Pemberdayaan Komunitas Lokal Dalam Proyeksi Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi
Oleh: Gabriele Claresta Zou*
Editor: Ares Faujian
Pandemi Covid-19 berdampak luas terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan alias Sustainable Development Goals (SDGs) sepanjang tahun 2020 lalu hingga tahun ini. Tidak hanya Indonesia, namun dunia internasional tengah mengalami kesulitan mengejar target tersebut di tahun 2030. Berbagai kemajuan yang selama ini direncanakan terusik akibat pandemi.
Menurut data dari Worldometers hingga 17 Agustus 2021, lebih dari 200 negara di dunia telah terjangkit Covid-19 dengan total kasus mencapai 200,09 juta dan korban meninggal dunia sebanyak 4,39 juta jiwa. Hal ini tidak hanya berdampak pada segi kesehatan, namun juga menyebabkan perekonomian sebagian besar negara-negara di dunia tumbuh negatif bahkan resesi, tak terkecuali Indonesia. Hanya beberapa negara yang masih bertahan dan tumbuh ekonominya pada tahun 2020 hingga saat ini.
Turunnya aktivitas perekonomian dan terbatasnya mobilitas barang dan jasa, serta pembatasan ruang gerak penduduk, pada akhirnya memukul pula pendapatan perusahaan dan masyarakat. Akibatnya, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di mana-mana di dunia selama masa pandemi. Dalam pidatonya di Forum Tingkat Tinggi Dewan Ekonomi Sosial PBB tahun 2021, Jokowi menyebutkan sebanyak 255 juta orang di dunia kehilangan pekerjaan dan 110 juta orang jatuh miskin.
Tujuan akhir dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals terkhusus pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan selalu mengalami kenaikan. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Dampak negatif yang serupa pun berimbas terhadap kehidupan sosial. Meningkatkan jumlah kemiskinan (banyaknya pengemis, gelandangan, serta pengamen); Meningkatkkan kriminalitas, keputuasaan, dan meningkatkan depresi; Meningkatkan jumlah pekerja seks komersial; Meningkatkan tindak kejahatan (seperti merampok, mencuri, menjual narkoba, tindakan penipuan); dan Meningkatkan banyaknya tuntutan/demonstrasi yang terjadi.
Tidak selesai sampai sana, namun keadaan ini juga berdampak ke nasib dunia pendidikan, jelasnya angka putus sekolah di Indonesia. Tidak sedikit orang tua yang terdampak permasalahan ekonomi Indonesia memilih memberhentikan pendidikan anaknya untuk mengurangi beban biaya, dan pada akhirnya mengajak anak-anak bekerja. Seperti mencari timah jika berbicara konteks pulau Belitung. Bukankah sudah terlihat jelas urgensi kita saat ini?
Indonesia tetap berkomitmen terhadap pencapaian target-target SDGs pada tahun 2030 mendatang. Pemerintah telah melakukan segala upaya untuk menangani sejumlah target SDGs yang terdampak pandemi Covid-19. Termasuklah pilar pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi. Dalam menghadapi masalah ini, diperlukan suatu langkah yang luar biasa.
Situasi pandemi di era digitalisasi seharusnya bukanlah menjadi sebuah ancaman (threats) namun lebih sebagai sebuah peluang (opportunities), bahwasanya era globalisasi adalah era yang menuntut masyarakat untuk berpikir kreatif dalam mempertahankan kearifan lokal yang khas. Terlebih, arus globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia bergerak begitu cepat mendorong semakin meningkatnya keterbukaan hubungan ekonomi antar-bangsa dan mendorong persaingan yang semakin meningkat. Misalnya pada dengan terselenggaranya event akbar G20 tahun 2022.
Sadar ataupun tidak, Indonesia sejak awal sudah memiliki senjata untuk menyokong pertumbuhan ekonominya. Nilai-nilai dalam kearifan lokal di setiap daerah menjadi modal utama dalam membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dan lingkungan alam. Kearifan lokal merupakan produk budaya yang patut dijadikan pegangan hidup karena banyaknya nilai yang bisa diambil.
Selain diyakini sebagai perekat sosial yang kerap menjadi acuan dalam menata hubungan dan kerukunan antar umat beragama, kearifan lokal dapat juga dipandang sebagai identitas bangsa. Sebagai contoh, produk budaya yang bertumpu pada bahan baku yang berbasis pada kearifan lokal, misalnya kain tenun tradisional yang merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi. Berbagai motif tenun berupa simbol kehidupan masyarakat mengandung filosofi dan nilai budaya daerah asalnya.
Bahkan, industri tenun berperan sebagai salah satu penggerak perekonomian regional dan nasional serta memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap devisa negara, penyerapan tenaga kerja dan memenuhi kebutuhan industri sandang dalam negeri. Nilai ekspor kain tenun pada tahun 2015 mencapai USD 2,6 juta dengan tujuan utama ekspor ke Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa semua kearifan lokal di setiap daerah tanpa terkecuali memiliki potensi untuk menyokong pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19 ini.
Kearifan lokal ini biasanya dibawahi oleh komunitas lokal. Contohnya saja komunitas lokal yang ada di Belitung Timur, seperti Lembaga Adat Melayu Belitung Timur, Forum Kedukunan Belitung, Sanggar Komunitas Budaya, Pokdarwis, Karang Taruna, Komunitas Penggerak Wisata, dan banyak lagi.
Pemberdayaan komunitas lokal yang termasuk masyarakat setempat sebagai sumber daya manusia dalam proyeksi ini perlu menjadi perhatian juga untuk pemerintah sebagai fasilitator. Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tujuan pemberdayaan komunitas lokal ini jelas untuk memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan/ kesenjangan/ ketidakberdayaan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari berbagai sisi yaitu: pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dalam pembangunan industri berbasis kearifan lokal. Termasuk pula pemberian bekal kreatifitas dan jiwa kewirausahawan dalam mengembangkan produk lokal.
Undang-Undang Nomor 3 tentang Perindustrian, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa adalah industri yang memiliki berbagai jenis motif, desain produk, teknik pembuatan, keterampilan, dan/atau bahan baku yang berbasis pada kearifan lokal.
Dalam menghasilkan produk berbasis budaya, teknologi berperan penting pada proses industrialisasi karena terkait dengan teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Dalam hal ini, peran anak bangsa sebagai penggerak ekonomi di masa depan sangat penting untuk menciptakan teknologi yang dapat dengan mudah diterapkan oleh masyarakat dan industri, sehingga mampu menciptakan suatu produk berbasis kearifan lokal yang berkualitas baik dan memiliki daya saing serta nilai ekonomis yang tinggi.
Komunitas lokal pada akhirnya dapat bekerjasama dengan kaum milenial dengan menuntut adanya tindakan yang kreatif dan inovatif untuk mendirikan perusahaan rintisan (startup) dari produk lokal tersebut. Penciptaan wirausaha muda dapat menjadi salah satu alternatif solusi atas berbagai masalah seperti kemiskinan, kesenjangan sosial dan meningkatnya pengangguran pada usia produktif minimal pada daerah setempat. Hal ini juga bisa menjadi ajang untuk mempromosikan komunitas berbasis kearifan lokal ke seluruh dunia.
Suatu bangsa akan maju dan sejahtera bila jumlah enterpreneur-nya minimal 2% dari total penduduk. Maka dari itulah pemerintah memberikan perhatian yang besar kepada generasi muda untuk dapat berwirausaha guna membantu mengurangi masalah pengangguran yang kian hari kian memprihatinkan.
Selain menciptakan lapangan kerja, para enterpreneur muda ini juga berpotensi untuk menghadirkan investasi. Adanya investasi tersebut akan berdampak dengan semakin besarnya peluang lapangan kerja yang tercipta. Investasi dalam bidang apapun di Indonesia tentunya akan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak lagi. Dan kita ingin investasinya di bidang yang menciptakan nilai tambah tinggi.
Xu Yiu, Mahasiswa Sias International University China, dalam diskusi bertajuk FORCESSION pada Maret 2021 lalu berbagi cerita mengenai bagaimana anak muda di negaranya mengambil peran dalam perekonomian selama masa pandemi ini. Meskipun terbilang negaranya adalah negara yang lebih maju daripada Indonesia, masa pandemi juga pelan-pelan menghambat kegiatan perekonomian negara asalnya. Salah satunya ialah para petani yang kesulitan untuk memasarkan barangnya secara langsung karena ketatnya peraturan pada masa awal pandemi.
Untuk itu para anak muda turut mengambil perannya di sini, terutama para influencer yang memiliki jaringan luas di media sosial. Mereka membantu petani dalam memasarkan hasil panennya melalui e-commerce maupun live broadcast yang mereka lakukan.
Hal seperti ini tentu bisa diadopsi di Indonesia. Negara ini pun punya tak kalah banyak influencer yang sama memiliki pengikut beribu-ribu bahkan berjuta-juta di media sosial. Maka dari itu, kita perlu melibatkan para selebgram atau influencer atau bahkan gamers yang sedang ramai diminati masyarakat saat ini. Pastinya, mereka punya kemampuan untuk memengaruhi penggemarnya. Kesempatan ini harus kita gunakan sebaik-baik mungkin dalam mempromosikan dan memasarkan produk kearifan lokal daerah setempat dalam konten mereka, baik konten vlog, podcast, maupun game.
Pada era digitalisasi saat ini, tidak sedikit anak muda yang mahir membuat aplikasi dan menjalankannya. Sayang sekali jika tidak kita kembangkan kemampuan ini dalam mendigitalisasikan kearifan lokal termasuk juga produk-produknya. Produk yang didigitalisasikan dirasakan mampu menawarkan peluang baru dalam berpartisipasi dalam ekonomi global, berinovasi, dan tumbuh. Perusahaan yang berinvestasi dalam digitalisasi sistem distribusi mampu merencanakan bisnisnya secara strategis dengan mengeluarkan biaya operasional yang signifikan lebih rendah sekaligus meningkatkan profit yang lebih tinggi untuk mendapatkan keunggulan dalam persaingan.
Disamping itu, Indonesia saat ini sebagai negara yang berpotensi menjadi ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara. Diperkirakan pada 2025, nilai transaksi ekonomi digital diproyeksikan mencapai 133 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.826 triliun.
Perlu diketahui, perekonomian Indonesia diproyeksikan dapat tumbuh di kisaran 3,7-4,5 persen di akhir 2021 dan 5,2 persen pada tahun 2022. Proyeksi ekonomi Indonesia ini sejalan dengan ekspektasi pemulihan ekonomi global. Menko Airlangga pada siaran pers (16/9) lalu juga menerangkan bahwa pencapaian target ekonomi akan bergantung pada peran masyarakat.
Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menyejaterahkan rakyatnya, namun kerja sama dan solidaitas harus dipertebal dan inovasi harus ditingkatkan. Perusahaan dan pekerja terutama anak bangsa juga memiliki hak dan kewajiban untuk sama-sama bertahan dalam kondisi pandemi ini. Sehingga akhirnya Program Pemulihan Ekonomi Nasional berhasil diwujudkan.
*Penulis adalah Parlemen Remaja DPR-RI Dapil Prov. Kep. Babel Tahun 2021 dan Siswa SMA Negeri 1 Manggar