Sekolah Impian
Oleh: Rido Adriyanto
Siswa SMPN 2 Simpang Renggiang
Editor: Ares Faujian
Saat itu, Deren sedang berada di kelas sendirian. Sambil termenung dan merenung, ia memikirkan mau lanjut ke SMA atau SMK. Deren sangat kebingungan saat itu.
“Kalau aku pilih SMA, mungkin akan terhalang jarak karna jauh. Kalau aku pilih SMK, itu jaraknya dekat, mungkin hanya sebatas 1 kampung saja.” ucap Deren sambil bergumam sendiri.
Tanpa disadari, ada seorang teman yang masuk ke kelasnya.
“Deren, lagi ngapain?” ucap temannya.
“Nggak kok, ini cuman lagi mikir mau lanjut ke mana ke SMK atau SMA.”
“Menurutku, kamu masuk ke SMA saja. Cita-cita kamu mau jadi guru kan, Ren?” ucap temannya.
“Iya sih, sebenarnya aku juga mau masuk SMA, tapi terhalang oleh jarak, dan orang tuaku tidak mungkin mengizinkan, karena mereka nanti berpikir kalau aku masuk SMA takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Soalnya jauh dari mereka.”
“Ya, itu memang benar sih, tapi ya gak mungkin dong kamu cuman berhenti gitu aja, cuman karena itu, nanti kamu coba bicarakan sama orang tuamu Ren, siapa tau diizinkan.”
“Iya deh, nanti aku coba selepas pulang sekolah ini.” ucap Deren yang mengiyakan saran temannya itu.
“Ya sudah, semangat ya Ren. Semoga berhasil. Aku mau ke mejaku dulu, soalnya sebentar lagi guru mau masuk ini.” ucap temannya.
Tidak lama, guru piket pun masuk ke ruangan kelas IX A tersebut, mengecek kehadiran siswa-siswi SMP Negeri 4 Renggiang pada akhir pembelajaran.
Jam demi jam telah berlalu. Tak lama, bel pun berbunyi, yang menandakan bahwa sudah waktunya pulang. Deren yang sedang berada di dalam kelas pada saat itu bergegas mengemasi barang-barangnya dan langsung berpamitan pulang dengan gurunya.
Deren bergegas menuju ke parkiran motor. Setelah ia mengambil motornya, Deren langsung menghidupkan motornya dan pulang ke rumah. Dan sesampainya di rumah,
“Ibuuuuu, Ayaaahhhh!” teriak Deren.
Ayah terkejut dengan teriakan yang tak biasa ini. Ibu pun tersentak dari dapur, yang sedang menyelesaikan masakannya terakhir di hari itu, yaitu sup ikan kuah kuning, atau orang Belitung biasa menyebutnya dengan nama gangan.
“Ayah lagi di ruang tamu Ren.” ucap Ibu yang menjawab teriakan Deren.
Deren pun langsung berlari menuju ruang tamu.
“Deren jangan berlarian di dalam rumah.” ucap sang Ayah.
“Yaahhh, aku mau ngomong.” ucap Deren yang sambil menghela napas.
“Kalau kamu mau ngomong, ganti dulu sana pakaianmu dan taruh tasnya.”
Setelah Deren mengganti pakaian dan menaruh tasnya, dia pun langsung menuju ke tempat orang tuanya berada.
“Yah, Bu, Deren mau ngomong sesuatu tentang sekolahnya Deren.”
“Memangnya kenapa Ren? Ada masalah dengan sekolahmu?”
“Tidak kok Bu, tidak ada masalah.”
“Terus, kalo begitu?” ucap Ibu yang sedang kebingungan dengan apa yang mau diutarakan Deren.
“Emmm, aku mau ngomong boleh gak Bu, kalau aku mau melanjutkan sekolah ke SMA, bagaimana Bu?” ucap Deren gugup, karena takut tidak diizinkan oleh kedua orang tuanya.
“Ren, sekolah SMA kan jauh dari tempat tinggal kita, kalau kamu kenapa-kenapa nantinya di jalan bagimana? Kan nanti Ibu sama Ayah yang repot, Ren.”
“Tidak kok Bu. Deren tidak akan kenapa-kenapa di sana. Kan Deren punya teman di SMA nanti.” ucap Deren yang sedang meyakinkan kedua orang tuanya.
“Ren, teman tidak menjamin keselamatan kamu Ren. Kalau terjadi apa-apa dengan kamu nanti bagaimana? Misalkan dia meninggalkan kamu pada saat kamu sedang kesusahan?”
“Teman aku tidak akan seperti itu kok, Yah. Teman-teman aku baik semua. Tidak ada yang seperti itu. Deren juga sudah besar, bisa jaga diri.”
Seketika ibunya Deren langsung memotong pembicaraan.
“Emangnya kalau kamu nanti masuk SMA, kamu mau jadi apa Ren??”
Sontak Ibu Deren pun langsung menaikan nada bicaranya.
“Aku mau jadi guru, Bu. Mau jadi guru. Itu sudah cita-cita Deren dari kecil. Tapi Deren tidak pernah cerita sama Ayah dan Ibu, kalau Deren mau jadi guru!”
Tersulut emosi, Deren pun langsung menaikan nada bicaranya, karena mendengar perkataan sang ibu.
“Deren sebenarnya ingin sekali bilang ke Ayah dan Ibu kalau cita-citanya Deren ingin menjadi guru, tetapi Ayah dan Ibu selalu sibuk dengan urusannya masing-masing, tidak pernah ingat dengan Deren sama sekali. Deren tidak ada tempat buat cerita. Tidak ada satu orang pun yang bisa Deren jadikan tempat buat cerita. Deren juga terpaksa menceritakan ini karena Deren mau melanjutkan sekolah ke SMA. Deren sudah kelas IX SMP, Bu.”
Deren pun tertunduk sedih dan kedua orang tuanya tersentuh oleh ucapan anaknya itu. Sambil mendengarkan anaknya bercerita, kedua orang tuanya melihat satu sama lain, seakan membenarkan apa yang telah terjadi di dalam keluarganya.
“Bu, tapi Deren tidak mungkin bisa ke SMA, kalau Ayah dan Ibu tidak mengizinkan.”
Seketika kedua orang tuanya pun semakin terdiam dengan suasana dingin ini. Mata Ibu mulai berkaca-kaca. Ayah mulai tersandar di kursi, dengan tubuh yang mulai disandarkan ke dinding rumah.
“Bu, Yah, Deren tidak bisa berbuat apa-apa. Deren ingin sekali melanjutkan ke SMA. Deren sebenarnya capek memikirkan ini.”
Tetiba, bulir-bulir air mata jatuh membasahi pipi Deren. Orang tua Deren pun perlahan mendekati anaknya dan memeluk hangat.
“Deren, Ibu sama Ayah minta maaf atas ya, Ibu sama Ayah mengizinkan Deren kok untuk sekolah di sana. Tapi ingat, jangan nakal ya!” ucap Ibu sambil tersenyum.
Deren pun langsung terkejut dan menoleh ke arah ibunya.
“Deren tidak salah dengar kan, Bu? Benar Ayah dan Ibu mengizinkan Deren??”
Deren semakin penasaran dengan apa yang terjadi di ruangan itu. Suasana yang tadinya dingin dan sunyi, tiba-tiba mulai terasa hangat oleh pembicaraan yang terjadi.
“Tidak kok, kamu tidak salah dengar Ren, tapi ingat pesan dari kami ya! Jangan nakal di sana. Karena jarak yang jauh ke SMA, keselamatan adalah yang utama. Kami sebagai orang tua pasti khawatir kalau kamu kenapa-kenapa. Semua orang tua pasti begitu.”
Deren pun langsung meloncat-loncat kegirangan dan berteriak.
“Hore!! Akhirnya ke SMA! Terima kasih ya Bu, Yah! Aku sangat sayang sekali dengan kalian berdua!”
Akhirnya, SMA adalah pilihan Deren untuk menempuh perjalanan pendidikannya. Walaupun SMA jaraknya berkilo-kilo jauhnya dibandingkan SMK yang berada di dekat rumah, namun motivasi dan keinginan meraih cita-cita adalah pilihan hidup dan Deren tahu mengapa ia harus melanjutkan ke SMA.
-Selesai-
Ilustrasi: Zahfi Nur Agam