Triase Usaha Bukan Sekadar Nama
Oleh: Bahrul Ulum*
Editor: Ares Faujian
Membaca judul tulisan kali ini mungkin agak membuat pembaca sedikit bingung. Sebab judul ini diawali dengan kata “triase”, yang biasanya digunakan dalam penanganan medis di Unit Gawat Darurat (UGD). Penulis mengira istilah ini adalah yang paling tepat unuk menyebut pengelompokkan yang terjadi dalam dunia usaha belakangan.
Menteri Parekraf, Sandiaga Salahuddin Uno, belakangan ini menggalakkan wacana pembukaan lapangan kerja serta pemulihan ekonomi nasional dari sektor UMKM. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2018, jumlah UMKM di Indonesia adalah 64,2 juta atau sama dengan 99,99% dari seluruh pelaku usaha di Indonesia.
Berdasarkan data Kemenkopukm pada Maret 2021, data kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%, dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01% dari jumlah pelaku usaha. UMKM tersebut didominasi oleh pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68%, dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89%. Sementara itu, sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar 37,8%. Dengan demikian, bukan hal aneh jika UMKM menjadi sorotan yang penting saat ini.
Namun demikian, ada beberapa bagian yang sering terabaikan dan dianggap tidak penting dalam dunia usaha, yaitu klasifikasi pelaku usaha, yang kali ini penulis menyebutnya triase usaha. Triase usaha ini adalah pemecahan atau pembagian kategori usaha sesuai dengan karakter usaha secara general, yaitu UMKM, IKM, dan Ekraf.
Tiga kelompok ini saat ini di Belitung Timur masih sangat kabur terkait perbedaannya, bahkan pelaku usaha sendiri masih tidak memahami mereka berada di lorong yang mana. Alasan kenapa penulis menggunakan istilah “triase” dalam bahasan kali ini adalah, karena secara bahasa, kata “triase” sendiri berarti pemilahan, dan karakter-karakter usaha di atas menurut hemat penulis harus dipilah dengan tepat.
Pemilahan usaha ini sebenarnya sudah diatur dalam konstitusi negara. Yang mana, tiap-tiap kategori sudah ada batasan-batasan yang jelas sebagaimana yang telah diatur. Ekonomi kreatif dalam UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, Industri Kecil Menegah dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 31 Tahun 2022, dan UMKM dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Dalam masing-masing produk hukum tersebut telah jelas diatur koridor masing-masing usaha ini dan penulis akan menjelaskan secara sederhana.
Pertama adalah UMKM. Usaha ini merupakan segala jenis usaha baik industri maupun bukan industri, dengan klasifikasi yang diatur berdasarkan tingkat omzet dan dan modal usaha bukan gedung dan tanah.
Kedua adalah IKM. Usaha ini merupakan bagian dari UMKM, namun tidak menyentuh sektor mikro, sehingga golongan IKM adalah industri dengan modal di atas 50 juta setara UKM. Bagian yang harus digaris bawahi dalam usaha ini adalah kata “industri”. Sebab industri dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Perindustrian No. 31 Tahun 2022 adalah segala bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/ atau memanfaatkan sumber daya industri, sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.
Jenis yang terakhir adalah ekonomi kreatif atau Ekraf. Dalam UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, dijelaskan bahwa ekonomi kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi. Dari penjabaran tersebut, dapat kita pahami bahwa tidak semua UMKM masuk dalam IKM apabila tidak masuk kriteria usaha kecil dan berbasis produksi (membuat barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi). UMKM bukanlah Ekraf jika tidak bersumber dari kreativitas manusia dan berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi.
Triase usaha ini bukanlah hal sepele dan hal yang merepotkan pelaku usaha. Sebab, melakukan triase usaha bagi semua pemangku kepentingan seperti pemerintah, swasta, hingga akademisi akan sangat penting. Tiap jenis usaha ini memiliki perlakuan yang berbeda. Pemerintah tidak bisa memperlakukan Ekraf sebagaimana IKM. Begitu pun UMKM tidak bisa diperlakukan sebagaimana memperlakukan Ekraf, sebab dampaknya akan mengacaukan keberlangsungan usaha.
*Penulis adalah Mentor Pemuda Belitung Timur dan Staf SMA Negeri 1 Damar

Sumber: Dokumentasi Henmoko, 2022