Ehime University.

Student Exchange: Berlayar ke Pulau Spermonde, Sulawesi Selatan dengan Ehime University, Jepang
Selama kegiatan itu, saya belajar banyak sekali tentang kehidupan nelayan dan petani yang memberikan semangat dan energi baru yang kemudian membantu saya melupakan kesedihan yang saya rasakan saat itu. Saya juga menjadi dekat dengan sensei (guru). Beliau menginginkan saya untuk kuliah di Ehime University. Dari sini, mimpi yang semula hanya dipendam dalam hati, menjadi berkobar kembali. Oh ya, karena program ini juga saya memutuskan untuk mengambil tema skripsi penelitian sosial di Selat Nasik dan Tanjung Binga mengenai drop out anak nelayan di tahun 2008.
Memang kekuatan mimpi itu luar biasa. Akhirnya di awal tahun 2010, saya berkesempatan untuk pergi ke Jepang selama 2 bulan dalam program agro-complex cultural exchange. Dua tahun kemudian, tepatnya bulan September 2012, saya akhirnya kuliah di Jepang dengan beasiswa dari Ehime University.
“Wuih pasti gampang banget dapat beasiswanya?” Tanya seorang teman.
Eitss… Siapa bilang? Bagi saya sangat susah sekali untuk mendapatkan beasiswa ke Jepang. Sebelum mendapatkan beasiswa dari Ehime University. Saya sudah 3 kali gagal. Ada yang gagal diseleksi administrasi, ada yang gagal diwawancara, bahkan pernah didiskulifikasi.
Kecewa sih, tapi mau bagaimana lagi kalau memang bukan rezeki. Teman saya, Hesty Susanti dan Ponda selalu membantu dan memberikan semangat. Sampai akhirnya saya mendapatkan beasiswa dari Ehime University selama 5 tahun untuk kuliah S2 dan S3. Thank you guys..!!

Kuliah di luar negeri, tidak semanis foto-foto yang terpampang di Facebook saya. He he he… Saya kuliah sambil kerja part time untuk menambah uang saku. Bukan karena uang beasiswa tidak cukup, tapi karena pada dasarnya saya itu senang sekali travelling dan transportasi di Jepang itu mahal sekali. Sebagai perbandingan, tiket bis dari kota Matsuyama, Ehime ke Osaka hampir 700 ribu sekali jalan padahal hanya 6 jam saja. Belum lagi kalau naik shinkansen, itu loh kereta cepatnya Jepang. Sekali naik dari Osaka ke Tokyo bisa habis hampir 2 juta-an. Kalau tidak ada uang tambahan, lupakan deh hasrat jalan-jalan mengelilingi Jepang.

Selama kuliah, saya kerja part time bermacam-macam mulai dari cuci piring di kantin universitas, mengurus brosur kampanye, dan selama 3 tahun terakhir kuliah saya bekerja di Matsuyama Youth Center sebagai pengajar Bahasa Inggris. Ketika saya bekerja disini, teman-teman KMB berinisiatif untuk mengenalkan anak sekolah alam Aik Rembikang dengan anak sekolah di Jepang melalui video call skype dengan harapan mereka bisa termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris. Oh ya, saya juga pernah mengajar mahasiswa S1 di Ehime University mengenai perbedaan desa nelayan di Jepang dengan desa nelayan di Selat Nasik dan Sulawesi Selatan, Indonesia.

Dari kerja part time tersebut, saya juga menjadi lebih mengenal dunia kerja di Jepang yang sangat disiplin. Selama bekerja, saya dilarang membuka ponsel. Kalau ingin ngobrol hanya boleh membicarakan tentang pekerjaan (kecuali istirahat/makan siang) dan harus tepat waktu (maksimal 10 menit sudah datang sebelum kerja dimulai).
Ngomong-ngomong tentang tepat waktu. Saya pernah punya pengalaman buruk. he..he.. Saya pernah terlambat hampir 1 jam dan baru sadar ketika di telfon oleh kantor yang menanyakan mengapa saya tidak masuk. Usut demi usut ternyata masalahnya adalah 2 hari sebelumnya saya baru pulang dari Indonesia sehingga jam di ponsel masih memakai zona waktu Indonesia. Waktu Indonesia bagian barat (WIB) adalah lebih lambat 2 jam dari waktu Jepang sehingga kalau di Indonesia jam 1 siang maka di Jepang sudah jam 3 sore. Seketika itu juga saya langsung datang ke kantor, meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Tetapi bos tetap memarahi saya dan bulan depannya shift kerja saya dipotong banyak sekali.
Kejadian tersebut mengingatkan saya dengan artikel yang pernah saya baca bahwa kerja di Jepang itu ‘gila-gilaan’ karena mereka memiliki budaya etos kerja yang tinggi, disiplin yang ketat dan produktivitas yang tinggi. Bahkan, di Jepang ada istilah “karoshi” yaitu istilah yang digunakan untuk mengambarkan orang yang bekerja berlebihan sehingga orang tersebut mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian.
Namun, semua itu tidak membuat saya takut bekerja di Jepang. Bagi saya, kerja dan hidup di Jepang adalah sebuah tantangan yang sangat menarik dan juga sebuah jawaban atas mimpi saya selama ini. Sehingga setelah lulus S3 di bidang rural development (pembangunan desa). Saya memutuskan untuk menjajal keberuntungan bekerja di Jepang. Mimpi saya pun terkabul dan saya bekerja di salah satu universitas di Jepang. Tentu saja, saya masih jauh dari orang-orang hebat di luar sana, untuk itu saya membuat mimpi yang baru; keliling dunia untuk belajar mengenai rural development. Saya harap dengan mimpi yang baru, saya bisa mengembangkan diri dan bermanfaat bagi orang-orang di desa, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
“If you can dream it, you can do it”
-Walt Disney-
“Be so good, so they can’t ignore you”
–Marlisa Ayu Trisia–
One Comment