Penguatan Literasi dan Pengelolaan Perpustakaan di Era New Normal
Oleh:
H. Paryanta, S.Pd.,S.IP.,M.Si.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kab. Belitung
Editor:
Ares Faujian
Istilah “New Normal” yang belakangan ini banyak disebut pada dasarnya mempunyai arti tersendiri dalam bahasa Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI melalui Badan Bahasa merilis arti “New Normal” yang dalam bahasa Inggris disepadankan dengan istilah bahasa Indonesia “Kenormalan Baru”. Apa itu kenormalan baru? Kenormalan baru adalah keadaan normal yang baru, yaitu kondisi normal yang belum pernah ada sebelumnya. Sebagai contoh yang sebelumnya tidak lazim pakai masker, tapi sekarang ini setiap ke luar rumah dianggap lazim menggunakan masker, selalu menjaga jarak antar sesama, membiasakan cuci tangan dengan menggunakan sabun, dan lain-lain.
Kondisi di era new normal atau kenormalan baru ini, tentunya masyarakat haruslah tetap kreatif dan produktif, meskipun masih berada di masa pandemi Covid-19 yang belum mereda. Salah satu kegiatan yang layak dikembangkan adalah kegiatan literasi, karena kegiatan tersebut dapat menjadi sebuah jawaban agar seseorang mampu membaca situasi dengan baik, mengeksplorasi pengetahuan lebih jauh, bisa mentransformasikan menjadi pengetahuan dan produk/ jasa untuk meningkatkan kualitas hidup.
Selanjutnya dalam suatu kegiatan webinar baru-baru ini pada tanggal 17 Juni 2020, Kepala Perpustakaan Nasional, M. Syarif Bando mengatakan, “Perpustakaan sebagai salah satu pusat literasi dapat menjadi solusi dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa yang memiliki dampak hasil akhir yang signifikansi bagi penggunanya. Hal ini sekaligus menjadi media peningkatan infrastruktur akses informasi dan pengetahuan, penguatan sumber pengetahuan dan nilai informasi serta penguatan konteks informasi bagi individu.”
Tingkatan Literasi
Jika dijabarkan lebih jauh ada 4 tingkatan literasi, yaitu; 1) tingkatan yang pertama berupa kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bacaan, 2) kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat, 3) kemampuan mengemukakan ide atau gagasan baru, teori baru, kreativitas dan inovasi baru, serta 4) yang terakhir adalah kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu bagi kehidupan. Untuk itu hal yang terpenting dalam upaya mendukung literasi adalah bagaimana kita mampu menghasilkan keadilan informasi dan pengetahuan serta penguatan literasi itu sendiri bagi setiap orang sehingga tercipta inovasi yang disertai dengan kreativitas. Hasil akhirnya diharapkan terjadi peningkatan kapabilitas individu dan kesejahteraan masyarakat.
Selain hal tersebut, lebih jauh Kepala Bappenas (Suharso Monoarfa, 2020) menegaskan perlunya memperkuat budaya literasi masyarakat sebagai salah satu upaya agar mampu bangkit dari keterpurukan. Hal ini penting karena literasi sebagai bentuk cognitive skills yang memiliki peran besar dalam upaya pemulihan sosial-ekonomi masyarakat di masa dan pasca Covid-19. Bahkan dikatakan, masyarakat dengan kemampuan literasi lebih baik, cenderung akan lebih siap menghadapi dampak buruk pandemi. Ini karena mempengaruhi sikap dan mindset seseorang dalam menentukan respons terhadap suatu persoalan.
Sejalan dengan keinginan dan harapan tersebut, saat ini transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial sebagai pusat ilmu pengetahuan yang menjadikan perpustakaan sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat, diharapkan akan mampu melahirkan berbagai inovasi dan kreativitas masyarakat.
Pengelolaan Perpustakaan di Era New Normal
Adaptasi baru di era kenormalan baru ini, tidak terkecuali dalam pengelolaan perpustakaan, sepertinya tidak boleh diabaikan. Pengelolaan perpustakaan harus mampu beradaptasi menyesuaikan layanannya, harus melakukan inovasi layanan, membantu masyarakat untuk beradaptasi. Di saat seperti ini seyogianya perpustakaan tetap harus mengadakan kegiatan untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat, dan ini sekaligus merupakan kesempatan bagi perpustakaan untuk berkontribusi kepada masyarakat. Disamping itu, pengelolaan perpustakaan harus selayaknya melakukan transformasi pada layanan perpustakaan, koleksi perpustakaan termasuk di dalamnya buku digital (e-book), dan ruang perpustakaan dengan menerapkan protokoler kesehatan, kebersihan lingkungan, sarana dan prasarana layanan di masa pandemi ini.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pelayanan terhadap pengguna perpustakaan (pemustaka), antara lain;
- Melakukan pembersihan dan disinfeksi secara berkala di area perpustakaan, tidak terkecuali di ruang baca.
- Menyediakan fasilitas cuci tangan yang memadai dan mudah diakses oleh pengguna/pemustaka maupun pustakawan.
- Pastikan pustakawan dan pemustaka memahami perlindungan diri dari penularan Covid-19 dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
- Melakukan pengecekan suhu badan dengan thermogun bagi seluruh pemustaka maupun pustakawan sebelum mulai beraktivitas saat di pintu masuk. Jika ditemukan ada yang suhunya > 37,30˚C (2 kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit), tidak
diperkenankan masuk dan diminta untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. - Mewajibkan pustakawan dan pemustaka (pengunjung) menggunakan masker.
- Memasang media informasi untuk mengingatkan pustakawan, pemustaka agar mengikuti ketentuan pembatasan jarak fisik (minimal 1 meter) dan mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir/hand sanitizer.
- Memberikan tanda khusus yang ditempatkan di lantai, di tempat-tempat koleksi buku, di meja dan kursi baca, serta area lain sebagai pembatas jarak antar pustakawan, pemustaka.
- Melakukan upaya untuk meminimalkan kontak antara pustakawan dan pemustaka dengan menggunakan pembatas/ partisi (misalnya flexy glass) di meja atau counter sebagai perlindungan tambahan untuk pustakawan.
- Menerapkan sistem antrian di pintu masuk dan menjaga jarak minimal 1 meter.
- Melakukan pelayanan secara daring,
terutama buku-buku elektronik (e-book)
untuk
meminimalkan pertemuan langsung dengan pemustaka. Jika memungkinkan, dapat menyediakan layanan peminjaman/pesan antar (delivery services). - Menetapkan jam layanan,sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai ketentuan.
Dengan pelayanan yang baik, dan sesuai dengan kondisi kenormalan baru tersebut, diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk hadir/berkunjung ke perpustakaan atau minimal aktif dalam berliterasi. Sehingga harapan kita dengan banyaknya masyarakat yang memiliki kesadaran berliterasi diharapkan pemulihan sosial ekonomi dampak pandemik Covid-19 akan lebih cepat, dan jika memungkinkan dengan adanya pusat-pusat layanan literasi sampai ke tingkat desa. Perpustakaan desa atau taman bacaan masyarakat dapat berperan sebagai pusat informasi dan pengetahuan, sekaligus sebagai pusat pemberdayaan masyarakat berbasis literasi maka tentunya akan mempercepat proses dalam menggerakkan masyarakat bangkit dari keterpurukan.
Guna mendukung program tersebut, Perpustakaan Daerah Kabupaten Belitung pada saat ini telah menerapkan protoler kesehatan. Yang pastinya didukung dengan program perpustakaan digital yang dapat diakses setiap saat secara gratis dengan menggunakan smart phone di aplikasi iBelitung yang dapat diunduh melalui Playstore, dengan isi konten buku-buku yang menarik, baik berupa buku mata pelajaran SD/SMP/SMA/SMK maupun buku-buku terkait kajian agama, keterampilan, teknologi, fiksi/ non fiksi, serta buku-buku pengetahuan umum lainya.