Veri Yadi, Suatu Autobiografi
Penulis : Veri Yadi
Dewan Ahli Karya Muda Belitung
Editor : Ares Faujian
Pemred Media Daring Karya Muda Belitung
Siapa yang tak kenal dengan tambang? Tentunya mayoritas pelajar dan akademisi pasti tahu dengan tempat menggali (mengambil) hasil dalam bumi yang berupa bijih logam, batu bara, timah, dan macam-macam anugrah Tuhan lainnya di dalam bumi ini. Cerita tentang tambangpun bukan sekedar menggali hasil bumi. Namun juga berhasil menggali dan menemukan intuisi saya untuk tertarik dan jatuh hati dengan yang namanya ‘tambang’ ini.
Tambang, sebuah kata yang sangat familiar dalam kehidupan saya, terutama tentang tambang timah.Lahir di salah satu pulau penghasil timah terkaya di dunia dan berlokasikan di ‘kampong’yang memiliki cadangan timah terbanyak di pulau itu. Membuat saya dan pilihan hidup ini mengalir begitu saja bagai roman cinta antara Romeo dan Juliet yang berakhir dengan bahagia.
Ya, nama saya Veri Yadi. Saya seorang yang biasa. Sama seperti orang-orang dan anak lainnya yang mempunyai hidup dan mimpi akan masa depannya. Saya putra Belitong yang lahir di Desa Sukamandi, Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur. Desa yang sebagian besar masyarakatnya sangat bergantung dengan tambang timah.
Lahir pada tahun 1981 di saat harga timah menyentuh harga tertinggi sepanjang sejarah,yaitu US$ 16 ribu per-ton atau setara dengan US$ 40 ribu dolar per-ton dengan nilai dolar saat ini. Membuat masa kecil saya begitu berharga. Karena bisa menghirup nafas pada zaman timah yang sedang jaya-jayanya. Luar biasa!
Masa kecil tinggal di pulau tambang sangat mempengaruhi karir yang dipilih saat ini. Semua tak lepas dari profesi orang tua yang bekerja sebagai seorang geologis lapangan di perusahaan tambang Australia (PT. BHPI), semenjak awal tahun 1970-an dan diambil alih oleh perusahaan Jerman (PT. Preussag).Kabar perusahaan ini pun terakhir di pegang perusahaan lokal PT. GKM KK yang berhenti beroperasi pada tahun 1993 karena krisis harga timah dunia kala itu.
Sentuhan wawasan geologi mulai dikenal dari usia sekitar 12 tahun dan mulai memahami penggunaan alat geologi sederhana seperti palu geologi, kaca pembesar, pen magnetik, serta memahami istilah geologi seperti gravel (kerikil), vein (urat), shaft (akses tambang vertikal), dan costean (puritan untuk eksplorasi).Pelajaran ini pun menjadi dasar yang kuat dalam meniti karir, termasuk keputusan di kemudian hari memilih karir di dunia tambang yang erat dengan pekerjaan geologi.
Tahun 1993 menjadi tahun yang mencengangkan. Karena pada tahun itu terjadilah krisis timah dunia. Di mana, Belitong menuju masa-masa suram setelah lebih dari seabad mengalami kejayaan semenjak ditemukan timah sekitar tahun 1850-an dari laporan John Francis Loudon.
PHK besar-besaran telah mengubah total struktur ekonomi Belitong yang sangat bergantung kepada komoditi timah. Disitulah muncul pertanyaan saya ke orang tua (Ayah)sebagai geologis. “Apa benar cadangan timah Belitong telah habis?”. Beliau menjawab, “deposit timah masih ada hanya harganya yang tidak mendukung untuk ditambang secara ekonomis”.
Saya pun lanjut bertanya, “kenapa harga timah turun dan apa yang menyebabkan harga timah naik?”. Beliau lanjut menjawab, “peristiwa ini merupakan pengulangan sejarah yang pernah terjadi pada tahun 1929 dan menyebabkan semua tambang tutup kecuali tambang dalam Kelapa Kampit”.
Beliau juga menambahkan, “dengan penemuan tambang timah yang kaya di Brazil awal 1980-an mengakibatkan data cadangan timah besar yang menjadi sentimen negatif terhadap harga. Dan yang mengakibatkan harga naik adalah perang.Karena timah digunakan untuk pembuatan peluru”. Jawaban beliau tentang cadangan timah serta fluktuasi harga timah ini pun menentukan langkah pemikiran dan karir saya selanjutnya.

Tahun 1999 saya berafiliasi sebagai mahasiswa Strata 1 Universitas Trisakti Jakarta, jurusan teknik pertambangan. Jurusan ini diambil atas saran dari Ayah. Alasan Ayahmenyarankan masuk ke tambang karena akan lebih mengetahui tentang belajar bisnis ketimbang geologi yang kebanyakan teknis. Namundiperjalanan, kisah itu berbelok danakhirnya saya lebih suka dengan materi kuliah tentang geologi daripada tambang.Berkaitan dengan perhitungan cadangan tambang,ihwal ini pun lebih terkait dengan ilmu yang bernama ‘geologi’ daripada ‘tambang’ itu sendiri.
Beberapa tahun sebelum skripsi.Ayahpernah memberikan buku metode estimasi cadangan terbaru yang pernah ia dapat di Jakarta dari penyampaian Profesor Michel David, seorang ahli geostatistik dunia dari Ecole de Polytechnique Montreal, Kanada.Zaman dia (Ayah) sangatlah sulit mendalami ilmu itu karena terbatasnya perangkat komputer. Bertolak dari itu, saya pun mendalami geostatistik pada saat menuliskan skripsi, yang akhirnya menjawab mimpi tentang cadangan yang merupakan profesi saya selanjutnya.
Dalam perjalanan studi selanjutnya. Saya berniat untuk melanjutkan studi master yang awalnya saya lebih tertarik melanjutkannya di Ecole Des Mine De Paris, sebuah sekolah geostatistik terkemuka di dunia. Namun kemudian saya berubah pikiran karena lebih ingin mendalami geostatistik aplikasi ke tambang dan saya pun diterima di Western Austalia School of Mines (WASM), Curtin University, Western Austalia di bawah asuhan Profesor Erkan Topal tahun 2010.
Semua itu pun hanya menjadi cerita singkat.Saya tidak bisa mengambil langkah lebih lanjut akan studi tersebut karena masih terikat bekerja di perusahaan Belanda. Yang akhirnya membuat mimpi itu pun pupus.

Setelah berselang 2 tahun.Saya berniat dengan tekad kuat untuk melanjutkan studi lagi (kembali). Saya ingat suatu wilayah di Inggris yang merupakan penghasil timah di daratan eropa dan merupakan tambang timah pertama di dunia. Lokasi ini menjadi acuan tipe endapan timah di seluruh dunia serta memiliki teknologi pemisahan timah tercanggih di dunia di zamannya yang terletak di negara bagian paling barat Britania Raya yaitu Cornwall. Selain menghasilkan ahli geologi dan tambang yang dikirim ke seluruh negara jajahan Inggris. Cornwall memiliki sekolah tambang terkenal di dunia yaitu The Camborne School of Mines (CSM), yang kemudian disinilah saya memutuskan melanjutkan studi.
Di kampus ini ada seorang profesor ahli timah yang pernah ke Belitong, tepatnya di Kelapa Kampit. Nama profesor ini paling sering disebut Ayah dan teori tentang genesa timah yang sangat mendunia.Nama orang hebat inipun terpampang di kampus.Beliau adalah alumni dan guru besar di kampus ini, yaitu Profesor Kenneth Frederick Gordon Hosking.
Jejak karya profesor ini ada dan membekas di dalam khazanah ilmu pertambangan dunia. Salah satu karya beliau di Belitong adalah fosil crinoid di Gunung Selumar yang dinamakan “Mocovricinus Hoskingi”.
Dengan motivasi dari karya-karya profesor-profesor hebat di Inggris yang salah satunya adalah beliau. Disinilah saya menempa ilmu sambil mengeksplor sejarah tambang timah tertua di dunia, dimana tambang timah menjadi bagian yang semakin dekat dengan hari-hari di kehidupan saya.
Tahun 2014, saya selesai kuliah dan terdaftar sebagai satu-satunya mahasiswa tambang program Msc angkatan 2013/2014 yang berasal dari Asia.Fase itu pun mengkisahkan perjuangan kuliah ini yang begitu keras. Karena harus bisa beradaptasi dengan budaya Inggris bagian paling barat yang dikenal dengan sebutan Cornish, dengan Bahasa Inggris dialek yang tidak umum di daratan Britania.
Gegara tambang dan timah, saya telah dibawa mereka merantau ke belahan dunia lain yang tentunya sangat jauh berbeda dengan Indonesia apalagi Belitong. Dengan tambahan ilmu dan wawasan dari luar sana. Saya tetap merasakan kenikmatan autentik berada di lingkungan bekas tambang timah seperti yang ada di kampong halaman saya.
Selesai program master, saya pulang ke Indonesia dan mulai berpikir untuk melanjutkan program S3. Awalnya saya berniat melanjutkan ke Inggris kembali.Namun, tidak ada supervisor yang tertarik dengan riset saya. Setelah saya mendalami cadangan saat S1 dan berkarir di wilayah itu bertahun-tahun.
Kemudian cerita berubah. Walau tak terkait langsung dengan studi yang telah saya lakukan sebelumnya. Saya akhirnya memutuskan untuk mendalami ekonomi mineral seperti yang pernah saya tanyakan di tahun 1993, tentang“Kenapa harga timah naik dan kenapa turun?”.
Saya pun mulai mencari kampus yang berminat dengan riset saya akan hal itu. Namun bukan hanya riset, akan tetapi kampus yangjuga memiliki sejarah kuat dengan kehidupan seperti yang pernah saya alami, yaitu tentang tambang.

Perjalanan akan pencarian begitu panjang seperti telenovela, yakni dimulai searching kampus dari Amerika, Australia, Kanada, Inggris, hingga Afrika Selatan. Awalnya saya lebih memilih Kanada, setelah berdialog dengan profesor di McGill University. Namun alasan durasi studi yang terlampau lama, akhirnya niat itu pun urung diri secara bertahap.
Dalam perjalanan waktu, saya tetap terus mencari dan akhirnya menemukan kampus yang terletak di perkotaan namun kuat dengan nuansa dan sejarah tambang serta ilmu pengetahuan pertambangan. Di kampus tersebut terdapat orang hebat penemu Krigingyang merupakan salah satu metode estimasi cadangan dalam geostatistik kuliah dari S1 sampai S3. Ya, kampus ini adalah The University of the Witwatersrand. Kampus yang terlertak di kota yang kaya akan emas di dunia, Johannesburg, Afrika Selatan.

Kampus ini awalnya adalah sekolah tambang Kymberley School of Mines yang di bangun tahun 1896. Di kampus ini ada dosen pembimbing yang tertarik dengan riset saya yang berkaitan dengan ekonomi mineral, yaitu Real Option Value. Ilmu ini adalah ilmu ekonomi yang baru dan langka serta pertama kali digunakan perusahaan minyak Inggris BP dalam melakukan valuasi nilai suatu cadangan minyak. Metode dalam ilmu ini memperbaiki metode net present value yang saat ini sangat banyak digunakan dalam dunia pertambangan.
Dari semua cerita tersebut, hidup saya sangat dekat dengan dunia geologi dan tambang, seperti merangkai puzzle yang semakin menemukan wujud aslinya. Semuanyapun begitu saling terkait seperti jalan hidup akan takdir Allah SWT yang melinierkan niat dan karir saya di dunia pertambangan.
Semua hanya bermula dari pertanyaan sederhana saya di tahun 1993. “Apakah habis cadangan timah di Belitong?Dan Kenapa harga timah bisa naik dan bisa turun?”. Dua pertanyaan inilah yang menggiring saya bertualang ke 5 benua serta melanjutkan studi sampai jenjang S3.
Semoga cerita ini menginspirasi anak-anak muda Belitong dengan makna kekuatan “niat, tekad dan kerja keras” untuk menjadi berhasil dengan segala upayanya.Aamiin.
Johannesburg, 4 September 2019
Veri Yadi