Penyakit Sosial LGBT
(Yuk, Jaga Keluarga dan Lingkungan Pergaulan Kita!)
Oleh: Viola Andini
Siswa Kelas Sosioliterasi G4 SMAN 1 Manggar
Editor: Ares Faujian
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau yang familier dikenal dengan LGBT merupakan penyakit sosial dengan perilaku seksual yang menyimpang. Menurut Suyanto, penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan cara tidak wajar, contohnya menyukai sesama jenis.
LGBT dikatakan menyimpang karena fenomena tersebut tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat, serta dianggap sebagai sebuah media yang tidak wajar demi mendapatkan kepuasan seksual. Permasalahan penyimpangan seksual LGBT ini berkaitan dengan tingkat kematangan seksual yang banyak terjadi pada remaja.
Menurut beberapa sumber, perilaku ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat jumlahnya di Indonesia. LGBT dalam kajian hukum perkawinan bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974 dan pasal KUHP yang menyatakan larangan terhadap orang-orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dan orang yang dari jenis kelamin yang sama, konsekuensinya yaitu dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI (2012), memprediksi jumlah LGBT di Indonesia mencapai 3 juta jiwa pada tahun 2011. Padahal 2009 populasi gay hanya sekitar 800 ribu jiwa. Ngerinya lagi, untuk mendukung keberadaan penyakit sosial ini, sampailah dibentuknya organisasi atau kelompok masyarakat yang mendukung tindakan penyimpangan seksual ini. Salah satu organisasi LGBT ini yaitu, forum LGBTIQ di Indonesia yang didirikan pada 2008. Forum ini memiliki tujuan untuk memajukan program hak-hak seksual yang lebih luas dan memperluas jaringan agar mencakup organisasi LGBT tersebut. Hal ini berdampak makin banyaknya penyimpangan yang terjadi pada remaja.
Ada beberapa penyebab perilaku LGBT ini. Pastinya yang umum kita tahu adalah pengaruh faktor pergaulan dan faktor lingkungan keluarga. Faktor pergaulan ini terjadi karena salah pergaulan dalam berteman.
Sudah seharusnya kita memilih teman yang berperilaku baik. Jika seseorang berteman dengan orang berperilaku menyimpang, ada kecenderungan dia akan ikut orang tersebut untuk berperilaku sama. Bisa juga orang tersebut tidak berperilaku menyimpang, melainkan hanya sekadar suka pada orang yang perilaku menyimpang (mendukung perilaku tersebut). Ada pula lingkungan pergaulan yang tidak adanya kesadaran untuk menegur atau mengingatkan orang tersebut. Hal ini juga menjadi faktor pendukung fenomena sosial ini terus merebak.
Faktor dari lingkungan keluarga juga bisa membuat seseorang menjadi LGBT. Hal ini biasanya karena anak mendapat perlakuan kasar, contohnya anak perempuan yang dapat perilaku kasar dari ayah atau saudara laki-lakinya, akibatnya anak perempuan tersebut akan berpikir untuk membenci lawan jenisnya. Oleh sebab itu, peranan keluarga dan keharmonisannya sangat penting untuk mendorong anak tumbuh normal dan wajar.
Beberapa studi menemukan LGBT memiliki tingkat kecenderungan mengidap penyakit mental. Misalnya, depresi yang sangat tinggi dan hal ini memengaruhi kerentanan kondisi kepribadian dan daya tahan orang tersebut. Hal ini bisa diduga karena diskriminasi dari lingkungan sekitar.
Perilaku LGBT ini dapat menimbulkan penyakit biologis, seperti HIV/AIDS karena sering gonta ganti pasangan. Menurut beberapa referensi yang pernah penulis baca, ketika para gay melakukan hubungan seks anal (dubur), mereka akan memiliki risiko tinggi terkena penyakit kanker anal. Seorang LGBT akan sulit mendapatkan ketenangan hidup, karena perilaku mereka ini tidak wajar dan dianggap tabu bagi masyarakat.
LGBT perlu dicegah penyebarannya agar tidak makin luas, yaitu dengan cara pembimbingan. Misalnya, bisa melalui sekolah-sekolah, seminar ataupun media online, melalui pelajaran-pelajaran tentang keagamaan, konten-konten tentang bahaya perilaku tersebut, dan lain-lain. Pembimbingan ini bertujuan untuk mendewasakan pikiran, jiwa, mental, dan hati seseorang agar tidak mudah terjerumus dalam perilaku tersebut.
Faktor utama untuk membentuk kehidupan seorang anak adalah keluarga. Maka dari itu, perlunya menjalin silaturahmi dan edukasi seksual positif dari keluarga. Selain itu, agar tetap baik, keluarga sebagai fondasi ketahanan masyarakat dan bangsa dapat diberikan sosialisasi dari pemerintah untuk mendorong upaya penguatan lembaga keluarga sebagai benteng pertahanan untuk memperkuat iman agar tidak terjerumus dalam hal tersebut.
Jika kita sudah tahu, kita juga harus melibatkan seorang LGBT melakukan kegiatan yang positif, seperti beribadah, menonton konten-konten positif, mengajak ia bergaul secara positif dengan orang lain. Hal ini dilakukan agar ia bisa sedikit demi sedikit melupakan tindakan menyimpang itu. Selain itu, kita juga harus menghargai pendapat seorang LGBT, agar ia tidak merasa dibeda-bedakan, dan memberitahu secara perlahan. Semakin banyaknya perilaku menyimpang ini, maka disarankan untuk melakukan pembinaan moral di sekolah-sekolah maupun di media lainnya.
Moral sebagai tingkah laku hidup manusia haruslah berdasarkan pada kesadaran. Moral yang baik ialah sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya. Pembinaan moral lebih penting daripada sekadar menuliskan pernyataan “bebas LGBT”. Pembinaan moral sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran pada setiap individu agar menjauhi tindakan menyimpang.
Perlunya pembinaan moral pada seorang LGBT. Hal ini dilakukan agar perilaku menyimpang ini dapat dicegah dan penyebarannya tidak terus berlanjut. Langkah awal pembinaan moral yaitu, menghargai keberadaan seorang LGBT, karena mereka merupakan seorang pribadi ciptaan Tuhan yang sama seperti kita. Penulis harapkan tindakan menyimpang ini dapat dicegah dan penyebarannya tidak semakin luas. Dengan adanya kerjasama yang baik, masalah LGBT yang menjadi fenomena sosial ini bisa diatasi. Misalnya, memperbanyak pembinaan moral di sekolah, diadakannya seminar mengenai bahaya LGBT, diadakan penyuluhan keagamaan mengenai LGBT, dan menjaga pergaulan dalam hal apapun agar perilaku tersebut tidak terus-menerus berlanjut. Semoga fenomena sosial ini bisa berkurang dan mari kita jaga keluarga dan pergaulan kita dari penyakit sosial ini.