Solusi SOCIAL pada GEN Z untuk Mengantisipasi Prokrastinasi
Oleh: Ridwan Ilmi*
Editor: Ares Faujian
Dewasa ini, perkembangan teknologi kian menuai ragam variasi yang mempengaruhi aspek kehidupan. Mulai dari cara berinteraksi, komunikasi, bahkan setiap ihwal pekerjaan yang dilakukan manusia tidak luput dari namanya “teknologi”. Teknologi ini banyak memudahkan setiap mekanisme untuk menemukan kemudahan bekerja dalam mewujudkan perubahan. Perubahan zaman menciptakan arus perkembangan manusia dalam beraktivitas seperti melakukan tugas atau pekerjaan yang dilakukan. Hal ini sontak menjadi corak revolusi teknologi hingga revolusi generasi yang dialami setiap fasenya.
Menurut Beresfod Research, pengelompokan beberapa generasi secara umum pertama yaitu Baby Boomers (kelahiran tahun 1946-1964). Menurut sumber BBC, Alexis Abramson, seorang ahli dalam pengelompokkan generasi mengatakan bahwa, karakteristik generasi akan mengalami perubahan seiring perbedaan waktu kelahiran, sehingga dalam fase pertama (Baby Boomers) ini dapat dilihat karakter yang dimiliki seperti mempunyai komitmen yang tinggi, mandiri, dan kompetitif.
Kedua, yaitu generasi Gen X (1965-1980). Alexis mengatakan, fase ini manusia memiliki karakter logis, pemecah masalah yang baik, dan banyak akal. Ketiga, Gen Y atau Millenial (1981-1996), yakni insan yang memiliki sikap percaya diri dan mempertanyakan otoritas. Keempat, Gen Z (kelahiran tahun 1997-2012) dan berusia antara 9-24 tahun pada 2021. Pada generasi ini, manusia memiliki karakter ambisius, digital-native, dan percaya diri. Sehingga, setiap fase perubahan teknologi dan perkembangan generasi dapat dilihat dari suatu sikap, nilai dan norma dalam melaksakan suatu aktivitas.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa, mayoritas penduduk Indonesia didominasi oleh Generasi Z (lahir pada tahun 1997-2012) dan Generasi Milenial (lahir pada tahun 1981-1996). Proporsi Generasi Z sebanyak 27,94% dari total populasi dan Generasi Milenial sebanyak 25,87%. Kedua generasi ini termasuk dalam usia produktif yang dapat menjadi peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia
Dalam mewujudkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dalam segala aspek, tentunya mengalami beberapa perjuangan yang tidak mudah. Generasi Z diharapkan mengoptimalisasi peranan dalam mewujudkan cita-cita tersebut, karena pada generasi ini memiliki karakter yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Misalnya saja pada artikel Ryan Jenkins (2017) berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” menyatakan bahwa, Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernapas.
Tuntutan pada Generasi Z membuat generasi ini harus cakap menyesuaikan diri dalam terpaan informasi atau kondisi yang cepat berubah dan memanfaatkan secara maksimal segala potensi yang ada. Segala ihwal yang berkaitan dengan pekerjaan pun menjadi perhatian yang sangat penting dalam perkembangan diri menghadapi perubahan teknologi, media, dll. Sehingga tidak jarang, karena tuntutan tersebut sering sekali Z terlihat jenuh, mengabaikan, bahkan menunda pekerjaan penting dengan alasan bisa diselesaikan kemudian hari yang menyebabkan tugas atau pekerjaan berlarut-larut tidak terselesaikan dan menjadi penyakit dalam masyarakat Generasi Z. Fenomena ini disebut dengan procrastination atau prokrastinasi.
Prokrastinasidalam American Collage Dictionary (Burka & Yuen, 1983) berasal dari kata procrastination yang diartikan menunda untuk melakukan waktu lainnya. Secara bahasa istilah proktastinasi berasal dari bahasa latin “procrastination” dengan awalan ‘pro’ yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhirkan ‘crastinate’ yang berarti kepunyaan hari esok, jika digabungkan memiliki arti menangguhkan, menunda hari esok (DeSimone, dalam Ferrari, dkk, 1995).
Prokrastinasiadalah keadaan normal manusia menunda dengan sengaja kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku penundaannya tersebut dapat menghasilan dampak buruk (Steel, 2007; Juliawati, 2014) bahkan sebuah keterlambatan dalam aktivitas. Misalnya, dalam mengerjakan tugas sekolah yang diberi oleh guru atau dosen, tugas pembuatan keputusan, tugas akademik dan lainnya dapat dikatakan sebagai procrastination. Bahaya dalam menunda tugas atau pekerjaan ini yaitu, akan terciptanya self-control yang buruk, pekerjaan tertunda bahkan tidak terselesaikan, dan terciptanya citra buruk individu terhadap masyarakat.
Piers Still (penulis The Procrastination Eqution) mengatakan “Jika kamu cenderung suka prokrastinasi/ menunda-nunda, bisa saja kamu termasuk dalam 95% orang di dunia yang mengaku pernah menunda mengerjakan tugas atau pekerjaan”. Pertanyaannya, mengapa individu sering kali menunda pekerjaan (prokrastinasi)?
Banyak kemungkinan alasan saat menunda pekerjaan pada masyarakat Gen Z. Pertama, beranggapan bahwa batas waktu yang diberikan masih cukup lama sehingga lebih baik dikerjakan ketika mendekati deadline. Kedua, melakukan aktivitas yang menyenangkan (ter-distraksi lingkungan) dari pada mengerjakan tugas yang dirasa rumit. Ketiga, menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan dengan harapan capaian “sempurna”sehingga terus memikirkan pekerjaan tanpa tahapan dalam menuntaskan tugas.
Mengantisipasi prokrastinasi tak akan cukup dengan bermodal niat untuk merubah penyakit perilaku dalam diri ini, perlu adanya dorongan dan langkah strategis SOCIAL untuk memicu terciptanya motivasi dalam diri, serta berkeinginan kuat untuk terhindar dari kecenderungan prokrastinasi saat beraktivitas. Dimana, SOCIAL bisa dijadikan solusi dalam mengantisipasi prokrastinasi menjadi pribadi yang mandiri, terarah, serta sebagai terwujudnya pembangunan bahkan perubahan dalam segala aspek , ekonomi, teknologi dan lainnya. Lalu, apakah SOCIAL itu?
Benarkah suatu interksi sosial, tindakan sosial, kontrol sosial bisa merubah sikap ataupun perilaku seseorang ketika ter-prokrastinasi? Ya. Tentu saling koheren dengan kata SOCIAL yang mengandung makna dari setiap huruf dari kata tersebut.
Solusi tentang SOCIAL dalam mengantisipasi prokrastinasi yang dimaksud antara lain; 1) Schedule. Schedule merupakan usaha pertama yang bisa dilakukan dengan menulis jadwal tugas atau pekerjaan. Dengan langkah ini, Gen Z dapat mengatur jadwal ketika mengerjakan tugas. Berbicara era Gen Z, dewasa ini dalam menuliskan jadwal tugas atau pekerjaan tidak lagi secara manual seperti menulis di buku, papan tulis dan sebagainya. Namun terdapat banyak aplikasi pengaturan jadwal yang bisa disusun dan terdapat notifikasi (alarm) ketika sudah masuk waktu mengerjakan tugas atau pekerjaan. Sehingga tidak terdistraksi aktivitas lain dan pemanfaatan teknologi dapat dimaksimalkan sebaik mungkin.
Makna SOCIAL yang selanjutnya adalah 2) Orientatif. Orientatif merupakan penentuan perilaku seseorang terhadap cara pandang dalam suatu hal, artinya orientasi yaitu sebuah peninjauan kembali dalam menentukan sikap, arah dan tempat yang baik/ benar. Solusi ini bisa digunakan oleh Gen Z untuk mencari tau sebenarnya dampak buruk apa yang akan terjadi jika menunda pekerjaan (prokrastinasi), mengetahui alasan suatu sumber dalam diri ketika menunda pekerjaan sehingga Gen Z bisa menentukan sikap baik seperti apa untuk dirinya. Misalnya, mengetahui perbedaan ‘menunda’ dan ‘malas’. Menunda yaitu kondisi kegiatan aktif masih mengerjakan hal yang harus dilakukan, namun tetap saja tidak efesien. Sedangkan, malas yaitu ketika bermalas-malasan suatu kondisi dimana Gen Z terbuai dengan zona nyamanbahkan tugas atau pekerjaan menjadi tidak terselesaikan. Dengan mengetahui ihwal tersebut, Gen Z dapat dengan bijak menentukan dirinya masuk kategori bagian mana dan segera bertindak menentukan langkah yang lebih baik.
Kemudian langkah berikutnya 3) Circle. Circle merupakan lingkaran yang jika dalam konteks pertemanan merujuk pada lingkaran pertemanan dan bersifat terbatas. Maknanya bahwa Gen Z dalam mengantisipasi prokrastinasi dengan cara memiliki lingkaran pertemanan yang baik dan menghindari kebiasaan negatif. Jika melihat dari perkembangan teknologi, interakasi dan lingkungan yang mengalami percepatan terhadap pesan, informasi atau aplikasi sehingga selalu bertebaran di media sosial, maka dari itu untuk Gen Z harus memiliki landasan dalam menentukan Circle seperti memilah-memilih maupun menghindari pertemanan negatif yang berdampak terhambatnya tugas atau pekerjaan. Salah satu manfaat memiliki Circle pertemanan yaitu, menciptakan misi, target bersama, lebih menghargai waktu, memotivasi untuk tidak menyerah dan mendapatkan dukungan hal positif.
Selanjutnya yaitu 4) Integritas. Integritas merupakan sikap teguh dalam bertindak dan selalu mengacu pada setiap nilai-nilai, norma serta moral. Misalnya, Integritas diri yaitu sikap jujur, mandiri, tanggung jawab, kerja keras, peduli, sederhana dan adil. Gen Z dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya baik itu dalam belajar dan bekerja harus diringi degan sifat Integritas agar keseriusan dalam bertindak menjadi kokoh.
Kemudian, 5) Akselerasi. Akselerasi memiliki arti laju percepatan dan perubahan kecepatan. Maka dari itu, setiap langkah dari Gen Z diharapkan memiliki langkah cepat untuk menciptakan perubahan terutama dalam diri. Ketika memiliki tugas dan pekerjaan, Gen Z haruslah memiliki kesadaran dalam diri untuk segera laju mengerjakan tugas tersebut dan tidak menunda selalu.
Pada langkah makna SOCIAL terakhir yaitu 6) List. List yang dimaksud yaitu To-Do List merupakan daftar pekerjaan yang harus dikerjakan berdasarkan skala prioritas. Berbeda dengan Schedule, To-Do List merupakan langkah penentu selanjutnya ketika sudah selesai menjadwalkan pekerjaan. Tujuannya agar setiap kegiatan dilakukan tidak hilang arah atau terhindar dari distraksi kecanduan gawai (smartphone), lingkunan dan lain sebagainya. Dengan melakukan List pekerjaan yang memiliki prioritas, maka itu akan mempermudah untuk mengerjakan pekerjaan karena sudah masuk kedalam List pekerjaan yang harus diselesaikan dan menciptakan keteraturan dalam diri sehingga terciptanya self-control yang baik. To-do List juga lebih bersifat aktif, dan fleksibel dengan list kegiatan yang kita lakukan setiap hari tentunya mengalami perubahan dan kita harus bisa menyesuaikan perubahan tersebut dengan tetap fokus pada tujuan yang diharapkan.
Setiap masyarakat Gen Z memiliki cara tersendiri dalam menyikapi kecenderungan menunda pekerjaan. Selama Z memiliki kesadarakan akan bahaya dari prokrastinasi dan cepat melakukan perubahan maka arah setiap aktivitas pekerjaan menjadi sesuai. Dengan adanya formula SOCIAL dalam mengantisipasi prokrastinasi, diharapkan dapat memberikan solusi konkret terhadap fenomena ini. Sehingga karakter Gen Z menjadi kuat dalam meraih cita-cita untuk membuka jalur hijau peradaban yang lebih baik.
*Penulis adalah mahasiswa program studi Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB)