Saya Menulis, Maka Saya Ada!
Oleh :
ARES FAUJIAN
Pemimpin Redaksi Media KMB
Pengurus Asosiasi Guru Penulis Indonesia Prov. Kep. Babel
Fasilitator Literasi Baca-Tulis Regional Sumatra
Menulis adalah pekerjaan yang membosankan. Menjenuhkan. Apalagi hanya berkutat dengan buku, pensil, pulpen dan laptop atau gawai sebagai contekkan informasi. Tanpa banyak mobiltas raga, aktivitas ini hanya ego pada otak si penulis serta hati seseorang yang ingin diperhatikan melalui goresan dalam suatu tulisannya.
Saya tak hobi menulis. Tulisan saya pun memang tak bagus. Tak punya harapan dengan menulis. Tak punya masa depan untuk menjadi penulis. Menulis adalah pekerjaan yang membuang waktu. Karena hanya ‘duduk-duduk’ tak jelas sambil ngopi atau menikmati hidangan egoisnya.
Menurut saya, menulis hanya untuk orang-orang melankolis atau orang-orang yang merasa pintar sendiri. Terlebih introver yang suka menulis ‘diary’ yang bikin saya diare.
Menulis juga menjadi bagian dari kerinduan mereka setelah bersama dengan “sepi dalam keramaian”. Mereka yang cinta menulis adalah figur sosial yang apatis, dengan diri dan karya-karya mereka yang sok romantis. Apa sih mereka itu?!
Memang menulis hanya milik orang-orang pintar. Seperti Plato, Aristoteles, Auguste Comte, Sigmund Freud, Karl Marx, Kahlil Gibran, Ibnu Sina dan lain sebagainya. Kita sebagai orang awam dengan segala keterbatasannya hanya bisa tahu dan ‘angguk-angguk’ melihat karya-karya mereka dari buku ketika sekolah/kuliah, atau komputer/laptop dan gawai ketika mencari informasi di dunia maya.
Menatap tulisan tokoh-tokoh itu hanya membuat diri ini iri dan merasa “Apakah saya bisa seperti itu?”. “Oh no! Kamu hanya pelajar biasa yang kerjanya nanti tak kan lebih dari menjadi pegawai negeri, hufffthhh… ”. Begitulah kata hati saya dulu. Ya, dulu.
Sepenggal kisah lawas tersebut (di atas) adalah ungkapan hati dan pikiran saya ketika belum tahu tentang menulis, dan mungkin juga kalian alami. Ihwal tersebut adalah gambaran masa lalu penulis dengan pikiran-pikiran yang terbatas dan tak bertanggungjawab, serta tak patut untuk dilanjutkan.
Namun, semua itu ‘sah-sah’ saja. Karena sebagai manusia yang terus berkembang dengan segala kegagalan ‘jatuh bangun’-nya. Proses tersebut adalah pembelajaran hakiki seorang manusia muda untuk mencari tentang siapa jati dirinya. Cieee….
Dan kini semua kisah lawas itu berubah. Menulis menjadi kegemaran dan bahkan mendatangkan sesuatu yang tak diduga-duga. Membuat penulis lebih mensyukuri kemampuan yang dimiliki dengan menjadi hobi, dan meraih prestasi dengan sesuatu yang awalnya tak disukai. Ya, itu semua gegara menulis.

Sumber: medium.com
Menulis. Suatu aktivitas yang penulis pikir semua orang normal pasti bisa melakukannya. Asal ia tidak ada cacat komprehensif pada organ gerak tubuhnya.
Menulis menurut KBBI adalah, melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Menulis merupakan proses aspiratif pikiran dan hati yang diluruskan keberadaannya dengan rangkaian kata-kata melalui tulisan. Seseorang yang aktivitasnya intens dengan menulis biasanya disebut dengan ‘penulis’.
Mengapa menulis? Atau mengapa seseorang menulis? Tentunya jawabannya pasti beragam. Yang pasti salah satu jawabannya adalah untuk merealisasikan pikiran dan perasaan pada diri seseorang tentang apa yang ia lihat, ia rasakan, ia cium, ia dengarkan, ia raba, hingga kejadian-kejadian yang ia alami. Tulisan-tulisan yang ia buat adalah konstruksi dokumentasi berita pribadi bahwa seseorang dengan keadaan fiksi dan non-fiksi pada dirinya.
Mengapa seseorang harus menulis? Banyak yang bertanya-tanya mengapa seseorang harus menulis. Jawabannya tak banyak. Jawaban ini erat kaitannya dengan membaca sebagai proses peningkatan kompetensi diri, langkah dalam mewariskan inspirasi dan motivasi, hingga membentuk budaya literasi sebagai upaya progres peradaban bangsa serta cara meregenerasi kondisi histori. Selain itu, menulis juga merupakan cara untuk meninggalkan jejak sejarah bahwa seseorang penulis pernah berada dalam suatu masa.
Seseorang yang menulis pasti seorang pembaca. Seorang pembaca pasti memiliki potensi menjadi ‘penulis’. Semua itu tergantung nawaitu hati, kerja keras, kerja cerdas, komitmen pribadi, konsistensi diri, dan faktor publikasi dari seorang calon penulis.
Apa sih untungnya menulis? Masalah untung dan tak untung menulis itu tergantung kinerja menulis itu sendiri. Popularitas adalah jaminan jika memang menulis dengan tulisan yang bagus, terlebih mengandung nilai kebermanfaatan dan estetika sastra yang diterima masyarakat. Karena banyak orang yang menulis, namun tulisannya belum mencerminkan tulisan yang baik dan layak diterima oleh publik.
Keuntungan selanjutnya adalah seseorang pastinya akan memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang bertambah. Tak menutup kemungkinan seorang penulis bisa juga menjadi pembicara dalam suatu acara (dalam/luar daerah) dan menambah nilai finansial pribadi jika berbicara ihwal profit tulisan yang telah dihasilkan, serta meraih berbagai prestasi atau penghargaan. ‘Wow, keyen!’ Jalan-jalan pun menjadi wejangan nikmat ketika kalian mampu menunggu buah yang manis dengan proses kesabaran dalam menulis.
Hampir seluruh penulis mengalami proses yang tak mudah menjadi penulis terkenal. Beberapa contoh penulis terkenal yang mengalami proses perjalan yang tak mudah, yaitu Dewi ‘Dee’ Lestari, Asma Nadia dan J.K. Rowling. Salah satu yang familiar dan pasti dikenal baik di dunia maupun di Indonesia adalah J.K. Rowling.
Kalian tahu siapa J.K. Rowling? Tentunya yang suka dengan film Harry Potter pasti tahu dengan penulis yang pernah ditolak 12 kali naskahnya oleh macam-macam penerbit ini. Perjalanan hidupnya dengan menulis buku khayalan tingkat tinggi dan tak masuk akal mampu membuat Ibu ini memperoleh bayaran terbesar di dunia pada tahun 2017 dengan kekayaan saat itu diperkirakan $850 juta, dan (katanya) mengalahkan kekayaan Ratu Elizabeth II. Wow!
Tidak hanya bayaran yang besar dan popularitas yang didapat. Berbagai penghargaan pun ia sabet seperti yang paling langka dan prestisius yaitu, Companion of Honour dari Kerajaan Inggris. Di mana, untuk kategori perempuan terhormat dan berbakat, Rowling memperoleh hak istimewa tersebut langsung di Istana Buckingham dan hanya berjumlah sekitar 65 orang yang menerima penghargaan tersebut di dunia ini (saat ini). Wow, super sekali!
Itulah deskripsi dan ilustrasi tentang apa dan mengapa kalian harus menulis. Mudah-mudahan alasan materi tidak menjadi dasar niat seseorang untuk menjadi penulis. Karena jika hanya alasan materi, esensi menulis tidak akan didapat, dan cerminan kepribadian seorang penulis pun akan buruk karena hanya mengutamakan materi yang berupa uang dan wujud kemewahan lainnya.
Menulislah! Karena dunia butuh inspirasi dari kisahmu. Butuh motivasi dari pengalamanmu. Butuh diskusi dari pemikiranmu. Butuh hati dari perasaanmu. Butuh keragaman ide dari tulisan-tulisanmu.
Curahan pikiran dan perasaan tidak hanya membuatmu sendiri tegar dengan cara tersalurkan. Namun, tulisan itu mampu mengubah dunia seseorang yang memang sedang dalam bimbang. Mengubah arah langkah seseorang menjadi tegap dan terarah. Mewujudkan karya-karya yang bisa menjadi prestasi nyata. Dan merealisasikan tulisan dengan asas keberlanjutan melalui macam ragam warisan peradaban berupa buku serta karya lainnya.
Dalam menulis, selain kalian harus punya kiblat (tokoh panutan) menulis sebagai pedoman semangat dan gaya kepenulisan. Harmonisasi menulis bisa didapat dengan cara mengikuti seminar/workshop serta join organisasi/komunitas literasi (menulis). Asas kontinuitas pun bisa menjadi syarat pendukung dalam menulis apabila seseorang memang serius untuk menjadi seorang pejuang pena.
Sekian dan selamat menulis! Semoga tulisan singkat ini bisa menjadi pengantar dalam memulai proses menulis, menjadi inspirasi bagi para calon penulis, dan bermanfaat sebagai literatur pengingat untuk para penulis yang sudah tidak lagi pemula.
“Saya menulis, maka saya ada!” Salam semangat untuk para calon penulis dan penulis pemula yang semoga menjadi penulis terkenal nantinya. Yuk, mari kita tingkatkan SDM Indonesia dengan Gerakan Literasi Nasional melalui literasi baca-tulis ini. Sekian, salam semangat berkarya, dan salam semangat berliterasi!
Anggie Pratiwi
Kelas X-5
Saya adalah salah satu orang yang mempunyai hobi membaca, terkadang saya bisa tenggelam dalam bacaan saya sampai lupa waktu. Saat saya membaca banyak buku-buku bagus saya merasa ingin menghasilkan tulisan-tulisan yang bagus seperti buku-buku yang saya baca itu, tetapi saat saya memikirkan hal itu saya tidak terlalu berniat dan tidak terlalu mendalami hal tersebut. Oleh karena itu, saya sangat senang karena adanya program sosioliterasi yang diadakan oleh Pak Ares ini karena saya bisa belajar lebih lagi untuk menulis dan saya merasa mempunyai motivasi untuk menulis karena teman-teman saya juga melakukan hal tersebut. Tulisan-tulisan Pak Ares juga sangat bagus dan memotivasi, dalam tulisan yang Pak Ares tulis kali ini pun membuat saya teringat dengan perkataan guru sejarah bahwa salah satu cara untuk mengingat sejarah kita adalah dengan menulis, contohnya seperti prasasti yang ada sebagai peninggalan di masa lampau yang membuat kita tahu akan apa yang terjadi di masa lampau tersebut. Terima kasih Pak Ares, semoga selalu semangat menulis dan menginspirasi kita semua.