Saat Covid-19 Mengubah Sistem Dunia Pendidikan
Oleh:
Aqila Hilmyra Zinta
Siswa Kelas Sosioliterasi Generasi 2
SMA Negeri 1 Manggar
Editor:
Ares Faujian
Hanya dalam waktu kurang dari 4 bulan, perubahan dunia pendidikan di tengah pandemi sangat dirasakan hingga kini. Mau tak mau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI mengganti arah kebijakannya untuk membantu kegiatan belajar-mengajar berjalan efektif, meski secara online class.
Sejak kemunculannya pada awal maret di tanah air, sejumlah sekolah maupun perguruan tinggi terpaksa ditutup dan mengubah metode belajar menjadi daring. Hal ini tentu menimbulkan sejumlah dampak. Salah satunya yang paling terlihat atas perubahan dunia pendidikan adalah ketidakefektifan proses belajar-mengajar. Pasalnya, tidak semua peserta didik mampu beradaptasi dengan metode pendidikan yang baru ini, terlebih pada siswa yang kurang mampu. Bagi anak-anak yang kurang mampu sekolah, tatap muka menjadi solusi untuk menimba ilmu.
Ada banyak kendala yang menjadi penghambat dalam pembelajaran daring. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi kita bersama, yaitu seluruh elemen masyarakat. Pertama, banyak siswa tidak memiliki HP yang memadai. Yakni HP mereka tidak memiliki internet/ jadul. Kedua, HP tidak memiliki kuota. Jangankan beli kuota makan saja susah. Ketiga, sinyal yang susah ditangkap. Bagi mereka yang mempunyai internet sedikit, bisa dibayangkan bagaimana belajar dengan paket internet terbatas jika tugas dari guru misalnya menyaksikan materi pembelajaran dari YouTube.
Laju penyebaran Covid-19 di Indonesia, tentunya membuat pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk segera mengakhiri pandemi, agar seluruh sektor kehidupan tak lagi mengalami masa sulit, termasuk dunia pendidikan. Maka dari itu, pihak Kemndikbud RI meminta agar para guru tidak hanya fokus dalam mengejar target belajar. Namun juga membekali siswa dengan kemampuan hidup yang diperkuat dengan nilai-nilai karakter. Tujuannya tak lain supaya metode belajar jarak jauh tidak lagi membebani para guru, siswa, maupun orangtua.
Bagi sekolah yang berada di zona merah dan oranye, masih dilarang untuk melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Sedangkan bagi sekolah yang berada di zona hijau dan kuning seperti Kabupaten Belitung Timur khususnya Kecamatan Manggar diperbolehkan, tetapi tentunya dengan protokol kesehatan dan pembagian sesi per kelas.
Sekolah yang melangsungkan tatap muka harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, sekolah harus mendapatkan izin dari pemerintah daerah/ kepala dinas pendidikan setempat. Kedua, perizinan orang tua murid kepada siswa yang menjadi hak prerogratif orang tua.
Hal ini harus ditekankan, walaupun di zona kuning dan hijau diperbolehkan, tetapi bukan artinya itu sebuah keharusan. Kita masih mementingkan otonomi dan preogratif terhadap persetujuan pemerintah daerah, kepala sekolah, komite dan setiap orang tua di Indonesia.
*Artikel ditulis pada tanggal 30 Agustus 2020