Waspada, Bullying Juga Terjadi di Sekolah!
Oleh: Shafira Ardeliyah Qurrotu’ain
Siswa Kelas Sosioliterasi G4
SMA Negeri 1 Manggar
Editor: Ares Faujian
Apakah kalian tahu bullying? Istilah ini begitu tren beberapa tahun belakangan ini, walapun sebenarnya banyak kasus yang terjadi sudah dari zaman yang entah tahu kapan terjadinya.
Menurut pendapat ahli American Psychatric Association (APA), bullying adalah perilaku agresif yang di karakteristikkan dengan tiga kondisi, yaitu perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan, perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu dengan adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat. Beberapa kondisi tersebut lebih mengacu pada yang dapat menjadikan korban trauma cemas dan sikap-sikap yang membuat tidak nyaman (silabus.web.id).
Jadi, bullying atau yang lebih kita kenal dengan perundungan merupakan salah satu bentuk kekerasan (fisik dan emosional) dan yang paling umum terjadi pada anak-anak dan remaja. Perundungan (KBBI V) adalah proses, cara, perbuatan merundung (mengganggu; mengusik terus-menerus; menyusahkan). Di Indonesia menjadi hal yang lumrah terjadi untuk kasus ini, yang disebabkan oleh anak-anak maupun remaja dan sering terjadi di lingkungan sekolah dan masyarakat. Sikap bullying ini mengacu pada tindakan penindasan, serta perilaku agresif dengan niat untuk menyakiti atau mempermalukan orang lain.
Berdasarkan data dari databoks.katadata.co.id (2022), banyak korban bullying di lingkungan sekolah di Indonesia adalah pada 2016 ada 122 orang, 2017 ada 129 orang, 2018 ada 107 orang, 2019 ada 46 orang, dan 2020 76 orang. Data lainnya juga menyebutkan bahwa sebanyak 41% siswa Indonesia dilaporkan pernah mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali dalam sebulan. Persentase angka perundungan siswa di Indonesia ini berada di atas angka rata-rata negara OECD sebesar 23 persen (cnnindonesia.com, 2019).
Faktor-faktor terjadinya bullying adalah si pelaku tidak memiliki empati, mempunyai masalah pribadi baik itu terhadap korban atau hal lainnya, pernah merasakan trauma sehingga berniat membalas dendam kepada orang lain, dan memiliki orang tua yang bersifat permisif (serba mengizinkan). Selain itu, penyebab seseorang melakukan perundungan ini bisa dikarenakan kondisi keluarga yang kurang harmonis serta jarang diberikan perhatian kasih sayang, dan selalu dituntut untuk menjadi seperti orang lain.
Mengutip dari Kementerian PPA dalam detik.com (Aditya Mardiastuti, 2022), menyebutkan ada 6 kategori dari jenis perilaku bullying. Pertama bullying dengan kontak fisik langsung, yaitu tindakan intimidasi yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki pelaku. Contohnya tindakan memukul, mengigit, mendorong, menjambak, menendang, mencakar, memeras, mencubit, dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
Kedua adalah bullying dengan kontak verbal langsung. Bullying verbal langsung merupakan tindakan perundungan dengan menggunakan kata-kata atau dengan pernyataan, dan panggilan yang menghina. Contohnya, tindakan mengancam, merendahkan, mempermalukan, mengganggu, mengejek, sarkasme, mengintimidasi, hingga memaki.
Ketiga, bullying non verbal langsung. Bullying non verbal langsung merupakan tindakan yang dilakukan langsung tanpa kata-kata dengan melakukan gerakan menghina secara langsung. Contohnya, melihat dengan sinis, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan dan mengejek serta menjulurkan lidah.
Keempat, bullying non-verbal tidak langsung. Bullying non verbal tidak langsung atau yang sering disebut dengan agresi relasional adalah jenis bullying yang dilakukan secara emosional. Contohnya, tindakan mendiamkan seseorang, sengaja mengucilkan atau mengabaikan.
Kelima, cyber bullying. Cyber bullying adalah tindakan menyasar korban di dunia maya. Pelaku akan menargetkan korban di media online dengan cara menyakiti orang lain melalui rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik, mempermalukan, hingga melecehkan.
Keenam, sexual bullying atau pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah tindakan berulang dan bahaya yang menargetkan seseorang secara seksual. Contohnya, komentar vulgar, gerakan vulgar, sentuan tanpa persetujuan kedua belah pihak, hingga memanggil seseorang dengan nama yang tidak pantas.
Biasanya perilaku bullying yang sering terjadi di sekolah adalah mengejek masalah fisik, memukul seseorang, memeras, menghancurkan barang milik orang lain, hingga melalukan kekerasaan fisik yang lain. Jika bullying seperti ini terus terjadi, maka bisa berdampak pada kondisi fisik, psikis dan mental health pada korban, seperti mengalami trauma, depresi, kurangnya rasa percaya diri, dan gangguan kecemasan.
Selain itu, bullying ini juga berdampak pada kondisi seseorang yang menjadi anti sosial personality disorder, sulit percaya dengan orang lain, dan menjadi pendiam. Tidak hanya itu, bullying ini juga berdampak pada kurangnya nafsu makan dan yang paling parah adalah timbulnya percobaan bunuh diri pada korban (gramedia.com).
Dilansir dari Tim Redaksi CNBC Indonesia (2022), tanda-tanda anak yang terkena bullying, yaitu: (1) Nilai mata pelajaran perlahan menurun; (2) Sering tidur larut malam; (3) Menarik diri dari pergaulan dan muncul ketakutan terhadap lawan jenis; (4) Tidak minat makan, pendiam dan mudah tersinggung; (5) Kiris percaya diri dan gaya berpakaian berubah; (6) Ada luka memar di wajah, tangan, atau bagian tubuh lainnya secara tiba-tiba.
Ada beberapa cara untuk mengatasi tindakan bullying atau perundungan ini. Contohnya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan sosialisasi untuk mencegah bullying, mengajarkan karakter yang baik kepada sesama, sering melakukan perilaku positif, serta memberikan edukasi kepada pelaku bullying tentang dampak buruk melakukan hal teresebut.
Dari sisi orang tua, cara mengatasi dampak bullying yang pernah terjadi pada anak, yaitu: (1) Ajak anak untuk melakukan konseling dengan psikolog; (2) Dengarkan serta pahami apa yang dirasakan oleh anak; (3) Pastikan anak mendapatkan dukungan dan semangat dari keluarga hingga teman; (4) Ajarkan anak untuk fokus ke dirinya sendiri agar menjadi pribadi yang lebih baik; (5) Ajarkan anak bahwa dengan balas dendam tak akan membuat mereka merasa lebih baik.
Penulis memiliki alasan khusus mengapa topik ini layak untuk diangkat menjadi tulisan. Alasan penulis memilih topik artikel ini adalah agar semua orang bisa tahu dampak buruk dari perilaku perundungan, serta harapan kedepan agar salah satu tiga dosa besar dunia pendidikan ini bisa berkurang, terutama di lingkungan sekolah dan masyarakat. Marilah kita membiasakan beretika dan berperilaku baik terhadap sesama. Karena perundungan jelas melanggar sila-sila di Pancasila, terutama dalam mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab, serta persatuan Indonesia.