Sekolah Berwawasan Lokalitas dan Kearifan Lokal
Oleh :
ARES FAUJIAN
Penulis Senior Karya Muda Belitung (KMB)
Pengurus Asosiasi Guru Penulis Indonesia Prov. Kep. Babel
Fasilitator Literasi Baca-Tulis Regional Sumatra
Pesona warna pelangi etnis di Indonesia begitu kaya dengan pluralnya. Dengan kondisi etnis sebanyak 1340 suku bangsa (SP2010/Sensus Penduduk BPS, 2010). Negara kepulauan terbesar di dunia ini disebut-sebut begitu unik dengan keanekaragamannya dan disukai karena kecantikkan akan paras alamnya. Tak hanya itu, unsur autentik (keaslian) Indonesia pun menjadi daya dukung kunjungan dari negara lain akan warisan-warisan dunia yang telah membumi dari abad ke abad lamanya.
Begitulah kondisi Indonesia yang sebenarnya memiliki daya tarik bagi wisatawan asing untuk menginjakkan kakinya di negeri dengan jumlah bahasa etnis (daerah) terbanyak kedua, yaitu 719 bahasa daerah di dunia ini setelah Papua Nugini (hampir 850 jenis bahasa daerah).
Di dalam tulisan penulis kali ini. Penulis melanjutkan bagian yang sangat penting dari keberadaan konsep lokalitas sebagai karakter indentitas yang pernah penulis tulis pada opini di Belitong Ekspres (26/08/2019) dengan judul “Kekuatan Lokalitas Sebagai Karakter Identitas”.
Mengerucut dari konsep strategi tersebut. Kali ini penulis mengarah pada proses internalisasi dengan habituasi (proses pembiasaan) melalui agen sosialisasi pembentuk kepribadian dan karakter anak setelah keluarga, yaitu sekolah.
Sekolah. Siapa yang tak kenal dengan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran ini? Semua orang dimulai dari manusia masa Baby Boomer (kelahiran diperkirakan sebelum 1960), manusia zaman Generasi X (kelahiran diperkirakan 1961-1984), manusia zaman milenial atau Generasi Y (kelahiran diperkirakan 1985-1994), manusia zaman Generasi Z (kelahiran diperkirakan 1995-2010), hingga manusia Generasi Alpha (kelahiran diperkirakan di atas tahun 2010) pasti hampir seluruhnya pernah dan akan merasakan sekolah.
Dengan melalui sekolah, konsep kekuatan lokalitas sebagai karakter identitas suatu daerah akan lebih mudah tertanam dan mendarah-daging serta bisa diwariskan dengan terencana, terarah, terstruktur, dan tersistem dengan baik dari generasi ke generasi. Konsep lokalitas tidak hanya akan menjadi karakter identitas. Kekuatan lokalitas ini akan menjadi simbolisasi dan simbolisme dari eksistensi identitas dengan ciri yang khas melalui lembaga sosial yang bernama sekolah.

Sekolah berwawasan lokalitas dan kearifan lokal merupakan terobosan yang dianggap perlu dalam mewariskan nilai karakteristik unik dari suatu kearifan lokal daerah. Tidak hanya itu, sekolah ini juga mampu mewariskan nilai-nilai lainnya seperti, nilai etika dalam adat-istiadat dan berbahasa daerah, nilai estetika dalam seni dan kesusastraan daerah, nilai edukasi lokal dalam wawasan kearifan lokal, nilai warisan kultural dalam suatu peradaban lokal, hingga bernilai finansial ketika berbicara daya tarik wisata level nasional hingga internasional.
Tak luput dari itu semua. Nilai autentik atau nilai keaslian corak dari lokalitas tersebut menjadi ciri yang patut dipertahankan sebagai nilai tambah dalam membangun dan membangunkan generasi muda agar melek literasi budaya yang bernama ‘lokalitas’ ini.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan sekolah berwawasan lokalitas dan kearifan lokal ini yaitu, pertama, menyatukan visi dan misi sekolah dengan pelaksanaan program kerja yang mengarah pada pelestarian dan perlindungan kedaerahan. Upaya strategis ini akan lebih terencana apabila terlebih dahulu melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan tim pengembang Sistem Penjaminan Mutu Sekolah (SPMI) di sekolah. Termasuk melibatkan peran pengawas sekolah, komite sekolah, orangtua/wali siswa, dan tokoh masyarakat (agama, adat, pendidikan, dll) agar pencapaian lebih tepat sasaran berkenaan program sekolah berwawasan lokalitas dan kearifan lokal ini.
Melaksanakan EDS dapat melihat kelebihan (strength), kekurangan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang akan lebih jelas jika melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) yang ada di sekolah. Dengan melakukan analisis SWOT ini, suatu sekolah dapat mengetahui apa saja yang ada dan tidak ada, serta yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dengan rencana pengembangan lebih lanjut dalam Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana Kerja Sekolah (RKS), dan perencanaan relevan lainnya.

Empat bidang yang mempunyai kompetensi pada wakil kepala sekolah dapat dioptimalkan sebaik mungkin dalam program pengembangan sekolah menjadi sekolah berwawasan lokalitas dan kearifan lokal setempat, yaitu bidang kurikulum, kesiswaan, sarana prasarana dan hubungan masyarakat (humas). Namun, program awal untuk mewujudkan sekolah ini bisa dilakukan dengan merealisasikan pemakaian baju batik bermotif khas daerah dan program satu hari memakai pakaian adat daerah dan berbahasa daerah.
Melalui bidang kurikulum, proses internalisasi sekolah berwawasan lokalitas dan kearifan lokal bisa dilakukan dengan penambahan mata pelajaran (mapel) bahasa daerah, mata pelajaran muatan lokal (mulok) tentang kedaerahan, dan mengintegrasikan aspek-aspek kedaerahan ke Rencana Pelaksanaan Pembelajaraan atau RPP guru di sekolah. Misalnya pengenalan tanaman dan hewan lokal pada mapel Biologi, pengenalan olahraga tradisional lokal pada mapel Pendidikan Jasmani dan Olahraga, pengenalan dan perkembangan etnis lokal pada mapel Sosiologi dan Antropologi, pengenalan sejarah lokal pada mapel Sejarah, pengenalan bahasa dan sastra lokal pada mapel Bahasa Indonesia, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, melalui program kurikulum sekolah dapat juga didukung dengan program membuat atau menerbitkan referensi/literatur/buku guru/pelajaran tentang kedaerahan, membentuk tim pengembangan budaya lokal di sekolah, program kewirausahaan lokal (budidaya, perniagaan pemanfaatan SDA lokal, dll), melakukan gerakan literasi budaya lokal (membaca dan meresensi buku tentang kedaerahan, dll), serta program kurikulum pendukung lainnya.
Selain melalui kegiatan di bidang kurikulum. Melalui bidang kesiswaan dapat diimplementasikan program seperti, upacara senin dengan menyanyikan lagu daerah lokal, menggerakkan gerakan literasi budaya lokal melalui event dan lomba-lomba kedaerahan. Misalnya lomba membuat media digital (blog, film pendek, akun media sosial, dll) tentang kedaerahan, poster bertemakan budaya lokal, lomba cipta puisi dan lagu daerah lokal, lomba membaca puisi bertema budaya lokal, menulis cerita rakyat lokal dan opini tentang keberadaan serta pengembangan budaya lokal, lomba karya tulis tentang lokalitas dan budaya setempat, lomba cepat-tepat tentang kedaerahan, program satu hari Hari Berbahasa Daerah (HBD) di sekolah, memilih duta bahasa daerah atau pemuda berwawasan budaya lokal tingkat sekolah, hingga kompetisi olahraga tradisional lokal di lingkungan sekolah.

Selanjutnya, bidang kesiswaan ini dapat didukung dengan program tambahan lainnya, seperti program pelestarian dan budidaya tanaman serta hewan lokal di sekolah. Misalnya setiap kelas wajib memiliki dan merawat tanaman/hewan lokal dengan menambahkan keterangan (nama lokal, nama ilmiah, nama Indonesia, habitat, manfaat tanaman/hewan, dll) tentang makhluk hidup tersebut agar bisa diketahui sebagai pembelajaran tentang ilmu pengetahuan lokal. Selain itu, mengaktifkan pojok baca di kelas dengan menambahkan buku referensi budaya lokal dan seminar tentang pentingnya eksistensi bahasa dan budaya lokal menjadi kegiatan pendukung lainnya yang bisa dilakukan sebagai bagian dari bidang kesiswaan di sekolah.
Program-program kesiswaan tersebut dapat diterapkan saat perlombaan class meeting di sekolah. Atau bisa dalam program khusus pada bulan tertentu yang memang di desain sebagai ‘bulan budaya lokal’ atau event ‘gebyar budaya lokal’ sebagai program unggulan sekolah berwawasan lokalitas dan kearifan lokal.
Selain melalui bidang kurikulum dan kesiswaan. Keberadaan sarana prasarana (sarpras) sekolah menjadi daya tarik fisik yang penting untuk mendukung program sekolah berwawasan lokalitas budaya dan kearifan lokal. Terlebih tujuan sekolah tersebut untuk menjadi bagian dari eduwisata daerah setempat.
Program bidang sarana dan prasarana ini misalnya membuat poster himbauan/informasi berbahasa daerah, menambahkan profil (sketsa bangunan) sekolah dengan motif kedaerahan dan seni budaya lokal, mendukung program bidang kesiswaan dengan pengaturan pembagian lahan untuk budidaya tanaman/hewan lokal untuk setiap kelas atau khusus sekolah, serta membuat kebun raya tanaman lokal di sekolah. Selanjutnya, program bidang sarpras ini dapat juga dengan membuat galeri atau mini museum tentang kedaerahan atau budaya lokal di sekolah.
Sukses di dalam (sekolah) takkan bisa dikatakan berhasil menyeluruh tanpa melakukan program kerjasama atau kemitraan (bidang humas) dengan stakeholders, seperti kemitraan dengan orangtua/wali peserta didik, komite sekolah, pengawas sekolah, sekolah mitra, komunitas pelestari bahasa dan budaya lokal, tokoh lokal (seniman, sastrawan, budayawan, dll), pihak sponsorship, hingga pemerintah daerah setempat.

Dengan kemitraan yang baik melalui kerjasama/MoU dalam desain pelaksanaan ‘bulan budaya lokal’ atau event gerakan literasi budaya lokal. Maka akan didapat hasil yang diharapkan, yaitu imbas kegiatan-kegiatan ini tidak hanya memiliki efek ke dalam (sekolah). Namun juga akan memiliki feedback terhadap pihak-pihak yang dilibatkan (sosialisasi produk sponsorship, pengenalan komunitas dan tokoh lokal, dll), termasuk sebagai media sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat dan orangtua yang menyaksikan event atau kegiatan tersebut.
Itulah program-program yang bisa direncanakan dan dilaksanakan jika memang kepala sekolah dan warga sekolah memiliki visi-misi mewujudkan sekolah berwawasan lokalitas dan kearifan lokal setempat. Selain dengan perencanaan program yang tepat, program sekolah seperti ini juga harus didukung dengan peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang pelestarian budaya lokal melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) termasuk untuk di sekolah-sekolah agar seluruh elemen masyarakat bisa saling mengisi dan bersinergi.
Pemberian penghargaan dari pemerintah daerah setempat terhadap sekolah (SD, SMP, SMA/SMK) yang berwawasan lokalitas dan kearifan lokal ini menjadi penyemangat tersendiri bagi sekolah-sekolah tersebut. Karena selain pilar pendidikan ini mampu menjadi pembeda dalam dunia pendidikan. Sekolah-sekolah ini juga secara tidak langsung menjadi media pelestari budaya daerah setempat, media eksistensi lokalitas suatu daerah, dan media pendukung wisata daerah dalam merealisasikan spot dunia kepariwisataan yang beraroma pendidikan.
Sekian, semoga opini dalam tulisan ini bisa bermanfaat sebagai media sosialisasi dan edukasi bagi para pembaca agar kita bisa lebih mengenal dan tahu betapa pentingnya keberadaan suatu lokalitas dan kearifan lokal setempat, teruntuk dalam menambah khazanah Indonesia yang multikultur ini.
Selain sebagai media baca, tulisan ini juga diharapkan sebagai referensi pengambil kebijakan/keputusan pemerintah daerah/DPR dan masukan bagi pihak-pihak yang biasanya menjadi sponsorship agar bisa membantu dan mendukung program yang pada esensinya untuk kemajuan daerah itu sendiri. Semoga ada benang merah yang bisa ditarik dari tulisan ini. Aamiin.
Salam semangat lokalitas! Salam semangat bersinergi dan berintegritas!