Virus Buatan Itu Nyata, Bukan Isapan Jempol!
Oleh:
Mohammad Fadhillah
Molecular Biologist dan Alumni GEM Indonesia
Editor:
Ares Faujian
Ketika pandemi Covid-19 merebak dan kemudian ada selentingan yang menyebut ini konspirasi, sengaja dibuat, senjata biologi dan sebagainya. Pasti banyak yang menganggap hal itu adalah lebay. Namun, memang bisa lebay bisa juga tidak sih.
Lalu, apakah virus penyebab Covid-19 itu man-made? Jawabannya mungkin bukan, bisa saja muncul secara alami. Tapi, apakah virus bisa didesain dan dibuat di laboratorium? Jawabannya, bisa! Bukti dan publikasi ilmiahnya banyak dan bahkan bukan hanya virus yang sederhana. Satu set penuh DNA bakteri pun bisa dibuat di lab. Lho, bagaimana bisa? Silahkan baca tulisan ini sampai selesai.
Penulis harus mulai dari ini, biar Anda tidak bingung. Biologi sintetik adalah salah satu tulang punggung yang membuat semua itu mungkin. Biologi sintetik sederhananya adalah ilmu untuk mendesain suatu program genetik pada suatu makhluk hidup. Anda bisa desain untuk produksi protein A (bisa saja toksin/racun) kemudian sekuens itu disintesis dengan teknologi DNA printing. Setelah itu dimasukkan ke dalam sel. Lalu, sel itu kemudian bisa produksi protein A yang Anda desain. Mudah kan ya? Bisa juga sampai sedetail, seberapa banyak akan protein itu diproduksi, kapan, targetnya kemana, dsb. Sekarang teknologi ini sudah semakin mudah dan murah, peneliti bisa memesan DNA dengan cukup punya database sekuensnya, dipesan, dan datang.
Selanjutnya, ada sedikit sejarah panjang ambisi peneliti untuk membuat sel hidup dari DNA yang buatan. Bakteri ‘buatan’ yang pertama dilaporkan adalah Mycoplasma tahun 2010, DNA-nya didesain di luar kemudian dimasukkan ke dalam sel utuh yang sudah dicopot materi genetik aslinya. Selnya bisa hidup. Dari eksperimen ini diketahui satu sel independen yang cukup punya 473 gen saja. Baru-baru ini (2019), ada publikasi di Nature yang menyebutkan peneliti di Medical Research Council Laboratory of Molecular Biology berhasil mengganti full genome (set utuh materi genetik) dari bakteri E. coli yang cukup besar 4 juta basa. Berhasil, E. coli dengan genom buatan tetap hidup walaupun lebih lambat dari yang normal. Genom itu bagi makhluk hidup bersel satu seperti otak pada manusia, walaupun tidak apple to apple. Intinya semua perintah untuk ia hidup ada di situ.
Bagaimana dengan virus buatan? Penulis pikir Anda bisa duga. Dua contoh tadi jauh lebih challenging dari virus saja terbukti bisa, tentu virus yang materi genetiknya lebih sederhana dan pendek jauh lebih mudah. Saking simpelnya virus tidak punya perangkat untuk hidup independen, membuat protein, metabolisme, membuat energi sendiri, beda sekali dengan bakteri. Ini yang membuatnya selalu butuh inang/host untuk memperbanyak diri.
Nah, ini yang Anda harus tahu. Beberapa kisah sukses peneliti merakit virus sintetik 100%. Biar tulisan ini valid, penulis juga sertakan referensinya.
- Virus Polio, panjang materi genetik 7500 basa disintesis tahun 2002 oleh Jeronemo Cello dan rekannya dari Department of Molecular Genetics and Microbiology, State University of New York. Apakah berhasil? Ya, berhasil. Infeksius? Ya, diuji pada mencit. Ke manusia? Ya, tidak diujilah, hehe. Bahkan dia mengatakan “Our results show that it is possible to synthesize an infectious agent by in vitro chemical-biochemical means solely by following instructions from a written sequence“. Wah! (Sumber: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12114528/).
- Virus φX174 bacteriophage, virus yang menyerang bakteri E.coli. Virus ini berhasil dibuat sintetik tahun 2003, oleh Hamilton O. Smith dkk. Materi genetiknya lebih pendek dari virus Polio, hanya 5.386 basa saja. (Sumber: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC307586/).
- Virus Horsepox berhasil dikonstruksi dari DNA yang disintesis secara kimiawi, dilaporkan oleh Ryan, dkk dari University of Alberta tahun 2017. Penelitian ini bertujuan mengembangkan vaksin untuk virus tersebut. Bagaimana jika teknik yang sama digunakan untuk menghidupkan kembali virus Smallpox yang diklaim sudah dieradikasi? Toh, sekuensnya ada di database publik yang bisa diakses semua orang. (Sumber: https://journals.plos.org/plosone/article…).
- Satu lagi, walaupun mungkin masih banyak yang lain. Ini khusus tentang virus dari famili SARS-Cov yang menyebabkan SARS di tahun 2002 dan varian lainnya menjadi dalang pandemi tahun 2020. Penulis bukan ingin membuktikan ini buatan atau tidak, bukan itu. Penulis hanya akan mengutip satu artikel menarik, tentang konstruksi virus SARS-Cov yang sekaligus direkayasa di bagian reseptor binding domain (RBD)-nya. Ini artikelnya : Synthetic recombinant bat SARS-like coronavirus is infectious in cultured cells and in mice. (Sumber: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19036930/). Isi dari artikel ini adalah, Becker, dkk tahun 2008 mencoba merakit virus yang menyebabkan SARS dengan bekal sekuens dari database, bukan mengisolasi dari sampel aslinya. Dia merakit tidak hanya satu varian tapi beberapa. Awalnya dia membandingkan antara virus yang menginfeksi manusia dan kelelawar. Ternyata berbeda di RBD. Masuk akal kan, reseptor (pintu masuk) di manusia dan kelelawar mungkin beda. Lalu, bagaimana kalau Bat-SCov tadi diganti sekuens RBD-nya dengan varian yang menginfeksi manusia, SARS-CoV? Mereka coba menginfeksikannya ke beberapa sel uji, termasuk sel manusia. Hasilnya, saya kutipkan langsung “Bat-SCoV expressing the SARS-CoV RBD is capable of entering cells by using ACE2 from humans, nonhuman primates, or civets as receptor, and replicating efficiently“. Wow kan? Hanya diganti sekuens reseptor dia bisa menginfeksi manusia dan bereplikasi sama efisiennya dengan varian asli yang menginfeksi manusia.
Silakan Anda tarik kesimpulan sendiri betapa berbahayanya jika tools Biologi Sintetik ini dipakai untuk merakit senjata biologis. Ampun, mudah-mudahan tidak kepikiran ke sana ya karena dengar-dengar sekuens genetik virus Flu Spanyol 1918 juga sudah dikonstruksi. Di mana, virus ini suatu saat bisa dibangkitkan kembali dengan ‘edo tensei’ Biologi Sintetik.
Penulis berharap, semoga ilmu seperti ini dapat digunakan untuk tujuan kebaikan. Karena ilmu ini bisa juga digunakan salah satunya untuk mempercepat penemuan vaksin.
Tulisan ini sengaja penulis buat untuk menambah wawasan dan agar kita tidak terlalu polos menilai apa yang terjadi berdasarkan fakta yang ada bukan teori ala ala. Tulisan ini pun bukan untuk membangun opini penyebab virus Covid-19 ini buatan atau tidak, karena itu hak Anda. Banyak bantahannya yang penulis tidak muat di sini. Namun, kalau dengan fakta seperti ini kita tidak bersiap, maka seperti kata Bill Gates “Are we ready for the next pandemic?” atau Plandemic? Sekian. Silakan koreksi jika ada kekeliruan. Salam.