TOXIC RELATIONSHIP!
(Racun yang Berbahaya Bagi Mental Remaja)
Oleh: Nasya Pratiwi
Siswi Kelas Sosioliterasi G4 SMAN 1 Manggar
Editor: Ares Faujian
.
Siapa pun di dunia ini pasti punya pilihannya masing-masing, punya jalannya masing-masing. Tapi kebanyakan dari kita kadang berada pada jalan yang salah. Terlebih lagi di masa-masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, masa dimana terjadi penyesuaian diri, memiliki rasa ingin tau yang tinggi yang semua hal harus tau tidak boleh ketinggalan. Tak heran pada masa ini banyak sekali remaja yang mengalami permasalahan yang membuat diri mereka merasa terkekang seperti terkurung tapi tidak dalam sangkar. Di sini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai permasalahan yang bukan hanya remaja saja yang mengalaminya, tapi semua orang di zaman sekarang ini yang terjerumus pada zona yang kurang menyenangkan ini, apalagi kalo bukan “toxic relationship“.
Mungkin bagi sebagian orang masih merasa kurang familier akan sebutan toxic relationship tersebut. Dalam beberapa referensi yang penulis baca, toxic relationship merupakan keadaan lingkungan atau hubungan yang kurang baik bahkan sangat sangat buruk, pantasnya disebut racun. Kenapa disebut racun? Karena banyak sekali orang yang mengalami atau menjadi korbannya, layaknya racun relationship yang memiliki banyak sekali membawa kerugian.
Mengutip halodoc.com, hubungan yang buruk tidak bisa disepelekan begitu saja, karena bagaimanapun juga toxic relationship bisa memberikan dampak buruk. Namun perlu diketahui juga kalau arti toxic relationship yakni hubungan tidak sehat juga memiliki beberapa pemicu atau penyebabnya. Terutama dampak negatif bagi yang mengalaminya bukan cuman kesehatan fisik yang terganggu, tetapi mental juga ikut terganggu. Terlebih lagi bagi para kalangan remaja yang masih pada tahap penyesuaian. Seseorang yang mengalami toxic relationship dapat menjadi stres dan memicu timbulnnya hal negatif yang tidak diinginkan, seperti menyalahkan diri sendiri, tidak percaya diri, bahkan menjadi lebih sensitif atau kata kerennya “baperan”.
Hubungan toxic membuat siapa saja yang mengalaminya merasa lelah yang membuat dia saat melakukan pekerjaan tidak berjalan dengan yang diharapkan. Selain dari itu, toxic relationship memiliki sisi yang positif pula, dimana orang yang pernah berada pada lingkungan yang toxic pasti memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan lebih berhati-hati dalam bergaul dan menjauhi diri dari lingkup yang kurang baik.
Lingkungan toxic bukan tercipta tanpa alasan. Banyak sekali faktor yang menyebabkan toxic ini muncul. Penulis di sini lebih menekankan faktor penyebab toxic yang ditimbulkan dari kurangnya perhatian orang tua dan diri sendiri. Karena banyak sekali orang tua yang menyepelekan hal ini. Toxic relationship ini bisa muncul pada seseorang akibat pola asuh yang buruk orang tua, seperti bersikap kasar kepada anak, mudah main tangan, dan hal-hal yang dipikir sepele tapi sangat berpengaruh pada diri anaknya. Tentunya ini dilatar belakangi kurangnya kasih sayang dari orang tua.
Mengapa orang bisa bersikap toxic? Orang yang bersikap toxic bisa saja mengalami hal buruk di masa lalu, seperti saat bersekolah mereka dirundung (bullying). Atau mungkin ia menderita gangguan kesehatan mental, artinya lingkungan juga sangat berpengaruh dalam diri seseorang. Akan tetapi, yang sangat berperan penting ialah peranan orang tua sangat amatlah penting dalam memberikan contoh dan bimbingan yang baik untuk anak-anaknya. Sehingga apa pun lingkungan sosialnya, orang tua harusnya menjadi penyeimbang.
Selain dari peranan orang tua, peranan diri sendiri sangat penting. Kita harus bisa berpikir kritis apabila sudah merasa hubungan tersebut dalam pertemanan sudah tidak baik. Lebih baik hubungan ini tidak usah dilanjutkan. Karena apa? Karena itu dampaknya bukan ke orang lain dulu tapi kepada diri kamu sendiri. Jadi janganlah masuk dalam lingkup yang sudah beracun, tapi carilah lingkup (circle) yang membawa banyak pengaruh positif pada diri kalian.
Tidak ada yang lebih mengerti diri kalian bahkan orang tua kalian sekalipun. Karena yang paling mengerti kalian itu adalah kalian sendiri bukan orang lain. Jangan pernah segan untuk mencurahkan keluh kesahmu pada orang terdekat, seperti keluarga, teman, psikolog dan yang paling terpercaya itu Tuhan. Menurut Patricia Felicita (2022) dalam kumparan.com menyatakan, percayalah hubungan yang buruk memang pantas untuk ditinggalkan dan tidak ada hal yang harus disesali dari hubungan yang buruk. Karena orang yang membuat hubungan itu buruklah yang akan menyesali semua apa yang telah ia perbuat dalam hubungannya, pada akhirnya nanti.
Harapan penulis, semoga tulisan ini menjadi media yang berusaha menyadarkan teman-teman supaya sadar dan lebih cermat lagi dalam memilih pasangan, dan juga teman yang bebas dari toxic. Karena jika kita sudah berada pada lingkup tersebut, maka sangat susah untuk kita terlepas dari lingkungan itu. Akhirnya, pasti ada pihak yang merasa sebagai korban dan playing victim, dimana orang yang seperti itu akan membalikkan fakta sebenarnya atau jika dia merasa salah, maka seakan-akan orang lain yang berbuat salah bukan dia. Dan hal itu secara tidak sadar membuat kerugian bagi orang lain.
Tidak perlu takut akan keberadaan fenomena sosial ini. Kita harus tetap tanamkan dalam hati untuk terus jadi orang yang baik, yaitu orang yang tidak menyebarkan penyakit (mental) pada orang lain. Berantas toxic relationship! Karena hubungan yang beracun tidak akan memberikan kebahagian untuk siapapun. Jadi, sayangilah diri kalian, karena orang lain belum tentu peduli akan kesehatan dan kebahagian kalian.