Perundungan, Perusak Mental Remaja!
Oleh: Muhammad Faqih Nur Al-Hady
Siswa Kelas Sosioliterasi G4 SMAN 1 Manggar
Editor: Ares Faujian
Di zaman sekarang ini, tindakan kekerasan semakin sering terjadi di kalangan remaja, termasuklah perundungan. Perundungan di kalangan remaja merupakan sebuah tindakan kekerasan yang penting namun agak dipandang sepele untuk daerah tertentu, karena disebabkan oleh kurangnya kepekaan masyarakat dan dianggap candaan biasa, bahkan di sekolah.
Sekolah menjadi salah satu tempat terjadinya perundungan di kalangan remaja. Perundungan ini pun bisa terjadi kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja, dan terhadap siapa saja, termasuk remaja atau pelajar.
Menurut black and Jackson (2007), perundungan (bullying) adalah tipe agresif proaktif dimana ada aspek yang disengaja untuk mendominasi, menyakiti, menyingkirkan, ada ketidak seimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, dan status sosial, dan dilakukan berulang kali oleh satu atau beberapa terhadap anak lain. Tindakan perundungan di kalangan remaja ini biasanya bertujuan untuk mengontrol, menyakiti, mempermalukan, merendahkan dan bahkan ingin membuat korbannya menderita dan tidak berdaya. Tindakan perundungan ini biasanya dilakukan secara terus-menerus sampai si pelaku yang melakukan perundungan ini puas.
Perundungan yang terjadi di kalangan remaja ini biasanya disebabkan oleh sikap-sikap negatif, seperti perasaan iri, dendam, dan juga bisa disebabkan oleh rasa tidak suka terhadap seseorang. Kurangnya kasih sayang dari orang tua juga menjadi faktor penyebab seorang remaja melakukan perundungan.
Dari beberapa sumber yang penulis baca, perundungan sendiri terbagi menjadi 5 jenis, yaitu perundungan verbal, perundungan fisik, perundungan sosial, cyberbullying atau perundungan dunia maya, dan yang terakhir perundungan seksual. Namun, di zaman modern ini cyberbullying atau perundungan dunia maya lah yang sering terjadi di kalangan remaja. Misalnya, seorang korban cyberbullying yang sedang memposting fotonya di sebuah aplikasi, lalu ada si perudung yang merendahkan si korban dengan mengomentari postingannya menggunakan kata-kata yang tidak pantas.
Tindakan perundungan di kalangan remaja ini memiliki banyak sekali dampak negatif yang bisa dirasakan bagi korban yang mengalaminya. Secara umum, dampak negatif dari perundungan adalah bisa menyebabkan korban menjadi minder, kurang percaya diri, merasa takut dan juga bisa menyebabkan korban menjadi stres. Namun di kalangan remaja, perundungan bisa mengakibatkan seorang remaja menjadi kurang berkonsentrasi dalam belajar, kesulitan dalam bergaul dan bahkan bisa membuat seorang anak dan remaja tidak mau bersekolah. Bagi korban yang awalnya memiliki kepribadian ekstrover (terbuka), kemungkinan setelah korban mengalamin perundungan dia akan berubah menjadi orang yang berkepribadian introvert (tertutup).
Selain itu, tindakan perundungan juga dapat memberikan dampak positif bagi korban perundungan, seperti dapat membuat korban termotivasi untuk menunjukkan potensi yang ada di dalam dirinya. Meskipun terdapat dampak positif dari tindakan perundungan ini, bukan berarti kita harus melakukan perundungan terhadap orang lain.
Selain memberikan dampak negatif bagi korban, tindakan perundungan ini juga bisa memberikan dampak negatif bagi pelaku perundungan, seperti tidak adanya rasa empati, pelaku perundungan akan terbiasa melakukan tindakan tersebut kepada orang lain, karena berpikir tindakan perundungan adalah suatu tindakan yang biasa dan menyenangkan. Pelaku perundungan juga akan sering berkelahi bahkan sampai bisa merusak properti. Lebih parahnya lagi, seseorang yang melukan perundungan akan sangat mudah untuk melakukan kekerasan fisik yang akan menjadikannya seorang kriminal. Selain itu, tindakan perundungan yang dilakukan seseorang dapat membuatnya dikucilkan oleh teman-temannya, bahkan keluarganya sendiri.
Di Indonesia sendiri, telah terjadi 45 persen tindakan perundungan di dunia digital atau maya (cyberbullying) pada remaja berusia 14-24 tahun. Kemudian ada sekitar 20 persen tindakan perundungan yang telah terjadi di lingkungan sekolah, rumah, maupun linkungan sekitar pada remaja yang berusia 13-17 tahun. Data ini didapat dari UNICEF tahun 2020.
Namun, dari jumlah data tersebut pasti masih banyak lagi kasus perundungan di kalangan remaja yang belum diketahui oleh pihak UNICEF. Biasanya remaja yang menjadi korban perundungan enggan untuk melaporkan tindakan tersebut. Alasan korban perundungan enggan melaporkan karena korban akan selalu berpikir jika dia melaporkan si pelaku, maka pelaku akan lebih banyak memberikan intimindasi. Korban juga akan berpikir jika dia melaporkan pelaku, maka perundungan yang terjadi akan semakin lebih buruk. Maka dari itu, korban yang mengalami perundungan hanya bisa diam dan pasrah dengan tindakan perundungan yang dia alami.
Tindakan perundungan yang terjadi di kalangan remaja ini memiliki sebuah dampak yang sangat fatal bagi korban yang mengalami perundungan, yaitu menyebabkan seorang remaja mengalami gangguan mental atau penyakit mental. Gangguan mental atau penyakit mental ini tidak dapat disembuhkan seketika dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa ikhlas dan menerima atas tindakan perundungan yang dialami.
Dari beberapa referensi yang penulis baca, ganguan mental atau penyakit mental adalah kondisi kesehatan yang memengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau kombinasi di antaranya. Ada banyak faktor-faktor penyebab gangguan mental atau penyakit mental ini. Salah satu contohnya, peristiwa trauma seperti kasus kekerasan berupa perundungan.
Remaja yang terkena gangguan mental atau penyakit mental akibat perundungan biasanya mengalami gangguan kecemasan dan depresi yang dapat menyebabkan penderitanya terkena gangguan jiwa. Gangguan ini bisa dalam wujud kesulitan tidur (insomnia), akibat banyaknya tekanan yang dia alami. Selanjutnya, seorang remaja yang terkena gangguan mental atau penyakit mental akibat perundungan akan terlihat murung dan linglung.
Beberapa cara mencegah kasus perundungan di kalangan remaja. Cara-cara tersebut seperti memberikan edukasi tentang betapa bahayanya kasus perundungan yang sampai bisa merusak mental remaja, menciptakan budaya anti perundungan pada remaja di sekolah, dan megajak para semua masyarakat khususnya remaja untuk mencegah lebih banyak terjadinya kasus perundungan di kalangan remaja.
Di Indonesia sendiri, pemerintah telah menetapkan peraturan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang mana, salah satu isinya berbunyi bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaiman diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Pada intinya, semua pihak baik itu remaja ataupun orang dewasa harus ikut terlibat untuk memerangi tindakan perundungan yang semakin sering terjadi, khususnya di kalangan remaja, serta memberikan penegasan kepada semua pelaku yang telah melakukan perundungan.
Kita sebagai generasi penerus bangsa harus saling mengingatkan bahwa betapa bahayanya tindakan perundungan ini. Jadi, marilah kita bersama hentikan perundungan dan majukanlah bangsa ini dari tindakan kekerasan di masa depan yang berakar dari perundungan.
.
Referensi:
Black and Jackson (2007) “Pengertian perundungan (bullying)”. http://www.gurusiana.id/read/trisundari72/article/stop-bullying-bijak-bermedia-sosial-untuk-menghindari-perundungan-4471719
Cnnindonesia.com, 2019 “Jenis-jenis perundungan”. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190411135109-260-385320/mengenal-jenis-jenis-bullying-atau-perundungan
Kabarjakarta.com, 2022 “Data perundungan yang terjadi pada remaja menurut UNICEF”. https://www.kabarjakarta.com/posts/view/2768/mengkhawatirkan-45-anak-indonesia-jadi-korban-cyber-bullying.html
Learning.hukumonline.com, 2019 “Peraturan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2002 tentang perlindungan anak”. https://learning.hukumonline.com/wp-content/uploads/2021/09/UU_NO_35_2014.pdf